Judul               : Atheis

Penulis             : Achdi­at K. Miharja

Pener­bit           : Bal­ai Pus­ta­ka (2005, cetakan ke 27)

Tebal Buku      : 232 halaman

ISBN               : 979–407-158–4

Achdi­at Kar­ta Mihar­ja seo­rang sas­trawan Indone­sia yang lahir pada tahun 1911 dan mening­gal pada usia 99 tahun. Beli­au per­nah men­ja­di redak­tur di Bal­ai Pus­ta­ka, Bin­tang Timur, Pujang­ga Baru, Kon­frontasi, dan Majalah Gelom­bang Zaman. Nov­el Athe­is ini mem­per­oleh peng­har­gaan tahu­nan pemer­in­tah pada 1969. R.J. Maguire men­er­jemahkan nov­el ini ke bahasa Ing­gris tahun 1972 dan Sju­mand­ja­ja men­gangkat ke layar lebar pada tahun 1974 den­gan judul yang sama.

Buku yang sedik­it menyeng­gol pada zaman kolo­nial ini mencer­i­takan ten­tang faham-faham yang berlaku di suatu daer­ah. Di daer­ah ped­ala­man yang masih per­caya adanya roh gen­tayan­gan, sulit dipen­garuhi perkem­ban­gan zaman. Mere­ka pemi­lik tanah yang luas, para pen­go­lah­nya para kaum-kaum Borjuis.

Tokoh uta­ma pada buku Athe­is ini, dulun­ya adalah sese­o­rang yang mem­per­cayai adanya Tuhan dan aga­ma  ̶̶ sebelum ia men­e­mukan manu­sia-manu­sia mod­ern. Ia per­caya bah­wa aga­ma tidak dibu­tuhkan. Ia meli­hat orang-orang Bor­juis yang senan­ti­asa merenggut kekayaan war­ga Pro­le­tar wak­tu itu. Hanya 10% keun­tun­gan yang diberikan kepa­da pemi­lik tanah asli.

Buku ten­tang seo­rang pemu­da dari lereng gunung ini, men­gu­las bagaimana prin­sip hidup bergu­lat den­gan real­i­tas. Keti­dak­sen­ga­jaan Hasan  ̶̶ tokoh uta­ma ̶̶  berte­mu Rus­li  ̶̶ teman semasa kecil­nya ̶̶  men­gak­i­batkan Hasan jarang melak­sanakan sem­bahyang dan rit­u­al-rit­u­al keaga­maan lain­nya. Den­gan keber­adaan Kar­ti­ni di rumah Rus­li, men­jadikan Hasan ser­ing men­e­mui Rusli. 

Kar­ti­ni adalah seo­rang wani­ta can­tik yang dipak­sa kaw­in den­gan rentenir Arab kaya raya. Perkaw­inan itu dise­babkan ibun­ya yang melarat dan hutangnya mem­bubung ting­gi. Kar­ti­ni men­ja­di orang yang kaya raya kare­na har­ta pen­ing­galan suaminya, begi­tu juga den­gan Rus­li. Rus­li adalah pemu­da yang bek­er­ja keras. Ked­u­anya hidup seder­hana den­gan teman-teman yang tidak sedik­it. Sedan­gkan Hasan adalah anak dari orang tua yang miskin dan peker­jaan­nya pun belum meng­hasilkan uang yang cukup.

Per­nah Rus­li men­gun­dang Hasan makan malam di rumah­nya. Kemu­di­an Kar­ti­ni meme­san makanan di kedai milik Tiong­hoa. Den­gan melint­ing rokok kawungnya, Rus­li mem­bicarakan per­jalanan ker­janya ia juga banyak bergaul den­gan kaum perg­er­akan dari segala bangsa. 

Rus­li bek­er­ja di Sin­ga­pu­ra sela­ma empat tahun. Di sana, ia bela­jar perkara poli­tik. Bukan hanya mem­ba­ca buku, tetapi Rus­li juga bergaul den­gan perg­er­akan inter­na­sion­al ser­ta bela­jar ide­olo­gi kap­i­tal­is.  Pemiki­ran Rus­li ten­tang ide­olo­gi kap­i­tal­is itu pun mer­am­bat kepa­da Kar­ti­ni, yang lam­bat laun mem­bu­at Kar­ti­ni men­ja­di prib­a­di yang tegas dan radikal.

