Judul Film: 27 Steps of May

Sutradara: Ravi Bharwani

Penulis Naskah: Rayya Makarim

Pro­duk­si: Green Glow Pictures

Tahun: 2019

Durasi: 01:49:26

Kek­erasan sek­su­al meny­isakan trau­ma men­dalam bagi kor­ban­nya. Peri­s­ti­wa kerusuhan tahun 1998 dan mere­bap­knya pemerkosaan oleh oknum tak dike­nal men­ja­di tema ung­gu­lan yang diangkat dalam film 27 Steps of May. Tan­pa men­gusik ranah poli­tis, film ini dike­mas dari ranah per­son­al kor­ban pemerkosaan. May (Rai­haa­nun) men­ja­di tokoh uta­ma gam­baran keja­di­an tersebut.

May yang saat itu beru­sia 14 tahun (SMP), sepu­lang seko­lah ia berse­nang-senang  di taman hibu­ran. Dalam per­jalanan pulang, di gang sepi, May ditarik oleh segerom­bolan orang tak dike­nal, disik­sa, lalu ia diperkosa ramai-ramai. May kemu­di­an pulang den­gan paka­ian lusuh dan meny­isakan air mata den­gan pan­dan­gan kosong aki­bat trau­ma keja­di­an terse­but. Bapak May (Luk­man Sar­di) yang saat itu sedang di depan rumah, lang­sung meng­ham­piri May dan terke­jut den­gan keadaan putri sema­ta wayangnya itu. Bapak tak bisa berka­ta apa-apa dan mem­biarkan May masuk ke rumah.

Sejak keja­di­an itu­lah, kehidu­pan mere­ka berubah. Sela­ma 8 tahun lamanya, mere­ka hidup dalam diam, keheningan, tan­pa komu­nikasi sedik­it­pun dalam men­jalani hari-harinya. May men­gu­rung dirinya dari dunia luar, ia tak per­nah kelu­ar rumah. Saat ia ingat akan keja­di­an pemerkosaan itu, ia melu­ap­kan segala trau­ma dan emosinya den­gan lom­pat tali hing­ga menyak­i­ti dirinya sendiri, yaitu meny­ilet tan­gan­nya. Sedan­gkan Bapak, ia merasa gagal seba­gai seo­rang bapak dan menye­sali dirinya terus-menerus. Bapak melu­ap­kan segala trau­ma dan emosinya lewat ring tin­ju. Di dalam ring, Bapak men­ja­di orang yang ganas. Berke­ba­likan jika Bapak bera­da di rumah, di dekat May, Bapak adalah orang yang sabar. Sabar meladeni segala kebu­tuhan May. 

Kehidu­pan May yang monokrom, ser­ba putih. Itu  digam­barkan pada makanan yang ia makan. May selalu makan makanan ser­ba putih seper­ti nasi dan telur, meskipun sudah disi­ap­kan menu yang beragam oleh Bapak. 

Hari-hari May dan Bapak dihabiskan den­gan mem­bu­at bone­ka. Bone­ka yang dibu­at sesuai den­gan suasana hati May. Seper­ti bone­ka nor­mal, kadang juga bone­ka den­gan ser­agam seko­lah yang lusuh, com­pang-camp­ing. Ini menun­jukkan May saat sete­lah pemerkosaan pada dirinya. Bahkan, May pun mem­bu­at bone­ka pesu­lap lengkap den­gan topi dan tongkat sulap­nya. May mem­bu­at den­gan detail, baju bone­ka lengkap den­gan riasan­nya. Bapak mem­ban­tu May menyi­ap­kan wadah bone­ka lalu dike­mas untuk dijual melalui kurir (Ver­di Solaiman), yang sudah men­ja­di lang­ganan­nya. Kurir ini sudah seper­ti teman Bapak sendiri. Bapak selalu  ceri­ta masalah­nya dan kurir itupun meme­nang­gapi den­gan mem­berikan masukan-masukan kepa­da Bapak. 

Suatu keti­ka, saat mere­ka sedang fokus mem­bu­at bone­ka, ter­den­gar teri­akan war­ga sek­i­tar, “Kebakaran.. Kebakaran..”. Bapak yang menden­gar, lang­sung kelu­ar rumah untuk meli­hat apa yang sedang ter­ja­di. Rumah yang ada di bagian belakang kebakaran. Asap hitam semakin mening­gi, menan­dakan kebakaran semakin besar. Bapak berge­gas mem­bu­juk May agar mau dia­jak kelu­ar untuk menye­la­matkan diri jika kobaran api menyam­bar rumah mere­ka. Den­gan lem­but, Bapak mer­ayu May. Awal­nya, May mau mengiku­ti Bapak. Tetapi saat May menat­ap pin­tu yang ter­bu­ka, May meli­hat kera­ma­ian war­ga yang saat itu bert­e­ri­ak-teri­ak. May lang­sung melepaskan tan­gan Bapak dan men­co­ba kem­bali ke kamar. Bapak menarik May erat-erat kare­na mau tidak mau, mere­ka harus kelu­ar rumah. May mem­be­lot dan ia ingat keja­di­an pemerkosaan padanya 8 tahun yang lalu. Ingatan itu men­ja­di trau­ma yang terus bergen­tayan­gan di mem­o­ri May. Per­gu­la­tan antara Bapak dan May tidak mem­buahkan hasil. May lari menu­ju toi­let kamarnya, men­gun­ci pin­tu toi­let, mengam­bil silet, lalu meny­ilet tan­gan­nya. Bapak yang khawatir, menge­tuk pin­tu beber­a­pa kali dan akhirnya pas­rah. Untungnya, kebakaran itu tidak sam­pai mer­am­bat ke rumah mereka. 

