Insti­tut Aga­ma Islam Negeri (IAIN) Tulun­ga­gung berlena-lena menan­gani kasus pele­ce­han sek­su­al. Alih-alih men­gusut tun­tas perkara ter­lebih dulu, kam­pus malah mewisu­da ter­la­por kasus pele­ce­han sek­su­al via daring.

Peringatan! Tulisan di bawah ini men­gan­dung kon­ten eksplisit. Kro­nolo­gi kek­erasaan sek­su­al pada pem­ber­i­taan ini sudah men­da­p­atkan per­se­tu­juan dari pihak kor­ban untuk dimuat.

Dimensipers.com – Per­i­hal ini bermu­la pada Kamis, 3 Sep­tem­ber lam­pau, pukul 8.33 malam, Gang­ga, bukan nama sebe­narnya, mencer­i­takan kemasygu­lan­nya pada Kru Dimen­si. Maha­siswi semes­ter 5 ini mela­porkan seo­rang maha­siswa semes­ter 11 berin­isial MAA, juru­san Hukum Kelu­ar­ga Islam (HKI), Fakul­tas Syari­ah dan Ilmu Hukum (FaSIH), IAIN Tulun­ga­gung lan­taran telah melakukan “per­cobaan perkosaan” terhadapnya.

Ihw­al ini ter­ja­di pada Rabu, 2 Sep­tem­ber lalu, sek­i­tar pukul 7.00─8.40 malam, di warung ping­gir jalan sete­lah plang tikun­gan tajam mendekati area Gaze­bo Wil­is Kediri hing­ga per­jalanan pulang. Rabu itu, MAA men­gopi di warung kopi sek­i­tar kam­pus dan bercengk­era­ma bersama Gang­ga sek­i­tar pukul 3─4 sore. Gang­ga mem­inta MAA men­ga­jaknya per­gi berkemah dan MAA merekomen­dasikan berangkat berd­ua ke area Gaze­bo Wil­is Kediri. 

Awal­nya, Gang­ga meno­lak per­gi berd­ua dan mem­beri pil­i­han untuk men­ga­jak teman perem­puan Gang­ga ser­ta teman lela­ki MAA. Namun, MAA mem­ban­tah dan tak akan per­gi bila tidak berd­ua. Gang­ga berpikir dua kali. Meli­hat MAA berkukuh den­gan keten­tu­an­nya, Gang­ga mengiyakan per­syaratan MAA. Dalam benak Gang­ga, seo­rang organ­isatoris seper­ti MAA tak akan berbu­at hal-hal di luar dugaan. 

Jam 4.30, saat saya sedang man­di,” kata Gang­ga. “Ia men­gir­im pesan, ‘Aku wedi ra kuat iman,’ ‘Siap to lek aku ra kuat iman?’ Selang 4 menit, MAA mem­beron­dong pesan, ‘p’ sebanyak 4 kali dan per­tanyaan, ‘Pie ga opo?’ Kare­na saya tidak mere­spons, pukul 4.41, MAA menele­pon dan mem­beron­dong pesan kem­bali sebanyak 4 kali.” Tan­pa kecuri­gaan berlebih ter­hadap MAA, Gang­ga mem­balas pesan untuk berpikir positif. 

Sek­i­tar pukul 5, sep­a­n­jang per­jalanan menu­ju lokasi, MAA terus menawari makanan dan mem­be­likan dua por­si sate kamb­ing dan nasi di sebe­lah utara toko buah barat jalan di area sebelum lam­pu lalu lin­tas jem­bat­an Ngadiluwih. Dalam per­jalanan, pukul seten­gah 7, MAA mel­on­tarkan beber­a­pa per­tanyaan dan memak­sa Gang­ga memi­jit tubuhnya. 

Mendekati tem­pat tujuan pada pukul 7, kare­na pengli­hatan ter­ha­lang kabut tebal, MAA menghen­tikan kendaraan mere­ka ke sebuah warung bert­ingkat yang sedang tut­up. Warung itu berben­tuk segi empat dari bam­bu. Di ruan­gan pal­ing bawah warung ter­da­p­at 2 hing­ga 3 bilik, dan 1 bilik berlese­han di lan­tai dua. Ting­gi lan­tai 2 terse­but setara den­gan leher orang dewasa. Untuk duduk di lan­tai 2, harus melom­pat atau naik melalui kur­si panjang. 