Hasan lebih merasa aneh lagi keti­ka ia dia­jak berbicara soal eti­ka feo­dal dan Bor­juis. Lama kela­maan Hasan merasakan bah­wa spiritisme Rus­li harus diper­bai­ki. Ser­ingnya perte­muan Hasan den­gan Rus­li, tidak mem­bu­at Rus­li ter­pen­garuh oleh ajakan Hasan. Namun malah seba­liknya. Hasan ter­bawa oleh kehidu­pan Rus­li. Teman yang bermuncu­lan satu per­satu telah mem­bawa Hasan jauh dari tujuan utamanya. 

Di antaranya Anwar yang menyukai Kar­ti­ni  ̶̶ sama den­gan Hasan. Keing­i­nan Hasan berte­mu Kar­ti­ni mem­bu­at­nya seti­ap hari harus meng­habiskan wak­tu untuk menden­gar pela­jaran-pela­jaran yang tidak per­nah dia­jarkan oleh ked­ua orang tuanya. Hasan mulai ter­tarik pada madat seo­rang tokoh yang berna­ma Mark. Mere­ka juga ser­ing mencer­i­takan Cae­sar dan ten­tara Cleopatra.

Suatu keti­ka Anwar mem­inta Hasan mengikutinya pulang. Hasan yang tidak per­nah melak­sanakan rit­u­al keaga­maan lagi, tiba di rumah ia bersikap seper­ti Hasan yang taat kepa­da Tuhan­nya. Anwar kaget dan men­gatakan bah­wa Hasan mem­bo­hon­gi bapak ibun­ya. Sete­lah men­da­p­at uca­pan dari kawan­nya, Hasan mere­nung dan akhirnya ter­sadar. Ia tidak ingin mem­bo­hon­gi bapak ibun­ya, kemu­di­an adu mulut pun terjadi. 

Hasan kem­bali ke Ban­dung den­gan penuh perasaan bersalah. Tiba di Ban­dung, ia cepat ingin menikahi Kar­ti­ni. Di samp­ing keba­ha­giaan­nya den­gan Kar­ti­ni, ia masih dihan­tui den­gan rasa bersalah ter­hadap orang tua. Pada akhirnya rumah tang­ga Hasan beran­takan kare­na Kar­ti­ni yang ser­ing kelu­ar den­gan Anwar dan dite­mukan­nya surat dari kelu­ar­ga yang tidak menyetu­jui perkaw­inan den­gan Kar­ti­ni. Kecem­bu­ru­an Hasan mem­bakar hati Kar­ti­ni, yang akhirnya Kar­ti­ni mening­galkan Hasan sendiri.

Pada wak­tu yang bersamaan, Hasan terserang penyak­it TBC. Penyak­it terse­but semakin parah keti­ka ia tidak mening­galkan kebi­asaan merokok. Hasan men­gu­rus dirinya sendiri, sedan­gkan Kar­ti­ni dito­long Anwar. Ketikan itu Hasan per­gi ke hotel untuk mene­nangkan diri. Tak disang­ka, petu­gas hotel mem­bu­ka buku kun­jun­gan dan tert­era nama Kar­ti­ni dan Anwar pada tang­gal sekian. Jiwa Hasan mem­berontak. Ia ingin cepat-cepat men­e­mukan Kar­ti­ni lalu memukulnya. 

Bagian akhir kisah ini, Hasan mem­bunuh sese­o­rang yang telah diang­gap pengkhi­anat, batin­nya pun merasa puas. Kemu­di­an ia men­e­mui sese­o­rang dan mencer­i­takan semua pen­gala­man beraga­manya. Sese­o­rang itu seper­ti psikolog. Ia men­ga­jarkan teori-teori Freud. Sejak itu­lah Hasan ingin menge­tahui kedala­man spir­i­tu­al­nya. Ia tidak ingin men­ganut sia­pa dan apa. Tidak semasa dulu yang men­ganut pada ajaran ayah dan teman-temannya.

Alur yang maju mundur ini men­gak­i­batkan keca­catan pada akhir ceri­ta. Orang yang tiba-tiba muncul dan mem­bawa Hasan men­je­la­jah dunia spir­i­tu­al yang tidak dik­isahkan den­gan jelas. Pada bagian pem­bunuhan, tidak diiku­ti den­gan sebab akibat.[]