Dimensipers.com-Senat Mahasiswa menurut Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) merupakan lembaga dalam struktur organisasi kemahasiswaan yang memegang fungsi kontrol terhadap pelaksanaan Garis Besar Haluan Program (GBHP) lembaga kemahasiswaan PTKI.
Senat Mahasiswa berperan sebagai lembaga normatif atau legislatif dan merupakan perwakilan tertinggi di lingkungan mahasiswa PTKI yang memiliki fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, serta memiliki peran legislasif sebagai subsistem kelembagaan non-struktural ditingkat PTKI.
Pada 25 Desember 2019, Senat Mahasiswa IAIN Tulungagung menyelenggarakan sidang paripurna yang dilanjutkan dengan pemilihan Ketua Senat Mahasiswa Institut (SEMA‑I) periode 2019/2020. Pemilihan diadakan dengan pemungutan dan perhitungan suara yang dihadiri oleh anggota SEMA‑I yang bertempat di Kantor SEMA‑I.
Namun, hasil pemilihan Ketua SEMA‑I periode 2019/2020 ini menimbulkan permasalahan yang berujung dengan munculnya gugatan dari Bujang Tafakur, selaku Ketua SEMA Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) serta M. Syahrul Latif Ansori, selaku Ketua SEMA Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD). Adapun alasan di balik gugatan mereka, yakni, pertama Ketua SEMA‑I bukan berasal dari anggota SEMA‑I dan kedua adalah beberapa anggota SEMA‑I tidak mengetahui adanya sidang paripurna dan pemilihan ketua.
Muhammad Bangkit Saputra selaku Ketua SEMA‑I terpilih mengatakan, bahwa “Masalah paripurna tanggal 25 sudah selesai mengikuti AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, red). Saya diberitahu sama Irfan, gelem ra melbu (mau tidak masuk, red)SEMA‑I. Yo aku lek melbu tok yo gelem. Yowes reshuffle (ya aku kalau masuk saja ya mau. Ya sudah reshuffle, red).” Bangkit sendiri mengira jika M. Irfan Wahyu Prayoga, selaku Ketua SEMA‑I Demisioner telah mengajukan Surat Keputusan (SK) baru. Akan tetapi, setelah diklarifikasi dalam musyawarah kemarin, ternyata Irfan tidak mengajukan SK lagi. “Berarti bukan kesalahan saya.” Tegasnya.
“Tapi kalau meninjau daripada AD/ART maupun SK Dirjen 4961, saya tetap sah. Saya bawakan AD/ART yang masih ditandatangani, distempel oleh Pak Abad juga. Langsung saya balik lagi ke SK Dirjen 4961 saya tinjau dan saya sah. Pak Wadek FASIH juga menanggapi hal itu, Pak Darin. Di tata cara re-organisasi maupun paripurna daripada SEMA‑I itu tidak ada memilih anggota baru,” tambahnya.
Hal tersebut berakibat pada 7 Januari 2020 diadakan rapat dinas kemahasiswaan yang dihadiri oleh Mohammad Irfan Wahyu Prayoga, Muhammad Bangkit Saputra, selaku Ketua SEMA‑I terpilih sekaligus tergugat, Bujang Tafakur dan M. Syahrul Latief Ansori, selaku penggugat, Wakil Dekan III, Kepala bagian Akademik dan Kemahasiswaan, serta Kepala subbagian Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama. Rapat tersebut berlangsung di Meeting Room Rektorat Lantai 2.
Akan tetapi, pada rapat tersebut terdapat beberapa mahasiswa yang ikut hadir di dalamnya. Hal ini selaras dengan pengakuan dari Syaraful Ummah, selaku perwakilan dari Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah, “Sebenarnya yang di undang hanya itu, tapi berhubung saya membawa bukti saya ikut masuk. Yang ikut masuk di luar undangan ada 3, aku dari FUAD, anak FEBI, dan anak FASIH yang ngerti hukum.”
Keikutsertaannya di dalam rapat sebenarnya bertujuan untuk mengangkat masalah paripurna. Akan tetapi, pada akhirnya fokus pembahasan tertuju pada aturan pemilihan. Sebab, pada saat pemilihan Ketua SEMA‑I pada 25 Desember 2019 tidak mengacu pada SK Dirjen Nomor 4961, melainkan pemilihan menggunakan AD/ART Kongres.
“Seharusnya kita pakai aturan sesuai SK Dirjen, tapi mereka pemilihan pakai AD/ART Kongres. Di situ kan sudah menyalahi aturan. Pendek ceritanya itu jadi dua, Bangkit lanjut sesuai SK Dirjen atau pemilihan diulangi, tapi paripurnanya enggak. Pada saat membahas kedua hal itu, suasana sedikit panas antara Bangkit dan yang lain. Akhirnya mahasiswa disuruh keluar semua, dirundingkan oleh pihak birokrasi dan hasilnya pemilihan diulangi,” jelasnya.
Keputusan akhir bahwasanya pemilihan diulang dengan menggunakan satu Panitia Seleksi (Pansel) berdasarkan tugas dari SEMA‑F. Adapun setiap Pansel harus membawa surat tugas yang diperoleh dari Wakil Rektor 3.
Ummah menambahkan, bahwa “Deadline itu kemarin tanggal sembilan, sebenarnya tanggal sembilan Pansel harus sudah kumpul sebelum jam sebelas siang. Tapi ternyata Pansel yang ada cuma dari FEBI sama FUAD. Sebenarnya sudah dihubungi, tapi ya begitu. Akhirnya kumpul tanggal sepuluh, jam tiga, Pansel empat.