Saat melom­pat ke lan­tai dua guna mena­ta barang mere­ka di warung terse­but, tepat bera­da di belakang Gang­ga, MAA menawari ban­tu­an den­gan men­em­pelkan tan­gan kanan­nya dan memegang pan­tat Gang­ga. Gang­ga men­gelit meny­ingkirkan tan­gan MAA dari pantatnya.

Sehabis mere­ka memakan sepor­si sate kamb­ing, Gang­ga merasa keding­i­nan dan tiba-tiba MAA merangkul­nya. Gang­ga meny­ingkirkan tan­gan MAA, namun, pun­daknya terus dirangkul. Sete­lah usa­ha Gang­ga meny­ingkirkan tan­gan MAA telah berhasil, MAA menanya, “Mosok awak­mu urung tau didemok cah lanang?” ‘’Aku rung tau didemok sopo-sopo,” jawab Gang­ga. MAA menanya sam­bil merangkul kem­bali, “Mosok awak­mu urung tau dikenekne?’’ Son­tak Gang­ga meny­ingkir dan men­co­ba melepaskan diri.

MAA memeluk dan mema­sukkan tan­gan­nya ke dalam baju Gang­ga. Spon­tan Gang­ga pun kaget dan meny­ingkir dari MAA. Gang­ga mengam­bil tas miliknya, tapi lagi-lagi MAA meraih dan mendekap tubuh Gangga. 

Ia terus meny­erang dan mer­a­ba selu­ruh tubuh Gang­ga. Gang­ga yang bera­da di atas tubuh MAA, berusa­ha melepaskan diri, tapi cengk­era­man semakin kuat. MAA men­gangkat wajah dan men­ci­um bibir Gang­ga. Ciu­man berikut­nya, Gang­ga menut­up rap­at-rap­at bibirnya dan marah. MAA tertawa ter­ba­hak-bahak dan men­co­ba men­ci­um Gang­ga beber­a­pa kali. Gang­ga terus menut­up mulut­nya rap­at-rap­at hing­ga MAA marah dan membentak. 

Gang­ga berusa­ha melepaskan diri tapi MAA terus men­cengk­er­am. MAA men­co­ba mema­sukkan tan­gan­nya ke area dada, menyen­tuh dan men­cu­bit­nya. Gang­ga menangis dan bert­e­ri­ak, namun, MAA terus memegang dadanya sam­pai paka­ian dalam Gang­ga lep­as. MAA meng­gul­ingkan Gang­ga ke kanan, tapi Gang­ga terus melawan dan berteriak. 

Sete­lah digul­ingkan lagi ke bawah, MAA mem­ben­tak agar tidak bert­e­ri­ak, Gang­ga men­co­ba berdiri dan berhasil lep­as. Gang­ga lang­sung mem­be­nahi paka­ian­nya dan melom­pat dari warung. MAA marah dan mem­ben­tak Gang­ga yang terus menangis dan mem­inta pulang. 

Pukul 8.09, mere­ka pun pulang, per­jalanan begi­tu lam­bat dan sep­a­n­jang per­jalanan, beber­a­pa kali MAA mer­a­ba-raba Gang­ga dari depan. Gang­ga menampik tan­gan MAA yang terus mer­a­ba area dada dan alat kelamin­nya. MAA terus saja mer­a­ba, sesekali MAA men­cengk­er­am dan menarik tan­gan Gang­ga ke depan untuk berpe­gan­gan pada tubuh­nya. Lagi-lagi Gang­ga berusa­ha melepaskan diri dan mem­inta diturunkan. 

