“Maha­siswa seba­gai agen peruba­han dan kon­trol sosial itu hanya bualan sema­ta, omong kosong, itu semua bohong. Maha­siswa buta meli­hat reali­ta yang ter­ja­di dan ter­lena, kare­na kenikmatan yang mere­ka ala­mi di zona nyaman.”

Tulisan ini meru­pakan ben­tuk pro­vokasi dan opi­ni penulis sema­ta. Jika kalian tidak suka jan­gan diteruskan mem­ba­ca, kare­na kalian pasti akan merasa muak mem­ba­canya. Tidak ada muatan teori­tis dalam tulisan ini, semua hanya berdasarkan asum­si penulis.

Ada berba­gai tipe maha­siswa di dalam suatu kam­pus, mulai dari maha­siswa hedo­nis, maha­siswa akademis, hing­ga maha­siswa aktivis. Per­ta­ma, maha­siswa hedo­nis adalah maha­siswa yang hidup­nya hanya untuk berse­nang-senang, mulai bermain game, ngopi sam­bil cari wifi, dan pacaran, jika pun­ya. Maha­siswa jenis ini hidup­nya hanya untuk berse­nang-senang dan apatis den­gan segala reali­ta di sek­i­tar mereka.

Ked­ua, maha­siswa akademis adalah maha­siswa yang ter­fokuskan den­gan uru­san akademisi. Maha­siswa jenis ini meru­pakan maha­siswa yang mende­wakan akan adanya nilai. Para maha­siswa yang mende­wakan nilai ini segala macam cara mere­ka tem­puh, untuk men­da­p­atkan nilai yang baik bahkan mungkin Cum Laude. Mulai minta tugas tam­ba­han sam­pai mendekati dosen. 

Keti­ga, maha­siswa aktivis adalah mere­ka yang diang­gap seba­gai maha­siswa penyam­bung lidah raky­at. Mere­ka yang men­gaku peduli den­gan raky­at tert­in­tas dan mem­bela hak-hak raky­at. Tetapi nyatanya mere­ka lalai den­gan kewa­jiban sendiri dalam ruang akademik. Sebe­narnya masih ada satu lagi tipe maha­siswa yaitu, maha­siswa organ­isatoris. Mere­ka adalah orang yang men­gu­rusi organ­isasi, mulai peng­gara­pan pro­gram ker­ja, pengem­ban­gan maha­siswa, hing­ga lapo­ran per­tang­gung­jawa­ban mere­ka. Mere­ka ter­lalu sibuk den­gan organ­isasi hing­ga lupa cara bersosialisasi.

Semua jenis maha­siswa itu sama saja dan tidak ada yang lebih baik menu­rut saya, semua mem­pun­yai kelebi­han dan keku­ran­gan mas­ing-mas­ing. Saya dalam tulisan ini akan mem­per­tanyakan kem­bali sia­pakah itu mahasiswa?

Maha­siswa sekarang dibu­takan den­gan kema­panan dan kenikmatan. Para aktivis yang men­gaku mem­bela kepentin­gan raky­at, yang suka berte­ori dari kap­i­tal­is sam­pai sosialis, tetapi semua diam keti­ka meli­hat penin­dasan. Mere­ka semua buta akan real­i­tas, per­cuma kamu bisa berte­ori tetapi kamu masih takut untuk berg­er­ak lebih baik kalian tidak usah pela­jari sama sekali kare­na itu semua percuma.

Banyak juga maha­siswa yang berani tetapi kurang cer­das. Banyak maha­siswa yang berani berg­er­ak tapi mere­ka tidak tahu apa yang mere­ka ker­jakan dan tujuan­nya kem­ana. Mere­ka hanya seba­gai robot yang hanya bisa diarahkan tan­pa bisa berdiri den­gan mandiri. 

Per­cuma Kuli­ah Ker­ja Nya­ta (KKN) diadakan, tetapi jika kalian masih asing den­gan rumah sendiri lebih baik tidak usah KKN saja. Per­cuma kalian mem­ba­ca buku-buku fil­safat hing­ga buku kiri, tetapi tidak memakai cara pan­dang kri­tis. Semua per­cuma apa yang kalian pela­jari di kam­pus semua itu tidak ada gunanya, jika kalian masih saja diam dan ter­lenakan den­gan kemapanan.

Potret Maha­siswa IAIN Tulun­ga­gung yang Menyedihkan

Situ­asi di ten­gah wabah Coro­n­avirus Dis­ease-2019 (Covid-19) jan­gan sam­pai merubah cara pan­dang seba­gai maha­siswa. Kalian para maha­siswa jan­gan ter­lenakan den­gan kema­panan dan buta den­gan realita. 