Abad Badruzzaman, selaku Wakil Rektor (Warek) 3 Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama menegaskan, bahwa “Apapun hasil rapat ini bersifat final dan mengikat. Setiap hasil dari sebuah musyawarah pasti tidak memuaskan semua pihak, tetapi diharapkan hentikan segala ketidakpuasan untuk kondusivitas Ormawa kita ke depannya.”
Pihak birokrasi sepakat untuk menganulir Ketua SEMA‑I versi paripurna dan akan membentuk panitia seleksi independen. Adapun panitia seleksi merupakan gabungan dari panitia yang telah dibentuk oleh pihak birokrat dengan anggota senat lama yang mereka nilai masih memiliki integritas, serta memiliki keinginan untuk membenahi diri untuk bergabung dengan pansel bentukan pihak birokrat.
“Kalau akan dilaksanakan paripurna nggak apa-apa. Saya dilengserkan enggak apa-apa, tetapi biarkan SEMA mengambil haknya selaku badan legislatif. Saya lebih mendukung seperti itu, walaupun saya tidak ada di situ karena saya tidak ada di SK dan tidak mengajukan SK kembali,” tutur Bangkit.
“Kalau Irfan ingin mengadakan SK ulang dengan anggota sekitar tujuh, delapan, sembilan orang ya silakan. Setelah itu baru paripurna, tapi kalau misalnya dikejar birokrat untuk mengadakan paripurna silakan. Asalkan dengan metode dan hukum yang benar.” Lanjutnya
Berdasarkan hasil rapat, pendaftaran dilaksanakan pada 8–10 Januari 2020. Sedangkan untuk pemilihan sendiri dilaksanakan pada 13 Januari 2020 dan harus disetor lengkap pada 15 Januari 2020 dan diajukan kepada resepsionis.
“Yang dimaksud pendaftaran ini adalah pengusulan nama pengurus SEMA. Tidak boleh nama yang sudah di SK oleh Pak Abad itu, itu menjadi anggota SEMA, tapi bukan ketua. Ketua SEMA itu yang dipilih tanggal 13,” ujar Muniri, selaku Wadek III Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
“Khusus untuk pelantikan kita sudah memberi tanggal awal yaitu tanggal 23 januari 2020, mundur dari yang semula tanggal 15, mundur tanggal 20 dan mundur lagi tanggal 23. Mudah-mudahanan itu adalah keputusan terakhir,” jelas Abad.
Mengenai SK Dirjen Nomor 4961 tahun 2016 tentang organisasi mahasiswa mulai diberlakukan pada tahun 2019, tepatnya pada saat sosialisasi tanggal 10 dan 12 Desember di lantai 6 Gedung Syaifuddin Zuhri. Pada sosialisasi tersebut telah disepakati bahwasanya seluruh Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) atau yang dulunya disebut Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) wajib memberlakukan semua tata organisasi, dan harus merujuk pada SK Dirjen Nomor 4961.
SEMA‑I sesungguhnya telah melakukan pemilihan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA‑I) yakni, sesuai dengan SK Dirjen nomor 4961. Akan tetapi, hal itu tidak dilaksanakan pada saat pemilihan Ketua SEMA‑I, yang mana pada saat pemilihan Ketua SEMA‑I berlandaskan pada AD/ART KBM. Selain itu, pemilihan ketua SEMA‑I dilakukan secara tidak terbuka.
Hal ini selaras dengan pernyataan Abad, bahwasanya “LPJ (lembar pertanggungjawaban, red) nya juga tidak jelas, mereka sudah melakukan LPJ, tapi hingga sekarang saya sendiri belum mendapat laporan atau tembusan sekalipun LPJ dari SEMA lama. Terus beberapa keganjilan juga muncul, misal dilakukan pada hari libur nasional, pada 25 Desember. Belum lagi laporan-laporan mengenai kepesertaan dan sebagainya. Yang paling fatal adalah tata cara pemilihan Ketua SEMA terpilih versi paripurna tidak memberlakukan 4961.”
Pemilihan Ketua SEMA baru bisa terselenggara setelah anggota senat terpilih. Ini adalah urutan logis yang harus diikuti. Kepengurusan SEMA‑I itu berakhir ketika ketua SEMA‑I lama melakukan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) dan secara otomatis kepengurusan SEMA‑I lama sudah berakhir. Dalam hal pembentukan SEMA‑I ada dua tahap, tahap pertama memilih wakil senat dari jurusan, setelah delegasi dari jurusan terwakili, baru dari 33 wakil jurusan itu menentukan siapa dari mereka yang akan jadi Ketua Senat Institut.
“SEMA melakukan kesalahan yaitu, memilih ketuanya dulu. Jelas, di 4961 juga tata caranya yaitu, pemilihan wakil-wakil dari jurusan itu didahulukan. Ini mestinya terkumpul 33 wakil anggota Senat yang mewakili 33 jurusan atau prodi. Baru setelah ada 33 atau tidak persis 33 mungkin setengah + 1, baru mereka menentukan ketua Senatnya. Cara penentuannya bisa aklamasi, bisa lewat pemungutan suara,” tambahnya.
Hingga berita ini terbit, SEMA‑I belum selesai dibentuk dan M. Irfan Wahyu P. selaku Ketua SEMA domisioner saat dihubungi Kru Dimensi tidak bersedia diwawancarai.
Reporter: Ummi Ulfatus S., M. Khozin & Indah Fiqrotul
Penulis: Nurlaila M. Siregar
Redaktur: Rifqi I. Fahrizza
Related posts