Mes­ki kon­disi jalanan ramai, MAA tetap men­co­ba meraih Gang­ga dari depan. Gang­ga terus menangis dan mengeraskan suaranya, lan­tas MAA mema­ki-maki Gang­ga agar tidak menangis di kera­ma­ian. Gang­ga mena­han tangis­nya den­gan meng­gig­it bibir agar suara tidak kelu­ar. Gang­ga terus menampik tan­gan MAA yang terus mer­a­ba-raba dari depan dan men­co­ba meraih tan­gan­nya. Gang­ga terus mende­sak MAA untuk menghen­tikan motornya.

Mendekati jem­bat­an Ngadiluwih, MAA masih saja berusa­ha meraih tan­gan Gang­ga. Sesam­pai di lam­pu mer­ah jem­bat­an Ngadiluwih, tiba-tiba MAA menghen­tikan motornya di ping­gir jalan. Gang­ga turun dari motor dan ber­jalan mence­gat bus. 

Rabu, 9 Sep­tem­ber lalu, Kru Dimen­si men­e­mui teman-teman seor­gan­isasi MAA. Menden­gar adanya tiga kor­ban lain yang men­gala­mi trau­ma dan memil­ih bungkam. Kru Dimen­si pun men­gadukan kasus ini ke rek­torat kam­pus pada Rabu, 16 Sep­tem­ber. Den­gan dal­ih PBAK, Gang­ga harus menung­gu pemang­gi­lan dari kam­pus sela­ma 14 hari dan pada Rabu, 30 Sep­tem­ber, Gang­ga mener­i­ma pesan dari Muham­mad Asrori, Kepala Bagian Akademik beru­pa foto surat undan­gan atas nama Abad Badruz­za­man, Wak­il Rek­tor Bidang Kema­ha­siswaan dan Ker­ja Sama men­gun­dang Gang­ga den­gan keper­lu­an dinas pada Kamis, 1 Okto­ber lalu. 

Selepas menyi­ap­kan dirinya guna memenuhi undan­gan terse­but. Kamis itu, Gang­ga bersama Kru Dimen­si men­datan­gi kam­pus. Tetapi mere­ka tak diper­bolehkan masuk, sebab dalam prose­dur masuk kam­pus harus melakukan cek suhu, mak­si­mal 36 der­a­jat Cel­sius. Sedan­gkan suhu tubuh Gang­ga cukup ting­gi, 37 der­a­jat Cel­sius. Sat­pam kam­pus melarang Gang­ga naik ke ruang perte­muan, lan­tai dua gedung rektorat. 

Wal­hasil, Darin Arif Mual­lifin, Wak­il Dekan Bidang Kema­ha­siswaan dan Ker­ja Sama, FaSIH, men­e­mui Gang­ga dan berbin­cang empat mata di sebe­lah barat pos sat­pam. Bagi Gang­ga, tang­ga­pan Ket­ua Biro Penyu­luhan, Kon­sul­tasi dan Ban­tu­an Hukum (BPKBH) itu sung­guh menge­ce­wakan, sebab menyu­ruh Gang­ga memaafkan tin­dakan MAA. Darin juga melarang Kru Dimen­si melan­jutkan pen­dampin­gan­nya den­gan alasan men­ja­ga aib Gang­ga agar tak dike­tahui khalayak.

Selang enam hari usai perte­muan Gang­ga den­gan Darin, Rabu, 7 Okto­ber lam­pau, MAA tiba-tiba men­gir­im per­mintaan maaf ke Gang­ga via What­sApp. Pesan itu berisikan per­mintaan maaf atas perkataan cab­ul dan kasar yang dilon­tarkan MAA saat keja­di­an. Ia men­gaku hanya mem­ben­tak dan tak per­nah berbu­at dursila.

Menge­tahui bah­wa Novem­ber MAA akan diwisu­da, semen­tara itu kam­pus tak mem­beri pem­ber­i­tahuan apa pun, Jumat, 16 Okto­ber, Gang­ga menanyakan keber­lan­ju­tan atas lapo­ran­nya. Lewat perbin­can­gan mere­ka, Darin men­gatakan bah­wa ia tidak men­e­mukan jalan kelu­ar atas ihw­al ini. “Saya sudah men­e­mui yang bersangku­tan untuk kon­fir­masi, tapi tidak ada kata sam­bung dari mas­ing-mas­ing per­son, yang jelas, anakku berd­ua sela­mat,” tulis Darin via What­sApp kepa­da Gangga.

