Dimensipers.com — Senin, 25 Februari 2019 Radio Perkasa Tulungagung kembali menggelar agenda rutin Warung Kopi Plus-Plus (WKPP) di Jepun View Resto. Acara yang melibatkan berbagai elemen masyarakat di Tulungagung ini diikuti oleh berbagai aktivis masyarakat. Peserta meliputi Perwakilan dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi dan komunitas Maiyah Legi.
Acara kali ini bertema “Miras Mengancam Anak Kita”. Adapun narasumber yang dihadirkan meliputi Pengamat Psikolog (Dosen IAIN Tulungagung), Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Humas Kepolisian Resor Tulungagung (POLRES), dan Dinas Pendidikan.
Latar belakang diambilnya tema acara ini menurut Faris adalah kasus beberapa waktu lalu, yakni Selasa (19/2/2019). Ada sekumpulan anak remaja yang membuat pesta miras di salah satu pos kamling di pusat kota, tepatnya samping balai rakyat.
Adapun kronologi pesta miras bermula ketika ada seorang anak perempuan berinisial R asal Kediri yang kakinya terluka, 3 dari 6 anak remaja tersebut berinisiatif membelikan obat luka alkohol 70% dengan ukuran 200 ml untuk membersihkan lukanya. Melihat alkohol yang dibelinya tersisa cukup banyak remaja berinisial R ini berusaha mencampurnya dengan air kran yang ditaruh di dalam botol bekas air mineral dengan 2 bungkus minuman berenergi merek KukuBima Ener‑G Rasa Anggur.
Selang berapa waktu anak tersebut mengalami kejang, “Sebelumnya remaja R ini tidak diperkenankan rekannya untuk minum, akan tetapi dia justru merebut sisa minuman oplosan tersebut,” imbuh Sumaji Humas Polres Tulungagung.
Mengetahui maraknya kasus yang melibatkan anak remaja, Radio Perkasa Tulungagung dalam acara WKPP berinisiatif mengajak masyarakat untuk lebih peka atau prihatin terhadap anak-anak pelaku miras agar tidak terus berkembang. Mengutip pernyataan Nuzulul, pengamat psikolog, “Masyarakat lebih dulu memberi stigma bahwa anak pelaku miras ini pasti anak yang susah diatur, dari situ seorang anak kehilangan rasa perhatian dan seakan mereka mendapatkan izin untuk melakukan hal tersebut, karena tidak adanya sanksi dari masyarakat sekitar.”
Edy Subhan, perwakilan dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung, memaparkan bahwa dari data survei 2017 yang dilakukan pada 18 Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai perwakilan. Hasilnya ditemukan sudah ada 333 anak remaja laki-laki dan 64 perempuan mengonsumsi miras.
Data ini diambil melalui kuesioner dengan hasil yang menunjukkan bahwa miras sudah tidak lagi menjadi pelarian bagi anak-anak, melainkan sudah menjadi gaya hidup. Dipicu rasa minder dengan teman sebaya membuat anak zaman sekarang dengan mudahnya menjadi pelaku miras tanpa perlu berpikir panjang tentang efek apa yang akan terjadi pada dirinya.
Terkait penelitian di atas, Edy menambahkan bahwa ketika melihat pesatnya kasus miras yang melibatkan anak-anak belakangan ini, tidak menutup kemungkinan bahwa data terbaru juga akan meningkat. Untuk pengalihan kegiatan negatif pada tumbuh kembangnya anak remaja, pihak LPA berusaha mendirikan Komunitas Anak Desa di setiap desa wilayah Tulungagung. “Sudah terbentuk 134 dari tahun 2014 dengan tujuan untuk memfasilitasi anak-anak dan remaja supaya tidak terjerumus kemana-mana.”
Selain dari sudut pandang keluarga dan teman sebaya, media daring juga menjadi faktor penentu keputusan dari segi eksternal. Pihak polres menyatakan bahwa, era digital memudahkan semua orang untuk mengakses segala hal yang dibutuhkannya hanya sebatas jempol dan layar gawai. Perkembangan teknologi juga tidak menutup kemungkinan anak remaja bisa terpengaruhi oleh konten yang tidak layak konsumsi karena kurangnya pengawasan orang dewasa.
Pihak berwajib beserta elemen masyarakat lainnya sudah memulai melakukan kegiatan preventif, mengadakan penyuluhan ke berbagai instansi pendidikan maupun sosialisasi ke desa. Upaya tersebut dilakukan dengan cara memberikan imbauan secara langsung maupun menggunakan media sosial, agar informasi yang disampaikan dapat diakses oleh masyarakat secara luas. “Saya yakin masyarakat tentunya tahu bahwa barang haram ini dilarang dan sangat berdampak buruk bagi kesehatan, tinggal bagaimana manusianya saja mau atau tidak meninggalkan barang haram tersebut,” imbuhnya.
Pihaknya juga berharap, dengan mudahnya mengakses informasi ini masyarakat di luar sana lebih selektif menyaring informasi. Terutama dari berbagai media daring, sebelum cross check terlebih dahulu kebenaran dari informasi tersebut. [Sil, Pril]
Pecandu Ciptaan Tuhan