By using our website, you agree to the use of our cookies.

Kategori: Sastra

Puisi

Manusia Satu Karsa 

Apakah kau tidak tahu Tuhan­mu Maha Bisa? Apakah kau lupa Tuhan­mu maha mahir men­cip­takan karya Apakah iya, Tuhan­mu hanya men­cip­takan makhluk den­gan satu rasa Apakah iya,  Tuhan­mu hanya mam­pu men­cip­takan mahk­luk den­gan satu karsa

Cerpen

Lorong Terjal Erdogan 

Ten­gah malam para makhluk Tuhan ter­bar­ing mer­a­jut mimpi. Ada kehidu­pan lain yang men­jalankan tugas­nya untuk mengek­sekusi. Jam dua belas malam sel Erdo­gan dige­­dor-gedor, tan­da bah­wa dia harus segera dis­eret ke ruan­gan yang pen­gap, segalanya ser­ba ter­tut­up tidak ada…

Cerpen

Beruntung 

Deru ken­cang kicau burung gere­ja mem­ban­gunkan tidur seo­rang gadis. Matanya mulai ter­bu­ka dan duduk seje­nak sebelum ban­gun sem­bari menen­gok jam dind­ing. Ia ber­jalan menu­ju rak buku di depan pin­tu, mengam­bil salah satu buku lalu mem­ba­canya. Getar gawai mengalihkan…

Puisi

Ketidaksukaan yang Dibiasakan 

Keti­ka fajar menam­pakkan diri, aku merias diri Keti­ka Surya ber­jalan mer­an­jak, ker­tas kutulis den­gan ran­cak Keti­ka sang panas lep­as dari suatu ikat, aku pulang untuk berangkat Keti­ka gema tak­birku mengge­ma, aku mulai mem­ba­suh resah gulana Keti­ka itu rembulan…

Puisi

Di Ujung Senja Tanah Papua 

Nam­pak, kaki-kaki kecil melukis jejak pada buti­ran-buti­ran kristal putih pasir. Melu­ap panas pada suhu sejengkal tan­gan di atas tudung Menampik sen­gat­nya, merekah mer­ah pada wajah ibu per­ti­wi Men­gayunkan rona sen­ja, di seti­ap helai daun-daun yang gugur Menulis bah­wa “Aku Bangga…

Puisi

Dimana Negeri Agraris? 

Malamku berpacu don­geng kan­cil men­curi men­timun Kakekku yang bungkuk bernarasi den­gan air liur yang ser­ing mun­crat ke lan­git-lan­git Katanya sawah-ladan­gnya luas, musim keti­ga men­timunnya besar-besar musim penghu­jan padinya pun demikian Tak hay­al jika kan­­cil-kan­­cil turun gunung

Cerpen

Harapan pada Sebuah Nama 

Semen­jak hari itu, aku mem­ben­ci buku. Jil­i­dan berlem­bar ker­tas mem­bu­atku kehi­lan­gan eloknya semes­ta. Pan­dan­ganku mem­baur bersama kabut dan embun pagi hari. Saat itu­lah aku menyadari aku akan mati. Aku buta huruf tatkala tulisan Bu Muyas bak Font Calibri…