Kehidu­pan May yang stag­nan sela­ma 8 tahun, akhirnya lam­bat laun berubah. Ini ter­ja­di semen­jak ada lubang di kamar May. Lubang yang semakin lama semakin besar itu, menghubungkan kamar May den­gan rumah tetang­ga sebe­lah May, seo­rang pesu­lap (Ario Bayu). May yang awal­nya risi ter­hadap lubang itu akhirnya penasaran. May meng­in­tip lubang itu dan meli­hat ada seo­rang pesu­lap di sana yang sedang melakukan aksi-aksi sulap­nya. Awal­nya may takut, tetapi itu­lah awal peruba­han May. 

May yang seti­ap hari meli­hat pesu­lap dari lubang kamarnya, mulai ter­tarik den­gan sulap. May meli­hat terus, seti­ap aksi dari pesu­lap. May merasa kagum dan meng­goreskan senyum sedik­it demi sedik­it di wajah­nya. May mem­prak­tikkan sulap yang telah dil­i­hat­nya. Melekatkan koin di jari tan­gan­nya. Seten­gah toples koin jatuh semua, tidak sat­upun berhasil dimainkan May. May menden­gar suara dari lubang itu, ia menu­ju lubang dan dida­p­ati pesu­lap. Pesu­lap men­ga­jari May melakukan sulap terse­but, tetapi May tetap gagal. Pesu­lap tak sen­ga­ja menyen­tuh tan­gan May, trau­ma May akan perkosaan men­ja­di-jadi. May lang­sung lari ke toi­let dan meny­ilet tan­gan­nya. Sete­lah itu, May kem­bali lagi men­e­mui pesu­lap den­gan darah di lengan­nya, ia melan­jutkan bela­jar sulap. Di lain hari, pesu­lap memegang tan­gan Mei kem­bali. Meskipun sebe­narnya mem­o­ri trau­ma May meng­han­tui, May men­co­ba melawan trau­ma itu. Pesu­lap mem­beri apre­si­asi beru­pa tepuk tan­gan pada May, itupun berkelanjutan. 

Satu per satu peruba­han ditun­jukkan oleh May. Suatu saat, pesu­lap teri­ak minta tolong pada May kare­na ia terkun­ci dalam kotak kaca. May lang­sung lari, masuk dalam lubang men­co­ba mem­ban­tu pesu­lap. Ini menum­buhkan empati May. 

Kepa­da Bapak, May menun­jukkan peruba­han­nya. Saat mere­ka makan, May tidak lagi makan makanan yang ser­ba putih. Bapak terte­gun meli­hat­nya sem­bari mendekatkan pir­ing lauk pada May. May pun demikian, mendekatkan pir­ing lauk pada Bapak. 

Di sisi lain, Bapak semakin men­ja­di-jadi. Menyalahkan dirinya sendiri. Bergu­lat di ring tin­ju, wajah­nya men­ja­di tak karu­an kare­na babak belur. Tetapi, ia merasa agak lega kare­na ada peruba­han pada May, meskipun itu kecil. 

Di bagian akhir, May melu­ap­kan segala trau­ma, emosi, penye­salan­nya di rumah pesu­lap. May men­ge­nakan ser­agam SMP-nya. Seper­ti men­gu­lang keja­di­an pemerkosaan dulu. May menyak­i­ti dirinya terus-menerus. Pesu­lap pun men­co­ba mendekati dan mene­nangkan May. Lama kemu­di­an, May baru bisa melepaskan trau­ma berat­nya itu. May yang dulu takut didekati pesu­lap, takut bersen­tuhan tan­gan, sekarang bera­da dalam pelukan hangat pesu­lap. May mulai  bangk­it dari trau­ma yang bertahun-tahun membelenggunya. 

Keesokan harinya, May ban­gun den­gan dan­danan yang berbe­da. Berdan­dan rapi, memakai baju yang tak seper­ti biasanya. May kelu­ar kamar. May men­da­p­ati Bapak sedang berdiri ter­cengang meli­hat­nya, maka May lang­sung memeluk erat Bapaknya. Bapak pun demikian, memeluk erat May, anak sema­ta wayangnya. Kemu­di­an, May meli­hat ke arah pin­tu, ber­jalan mendekatinya. May kelu­ar rumah untuk kali per­ta­ma sete­lah 8 tahun men­gun­ci dirinya di rumah. May kem­bali bisa tersenyum pada dunia. 

Melaui film ini, penon­ton dis­ug­uhkan bagaimana kor­ban pemerkosaan meny­isakan trau­ma yang men­dalam, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga kelu­ar­ganya. Selain itu, pen­dampin­gan bagi kor­ban sang­gat dibu­tuhkan agar kor­ban bisa bangk­it dari segala trau­matik itu. Seper­ti May den­gan pesu­lap dan Bapak den­gan kurir. Dita­m­bah, jika kor­ban kek­erasan sek­su­al, pemerkosaan itu diku­cilkan dalam masyarakat. Mind­set itu pun salah. Seharus­nya, jika ada kor­ban kek­erasan sek­su­al, maupun pele­ce­han sek­su­al maka war­ga atau sia­pa saja yang ada di sek­i­tarnya harus sebisa mungkin men­dampin­gi mere­ka, men­guatkan, mem­bangk­itkan seman­gat mere­ka melawan trau­ma yang mem­be­leng­gu diri mereka. 

Penulis: Siti Nur Hal­imah
Redak­tur: Rifqi Ihza F.