Screen­shot pesan what­sApp Darin den­gan penyintas.

Darin bertanya-tanya tin­dakan apa yang harus diam­bil­nya, men­da­p­ati keteran­gan dan pen­gakuan yang berbe­da dari ked­ua pihak. Ia juga mem­inta MAA bersumpah atas jawa­ban yang dilon­tarkan­nya, tapi hasil tetap samar. MAA tetap diikut­ser­takan dalam yud­i­s­i­um pada Selasa, 3 November.

Sab­tu, 7 Novem­ber lam­pau, Gang­ga mem­inta keteran­gan lebih lan­jut atas per­soalan­nya. Darin men­gatakan, “.…Pas­cayu­d­i­s­i­um ada pem­bicaraan den­gan Pimp­inan, Dekan, Wak­il Rek­tor 3 dan Kepala Biro ter­hadap kasus terse­but, mes­ki tidak ada sak­si dan buk­ti kecuali dari pen­gakuan mas­ing-mas­ing, insyaal­lah disikapi ijazah dari MAA dita­han di kam­pus.… Sebelum keja­di­an dia sudah lulus dan itu haknya, semen­tara kasus­nya juga belum bisa dibuk­tikan kesala­han­nya, sia­pa yang bisa, bila tidak ada pen­gakuan, buk­ti dan sak­si,.… Bila ijazah dita­han itu kebijakan.”

Segera selepas menge­tahui jawa­ban Darin, Kru Dimen­si menghubun­gi MAA guna mengk­lar­i­fikasi kro­nolo­gi saat keja­di­an. MAA mencer­i­takan bah­wa sore itu Gang­ga men­ga­jak MAA per­gi berkemah, MAA masih ragu untuk mengiyakan hing­ga mel­on­tarkan per­tanyaan yang kurang sopan agar mem­bat­alk­an ajakan Gang­ga. Mere­ka lalu berangkat, mem­be­li sate, dan MAA men­da­p­at pesan bah­wa pagi ia harus pulang. 

Malam itu, hujan sudah mulai turun mendekati pin­tu loket, hing­ga di pin­tu loket ter­tulis bah­wa tem­pat wisa­ta belum boleh dikun­jun­gi. Mere­ka tetap melan­jutkan per­jalanan sam­pai kabut tebal dan hujan lebat meng­ham­bat lalu memu­tuskan untuk bert­e­duh. Di situ mere­ka memakan sate, MAA baru menyadari dan mem­ben­tak Gang­ga yang tidak memakai jaket sebab mem­ba­hayakan­nya. Gang­ga merasa keding­i­nan dan mulai menangis, lan­taran Gang­ga tidak meng­habiskan makanan­nya, MAA mem­ben­taknya kembali.

Pada akhirnya mere­ka memu­tuskan pulang sebab kabut tebal dan hujan lebat menu­tupi pan­dan­gan. Sete­lah mele­wati perem­patan Ngadiluwih, atas per­mintaan Gang­ga, MAA menu­runk­an­nya di ping­gir jalan dekat Rumah Sak­it Umum Arga Husa­da, Ngadiluwih, Kediri.

Vik­timisasi

Sehabis per­soalan pada Rabu 2 Sep­tem­ber lalu, Gang­ga mem­beranikan diri mencer­i­takan kasus­nya ter­hadap orang-orang yang diang­gap­nya mene­nangkan. Namun, tak jarang Gang­ga jus­tru men­da­p­at tang­ga­pan tak sedap lan­taran kepu­tu­san­nya per­gi berd­ua. Awal­nya, Sab­tu, 5 Sep­tem­ber, Gang­ga men­da­p­at pesan dan tele­pon dari teman dekat MAA, sebut saja Dur­na. Dur­na men­gatakan bah­wa seharus­nya, keti­ka berani per­gi berd­ua dan ter­ja­di semacam itu, baginya itu sudah risiko.