Saya benar-benar kece­wa den­gan maha­siswa sekarang yang san­gat asing den­gan rumah mere­ka sendiri. Kita para maha­siswa sekarang tidak lebih hanya seba­gai robot dan budak kap­i­tal­is di masa men­datang. Semua akan sama-sama menyedihkan keti­ka dihadap­kan dalam dunia ker­ja (mojok.co).

Cara pan­dang maha­siswa sekarang san­gat pos­i­tivis bukan kri­tis. Kekri­ti­san maha­siswa sekarang di mana? Tidak ada, mere­ka ter­lalu sibuk dan­gan uru­san mere­ka sendiri-sendiri. Mere­ka semua buta reali­ta, dari kanc­ah nasion­al, region­al, lokal, bahkan kam­pus. Kita ter­lalu banyak bersyukur bukan malah berpikir dan bertindak.

Semuanya sama saja dari maha­siswa hedo­nis sam­pai aktivis, Kalian semua sama-sama menyedihkan. Apala­gi maha­siswa Inti­tut Aga­ma Islam Negeri (IAIN) Tulun­ga­gung san­gat menyedihkan sekali. Kita ter­lalu per­caya pada pen­guasa tan­pa meli­hat reali­ta dan berpikir lebih men­dalam. Salah satu con­tohnya adalah kebi­jakan kam­pus men­ge­nai kuli­ah dalam jaringan (dar­ing). Kita malah menung­gu, bersyukur, dan per­caya bah­wa kam­pus akan memenuhi kebu­tuhan maha­siswa, bukan malah mem­per­tanyakan apakah hak-hak kita sudah ter­penuhi? Saya san­gat kece­wa den­gan maha­siswa IAIN Tulun­ga­gung, kita semua payah, kita tidak pan­tas men­da­p­atkan gelar “Maha” yang begi­tu agung.

Kem­ana ghi­rah maha­siswa yang dia­gung-agungkan seba­gai agen peruba­han sedan­gkan mere­ka buta den­gan segala reali­ta. Mis­al­nya saja Ran­can­gan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang men­gun­tungkan si kap­i­tal­is. Di Tulun­gaa­gung (hanya) Ayem, Ten­trem, Mulyo lan Tinoto. 

Ranah yang lebih kecil lagi soal kebi­jakan kuli­ah dar­ing yang ada di kam­pus. Tidak ada yang mengkri­tisi dan kebi­jakan kam­pus yang terke­san lam­bat ser­ta banyak kebi­jakan yang seharus­nya didahu­lukan malah dit­ing­galkan. Seper­ti kebi­jakan pemenuhan kuo­ta inter­net akan adanya kuli­ah dar­ing ini mana? Uang Kuli­ah Tung­gal kita kem­ana? Kita seba­gai maha­siswa seharus­nya menun­tut hak-hak kalian akan fasil­i­tas kuli­ah dar­ing ini dan kam­pus seharus­nya melak­sanakan kewa­jiban­nya seba­gai pemenuhan hak-hak mahasiswa. 

Sesuai surat edaran dari Kementer­ian Aga­ma (Keme­nag) Nomor 697/03/2020 ten­tang “Upaya Pence­ga­han Penye­baran Covid 19 di Lingkun­gan Per­gu­ru­an Ting­gi Keaga­maan Islam” pada poin 1 (satu) C ten­tang penye­dia kuo­ta, tetapi apakah sudah ter­lak­sana di IAIN Tulun­ga­gung? Mengutip dari maksassar.kompas.com, bahkan sam­pai ada kasus seo­rang maha­siswi Unis­muh yang tewas kare­na kesuli­tan men­cari jaringan inter­net di rumahnya. 

Maha­siswa seba­gai agen peruba­han dan kon­trol sosial itu hanya bualan, keti­ka kita semua hanya diam meli­hat segala penin­dasan. Menu­rut Paulo Freire, penin­dasan apapun namanya dan alasanya, adalah tidak manu­si­awi, sesu­atu yang menafikan harkat kemanu­si­aan (dehu­man­isasi).

Kita seba­gai maha­siswa apakah masih saja mau diam meli­hat segala penin­dasan yang ada? Apakah kita masih saja mau per­caya pada pen­guasa? dan tidak mem­per­tanyakan kem­bali seti­ap kebi­jakan yang ada? Maha­siswa ban­gun­lah, kita sudah ter­tidur ter­lalu lama. Bangk­it­lah maha­siswa, jika kita benar-benar maha­siswa. Aler­ta-aler­ta!

Penulis: Hen­drick Nur Cho­lis
Redak­tur: Rifqi Ihza F. 

Men­cip­takan ketidakmungkinan