Dimensipers.com — 19 Jan­u­ari pukul 20:30 WIB, Lem­ba­ga Pers Maha­siswa (LPM) Al-Mil­lah IAIN Ponoro­go men­gadakan kenduri Dies Natal­is LPM ke-23 den­gan mengge­lar work­shop bertema “Mem­ba­ca Jejak dan Real­i­tas Ekono­mi di Ponoro­go” sekali­gus  Launch­ing majalah edisi 35. 

Acara dilak­sanakan di Aula IAIN Ponoro­go bersamaan den­gan peny­er­a­han hadi­ah lom­ba fotografi yang dis­e­leng­garakan praacara Dies Natal­is terse­but. Peser­ta acara meliputi LPM Dewan Kota (DK) Madi­un, LPM Pabelan Uni­ver­si­tas Muham­madiyah Surakar­ta (UMS), LPM Dimen­si IAIN Tulun­ga­gung, ser­ta Alian­si Perg­er­akan Maha­siswa dan Masyarakat. Ada­pun work­shop dalam acara ini meng­hadirkan nara­sum­ber Sunar­jo selaku Dewan Kop­erasi Indone­sia Divisi Advokasi Daer­ah Ponoro­go, ser­ta Fauzi dan Yus­ron selaku per­wak­i­lan Per­him­punan Pasar Legi Ponorogo.

Doc. Dim

Terkait Lounch­ing Majalah, Adz­ka, selaku pemimpin redak­si men­gungkap­kan, bah­wa pemil­i­han tema majalah, yakni “Ekono­mi Ker­aky­atan dalam Pusaran Ekono­mi Lib­er­al” bermu­la pada kege­lisa­han ekono­mi mod­ern yang men­gan­cam keber­adaan ekono­mi masyarakat bawah. “Seper­ti adanya pasar mod­ern yang semakin banyak, maka majalah mem­ba­has ekono­mi mod­ern ser­ta kop­erasi di Indone­sia yang keber­adaan­nya semakin bergeser,” ungkap Adzka.

Berbicara ekono­mi di Ponoro­go, sek­tor yang berpoten­si di antaranya meliputi per­tan­ian, peter­nakan, kehutanan, perikanan, dan per­tam­ban­gan. Namun, poten­si terse­but belum dimak­si­malkan, seper­ti yang dikatakan oleh Sunar­jo, “Empon-empon (rem­pah-rem­pah) dibawa ke luar kota untuk dio­lah, seba­gian kem­bali ke Ponoro­go. Ponoro­go meru­pakan peng­hasil bahan baku, tapi tidak men­go­lah­nya den­gan baik, hanya menikmati hasil matangnya.” 

Sunar­jo juga menam­bahkan, bah­wa per­masala­han yang ker­ap diala­mi oleh pro­dusen di Ponoro­go seper­ti hal­nya penge­masan pro­duk yang kurang menarik dan terkadang tidak men­can­tumkan keteran­gan pro­duk secara detail.

Di sisi lain, Yus­ron men­je­laskan, bah­wa dampak mod­ernisasi dalam pasar tra­di­sion­al tidak ter­lalu berpen­garuh. Etos ker­ja pada peda­gang juga tidak berku­rang, kare­na di antara maraknya pasar mod­ern tetap masih ada kon­sumen yang ter­tarik untuk belan­ja di pasar tra­di­sion­al. Ada­pun hal yang ditakutkan oleh peda­gang pasar tra­di­sion­al hanya terkait pajak peng­hasi­lan yang meru­pakan bru­to dari pedagang.

Suasana acara diliputi peser­ta yang antu­sias, banyak di antara peser­ta mel­on­tarkan per­tanyaan kepa­da nara­sum­ber. Salah satu peser­ta dari IAIN Ponoro­go, yakni Zid­i­na, men­gungkap­kan keter­tarikan­nya mengiku­ti acara ini, “Work­shop ini san­gat menarik, kita jadi menge­tahui perekono­mi­an di wilayah Ponoro­go, walaupun perekono­mi­an belum baik, pemer­in­tah dan masyarakat terus melakukan perkem­ban­gan perekonomian.”