Vik­timisasi ini dilakukan pula teruta­ma oleh seo­rang dosen yang diper­caya Gang­ga mema­ha­mi situ­asinya. Dalam pesan What­sApp yang Gang­ga tun­jukkan pada Dimen­si pada Rabu, 23 Sep­tem­ber pukul 8.18 malam, dosen terse­but men­gatakan, “Per­ta­ma-per­ta­ma, bersyukurlah kamu sela­mat dari keganasan­nya yang lebih berba­haya. Syukuri Allah melin­dungimu. Ked­ua, maafkan dirimu sendiri. Maafkan bah­wa kamu ter­lalu berani per­gi berd­ua saja. Sebe­narnya itu salah, tapi sudah ter­lan­jur ter­ja­di, maka kamu harus bisa memaafkan. Agar hatimu tidak ter­be­bani rasa bersalah.”

Hal seru­pa turut dilon­tarkan oleh Darin. Sab­tu, 7 Novem­ber pukul 12.09 via pesan What­sApp yang ditun­jukkan Gang­ga pada Dimen­si, Darin menyam­paikan, “Sehubung Pak Darin tidak mam­pu men­damaikan, yang menu­rut saya ada unsur sama-sama salah­nya, untuk berkhidmah dari keja­di­an masa lalu dan sal­ing memaafkan. Saya ser­ahkan kem­bali pada pimp­inan untuk berd­ua diperte­mukan, sori ya Mbak.”

Pola Upaya Terlapor 

Ming­gu, 8 Novem­ber lalu, Kru Dimen­si men­e­mui seo­rang sak­si yang meru­pakan teman MAA dan pener­i­ma adu­an keti­ga kor­ban lain. Ia kesuli­tan meng­hadirkan keti­ga kor­ban yang memil­ih untuk diam dan tidak menyoal perkara sebab prob­lem traumatis.

Bis­ma, bukan nama sebe­narnya, merasa posisinya dile­ma. Pasal­nya, ia ingin mem­ban­tu agar tak ter­ja­di lagi tin­dakan semacam ini, di sisi lain, ia menguta­makan per­lin­dun­gan sak­si dan kor­ban den­gan tidak mem­pub­likasi nama mere­ka.  “Ada tiga pela­por yang berceri­ta padaku, satu kor­ban seangkatan den­gan pelaku dan dua kor­ban meru­pakan angkatan 2019,” ujar Bisma.

Bis­ma men­gatakan bah­wa ia per­nah mem­ba­ca pesan-pesan yang dikir­imkan ke Par­wati dan Anjani (bukan nama sebe­narnya), ked­ua kor­ban pele­ce­han. “Polanya sama, intinya nga­jak kete­muan, yang pal­ing memak­sa itu seti­ap hari tele­pon dan men­gir­i­mi pesan men­ga­jak kete­muan berd­ua, berkemah bareng. Dalam pesan terse­but, men­garah ke pem­ba­hasan seks, ngeres lah,” jelas Bisma.

Menu­rut keteran­gan Par­wati yang pada hari Ming­gu dihubun­gi Bis­ma melalui tele­pon, Par­wati merasa tidak nya­man ter­hadap MAA atas tin­dakan­nya yang dini­lai men­jengkelkan. Ia ter­pak­sa menu­ru­ti ajakan-ajakan MAA lan­taran men­gang­gap­nya seba­gai kakak sendiri. Ajakan-ajakan terse­but perki­raan dilakukan di awal pan­de­mi meny­erang hing­ga perkara Gang­ga menye­bar. Sem­u­la MAA hanya men­ga­jak per­gi jalan-jalan, lam­bat laun sikap­nya semakin memak­sa untuk bermacam-macam.

