Intro­vert adalah keprib­a­di­an yang ser­ing dis­e­matkan kepa­da sese­o­rang yang pen­di­am dan lebih suka menyendiri dari­pa­da bergaul den­gan banyak orang. Susan Cain seo­rang penulis buku Qui­et: The Pow­er of Intro­verts in a World That Can’t Stop Talk­ing men­je­laskan, stig­ma dan per­lakuan tak adil pada prib­a­di-prib­a­di intro­vert sudah berlang­sung sejak abad ke-19. Stig­ma ini makin parah di awal abad ke-20. Bahkan menim­pa seba­gian besar manu­sia di muka bumi yang pada dasarnya adalah intro­vert.

Kamu kena­pa diam saja?”, “Sini ngo­b­rol bareng, jan­gan diam saja”. Kali­mat-kali­mat terse­but masih seba­gian kecil yang diu­cap­kan oleh si ekstro­vert ke intro­vert. Menden­gar kali­mat itu sebe­narnya menye­balkan dan mesti dihadapi seo­rang intro­vert. Pada­hal pemi­lik keprib­a­di­an ini bisa berbicara atau berin­ter­ak­si den­gan orang lain den­gan baik, bahkan tak kalah dari si ekstro­vert. Hanya saja si intro­vert banyak mem­bu­tuhkan wak­tu sendiri untuk mengem­ba­likan semangatnya. 

Mere­ka juga memi­li­ki ambisi, has­rat, dan pen­da­p­at ter­hadap lingkun­gan sek­i­tar tapi mere­ka tak ingin menun­jukkan kepa­da orang lain. Keti­ka si intro­vert men­gala­mi masalah dalam hidup­nya, mere­ka akan cen­derung mudah berpikir jernih untuk men­cari solusi dari masalah terse­but den­gan cara menyendiri dari­pa­da harus curhat ke orang lain. Kalaupun ter­pak­sa harus curhat kepa­da orang lain per­i­hal masalah­nya itu, hanya orang-orang pil­i­han seper­ti kelu­ar­ga dan ker­abat dekat yang akan dijadikan teman curhat.

Sayangnya, hing­ga saat ini si intro­vert masih diang­gap seba­gai orang yang pemalu dan anti den­gan segala jenis hubun­gan sosial. Hal ini menye­babkan si intro­vert ser­ing dipan­dang ren­dah. Bahkan kebanyakan dari mere­ka ser­ing men­da­p­at per­lakuan bul­ly­ing baik secara lang­sung maupun tidak lang­sung dari si ekstro­vert, kare­na intro­vert dikatakan seba­gai keprib­a­di­an yang bermasalah dan tidak nor­mal. Memangnya apa yang salah?

Jika anda men­gang­gap bah­wa intro­vert tidak baha­gia sebab jarang berin­ter­ak­si den­gan orang lain, jelas ini adalah asum­si yang keliru. Sejatinya mere­ka yang pemalu yaitu keti­ka mere­ka merasa tertekan atau stres keti­ka berte­mu banyak orang aki­bat dari ketaku­tan atas piki­ran orang lain ter­hadap dirinya sendiri. Si intro­vert tidak demikian, mere­ka bisa tetap per­caya diri keti­ka kon­disi ramai, hanya saja lebih senang ter­li­bat di belakang layar dari­pa­da jadi pusat per­ha­t­ian. Berba­gai kesalah­pa­haman ini meng­gir­ing dunia menun­tut intro­vert untuk dap­at berper­i­laku seba­gaimana ekstro­vert. Cain men­gatakan “Seti­ap kali Anda men­co­ba hidup seba­gai sese­o­rang yang sejatinya bukan Anda, sep­a­ruh jiwa Anda menghi­lang seir­ing wak­tu. Anda tidak akan ingat lagi cara meng­habiskan wak­tu seper­ti biasanya.” Cain kem­bali mene­gaskan bah­wa orang-orang yang dipak­sa menye­berang dari karak­ter aslinya akan berakhir kepaya­han mendefin­isikan keba­ha­giaan yang mere­ka inginkan.

Mark Zucker­berg, peng­gu­na face­book mana yang tidak kenal den­gan beli­au. Zucker­berg adalah seo­rang den­gan keprib­a­di­an intro­vert yang suk­ses den­gan pen­e­muan­nya den­gan sibuk men­gasah dan mengem­bangkan kemam­puan dalam dirinya sendiri. The New York­er men­gatakan bah­wa secara prib­a­di, Zucker­berg san­gat sadar akan keti­dak­sem­pur­naan­nya dalam bersosial­isasi. Di atas pang­gung dalam sebuah pem­bicaraan, dia men­gatakan kepa­da hadirin, “Ya, saya orang yang canggung.”

Pada intinya, si intro­vert adalah prib­a­di yang cen­derung tidak suka mengum­bar kehidu­pan­nya ke orang lain. Mere­ka lebih nya­man dan baha­gia jika per­juan­gan hidup­nya yang penuh den­gan ejekan, hinaan, atau bahkan nistaan itu dis­im­pan sendiri tan­pa per­lu dike­tahui banyak orang. Bermain den­gan piki­ran sendiri mem­bu­at si intro­vert sadar akan dirinya, per­bu­atan­nya, ser­ta aki­bat yang dap­at tim­bul dari per­bu­atan­nya terse­but. Jadi, mere­ka lebih memil­ih sibuk meng­habiskan wak­tu untuk melakukan hobinya ataupun men­gasah bakat­nya dari­pa­da sekedar men­go­b­rol. Di saat sendiri itu­lah banyak ide-ide yang muncul tak ter­duga dari si intro­vert.

Sekali lagi jan­gan per­nah men­gatakan si intro­vert adalah sum­ber masalah dari kehidu­pan ini. Juga jan­gan sekali-kali men­gang­gap bah­wa orang yang intro­vert adalah mere­ka yang kesepi­an dan putus asa, itu sama sekali tidak rel­e­van. Meni­lai sese­o­rang dari keprib­a­di­an san­gat­lah tidak benar, kare­na keprib­a­di­an sudah diatur oleh Sang Pen­cip­ta, Dialah yang mem­berikan keprib­a­di­an itu kepa­da manu­sia. Seba­gai sesama manu­sia yang tak tahu menahu ten­tang cip­taan-Nya, harus­nya men­jadikan kita dap­at intro­speksi den­gan diri sendiri dan banyak bersyukur. 

Kami intro­vert juga pun­ya perasaan dan pun­ya har­ga diri yang tak bisa di injak-injak seenaknya. Kami tidak diam dalam melawan keti­dakadi­lan dan terus mem­bela kebe­naran. Sebe­narnya yang layak kalian anggap pen­di­am itu maneken bukan kami. Jan­gan per­nah samakan kami den­gan maneken,” pesan dari para intro­vert.

Penulis: Vira Azizah R.
Edi­tor: Nifa K. Fahmi