Dimensipers.com- Senin, 25 Feb­ru­ari 2019, LPM Dimen­si IAIN Tulun­ga­gung kem­bali men­gadakan agen­da ruti­nan yaitu diskusi Senin sore (Dis­en­sor). Kegiatan terse­but berlokasi di kan­tor redak­si LPM Dimen­si yang men­gangkat tema “Anal­i­sis Beri­ta dalam Par­a­dig­ma Kritis”.

Diskusi kali ini di mod­er­a­tori oleh Moh. Naharudin selaku Devisi Lit­bang dan dipan­tik oleh Moh. Shobirin seba­gai Man­a­jer Perusa­han LPM Dimen­si IAIN Tulungagung.

Shobirin men­gatakan bah­wa Par­a­dig­ma kri­tis lahir pada abad ke-20 yang dipelo­pori oleh Karl Max yang sebelum­nya mem­ban­tah pemiki­ran dari August Comte yang mem­ba­has ten­tang positivis.

Kemu­di­an pada abad ke-21 muncu­lah golon­gan pengikut dari Karl Max yang dike­nal den­gan sebu­tan Frank­furt yang diawali oleh tokoh yang berna­ma Max­ho­claimer yang akhirnya berkem­bang men­ja­di mazhab Frank­furt. Karl Marx juga men­gatakan bah­wa sis­tem ker­ja dari par­a­dig­ma kri­tis lebih didom­i­nasi oleh akal dan indra hanya seba­gai alat untuk menyalurkan pemikiran.

Kemu­di­an, Isro­fil Amaryk juga menam­bahkan bah­wasanya dalam men­ganal­isi teks beri­ta dike­nal juga isti­lah Par­a­dig­ma Plur­al yang meru­pakan lawan dari Par­a­dig­ma Kri­tis. Menu­rut­nya, Par­a­dig­ma Plur­al itu san­gat main­stream kare­na menga­mati suatu keja­di­an yang ala­mi ter­ja­di, semen­tara par­a­digm kri­tis tidak ser­ta mer­ta menya­jikan suatu keja­di­an yang nya­ta, melainkan mele­wati beber­a­pa tahapan.

Di samp­ing itu, ia juga men­gatakan bah­wa Par­a­dig­ma Kri­tis tidak hanya men­ja­di pemiki­ran yang inde­pen­den, tetapi meru­pakan hasil dari perang wacana yang dime­nangkan oleh kaum yang dom­i­nan atau may­ori­tas dan itu ser­ing dikon­sum­si oleh kha­layak con­tohnya kasus ten­tang agama.,

Para peser­ta san­gat antu­sias mengiku­ti diskusi dari awal sam­pai akhir. Rif­ki  kru tetap LPM Dimen­si men­gatakan bah­wa Par­a­dig­ma Kri­tis ini san­gat pent­ing bagi masyarakat-masyarakat yang berg­er­ak baik di media maupun non media bahkan san­gat khusus bagi neti­zen-neti­zen yang suka julid agar tidak den­gan mudah menjudge suatu keja­di­an.

Menu­rut Laila peser­ta Dis­en­sor men­gatakan diskusi san­gat menam­bah ilmu dan wawasan baru yaitu wawasan ten­tang Anal­i­sis Teks beri­ta melalui Par­a­dig­ma Kritis.

Par­a­dig­ma Kri­tis yang mana Par­a­dig­ma Kri­tis ini san­gat per­lu bagi indi­vidu ter­lepas dari ide­olo­gi jur­nalis sekali­gus seba­gai bekal untuk melatih prib­a­di yang mandiri dan lebih peka ter­hadap masyara­kat” tutur Shobi­ran sekali­gus penut­up acara pada sore itu.  (Yunita/Diya’)