Saat Par­wati terus-teru­san dihubun­gi MAA, ia menge­tahui bah­wa Anjani juga men­da­p­at pesan yang sama, beru­pa ajakan men­gopi berd­ua dan pesan-pesan cab­ul. “Dulu pesan-pesan itu pasti kuha­pus to, wak­tu dia komen­tar storiku, aku tang­gapi, terus dia jawab, lang­sung eng­gak kutang­gapi lagi. Takut Nda aku, Ya Allah. Pen­gen kublokir tapi ya udah lah. Takut juga aku den­gan orang itu, kasar. Aku ya eng­gak kepiki­ran sam­pai begi­tu kalau dia bakal ketiban kasus, pikirku ya kayak mas-mas yang lain gitu,” ungkap Parwati.

MAA men­gan­dalkan senior­i­tas. Bis­ma menyam­paikan bah­wa posisi seba­gai maha­siswa tua digu­nakan­nya untuk menun­dukkan kor­ban kala tin­dakan itu dilakukan. MAA mem­ban­gun keper­cayaan melalui pesan-pesan man­is, kemu­di­an men­gitim­i­dasi kor­ban wak­tu bertat­ap muka.

Pelaku ini di samp­ing sifat­nya yang men­garah ke seks dia itu pemiki­ran­nya juga salah, dia men­gang­gap keti­ka seo­rang perem­puan ser­ing kumpul den­gan lela­ki dan mau dia­jak per­gi berd­ua pasti mau dia­jak (hubun­gan badan). Suatu keti­ka semua orang tidur sendiri-sendiri, tiba-tiba pelaku datang ke tem­pat Saraswati (bukan nama sebe­narnya) merangkul-rangkul tapi Saraswati menghin­dar. Nah, pas dia ceri­ta aku eng­gak men­gu­lik lebih dalam perkaranya wak­tu itu. Aku cuma bilang untuk men­ja­ga jarak,” pungkas Bisma.

Bagaimana Kam­pus Mem­fasil­i­tasi Peny­in­tas Kek­erasan atau Pele­ce­han Seksual

Kam­pus yang sedang beral­ih sta­tus menu­ju UIN ini belum memi­li­ki lem­ba­ga pener­i­ma adu­an khusus atas kek­erasan atau pele­ce­han sek­su­al yang diala­mi maha­siswa-maha­siswinya. Dhia Al Uyun, dosen Fakul­tas Hukum Uni­ver­si­tas Braw­i­jaya saat Kru Dimen­si wawan­car­ai hari Senin, 9 Sep­tem­ber lalu, men­gatakan bah­wa kam­pus hen­daknya tidak men­cari kor­ban (atau pela­por) dan mem­per­cayakan pada lem­ba­ga yang nya­man bagi kor­ban untuk men­da­p­at layanan tepat psikol­o­gis, hukum dan kesehatan. 

Lalu kam­pus juga harus menon­ak­tifkan ter­la­por dan men­jamin ter­la­por men­jalani pros­es hukum yang ada. Ini pent­ing agar ter­la­por tidak meng­in­ter­ven­si kor­ban dan meny­atakan bah­wa kam­pus berpi­hak pada kor­ban. “Kam­pus harus mem­berikan per­lin­dun­gan pada kor­ban aki­bat tuduhan pence­maran nama baik dan men­jamin pros­es pem­be­la­jaran ber­jalan baik,” ujar Dhia.

Sela­ma ini kam­pus masih meng­gu­nakan Kode Etik Maha­siswa (KEM) seba­gai lan­dasan hukum atas penye­le­sa­ian perkara-perkara sebelum­nya. Saat Kru Dimen­si mewawan­cara Darin pada Sab­tu, 7 Novem­ber, ia men­gungkap­kan bah­wa tidak ada kebi­jakan khusus yang men­gatur ihw­al kasus pele­ce­han. Kam­pus hanya melakukan musyawarah dan mem­beri sanksi sesuai KEM.

Menu­rut­nya sikap men­damaikan dalam per­masala­han yang tidak memi­li­ki titik temu sebab keteran­gan ked­ua pihak berbe­da, diang­gap bijak dan tidak berlarut-larut. “Salah satu kebi­jakan sudah saya lakukan, agar masalah atau aib tidak menye­bar,” ucapnya.

Abad Badruz­za­man, Wak­il Rek­tor bidang kema­ha­siswaan dan Ker­ja sama saat dite­mui Kru Dimen­si pada Senin, 9 Sep­tem­ber, menyam­paikan bah­wa secara umum KEM bisa diki­askan pada kasus asusi­la dan seba­gainya, tetapi tidak sam­pai tingkat detail sebab KEM hanya nor­ma umum yang menaun­gi. Nan­ti­nya, kam­pus akan meli­hat dulu materi dan kon­disi konkret berdasarkan hasil persidangan. 

Yang jelas bila itu betul-betul masuk dalam tin­dakan pele­ce­han sek­su­al atau tin­dak kek­erasan, akan kami lihat materi huku­man­nya apa dan di situ terse­dia dari mulai yang teringan hing­ga yang ter­ber­at,” tuturnya.

Dalam kode etik, menu­rut Abad, sela­ma itu meru­pakan nya­ta-nya­ta pelang­garan asusi­la, per­tim­ban­gan­nya bukan per­tim­ban­gan hukum. “Yang jelas sudah men­coreng nama kam­pus, ya dikelu­arkan atas nama itu, kare­na dia juga tidak menu­ju ke pihak kepolisian, kalau ingin ditin­dak seper­ti apa hukum­nya, ya silahkan datang ke kepolisian,” imbuh Abad.

Bila ada maha­siswa luar atau maha­siswa IAIN Tulun­ga­gung yang melang­gar asusi­la, tan­das Abad, dia telah melang­gar kode etik. Kare­na kam­pus tetap men­ja­ga mar­wah­nya atas nama asusi­la. Berdasarkan kaca­ma­ta kam­pus, sela­ma dilakukan suka sama suka, tetap diam­bil tin­dakan. Delik dalam kasus ini pun berlapis, yakni kesusi­laan dan delik perkara. “Yang jelas dalam kaca­ma­ta hukum masih asum­si dan klaim dan itu per­lu pem­buk­t­ian. Bah­wa ini pent­ing, iya tapi banyak yang lebih pent­ing,” ujarnya. 

KEM IAIN Tulun­ga­gung meru­pakan hasil pem­ba­haru­an tahun 2018. Kepu­tu­san Rek­tor IAIN Tulun­ga­gung nomor 257 terse­but pada BAB IV ten­tang Larangan, Pasal 6, Huruf X, hala­man 4─5, melarang berz­i­na atau melakukan per­bu­atan yang mendekati perzinaan.

Kru Dimen­si saat mewawan­car­ai MAA pada Ming­gu, 8 Novem­ber men­da­p­ati ter­la­por menge­tahui bah­wa dalam Islam, kesak­sian orang melakukan perz­i­naan harus den­gan empat orang sak­si perem­puan atau dua orang sak­si lela­ki, dan menyak­sikan secara langsung.

Dhia, yang juga Kood­i­na­tor Tim Task Force Anti Kek­erasan Sek­su­al di Kam­pus itu menang­gapi  pasal KEM yang men­ja­di dasar penye­le­sa­ian atas prob­lem pele­ce­han yang diala­mi oleh civ­i­tas aca­d­e­m­i­ca. Menu­rut­nya, Kode Etik Maha­siswa tidak cukup mem­fasil­i­tasi kor­ban pele­ce­han, jus­tru KEM mem­bu­at kor­ban atau peny­in­tas terke­na tuduhan pence­maran nama baik. Pele­ce­han sek­su­al adalah keja­hatan bukan etik, sehing­ga yang melang­gar harus dip­i­dana. Seti­daknya kam­pus men­gelu­arkan pelaku agar tidak ter­ja­di kek­erasan serupa.

Kek­erasan sek­su­al memang tan­pa sak­si namun, menu­rut Dhia, tiap tin­dakan kek­erasan selalu mem­bekas, baik secara psikol­o­gis atau kese­hatan. Hal terse­but dap­at dibuk­tikan. Pelaku selalu bertabi­at denial, sebab itu sudah men­ja­di modus. Pelaku meman­faatkan kepolosan kor­ban untuk meman­faatkan situ­asi, hal ini dap­at diindikasi bah­wa keja­di­an semacam ini tidak hanya sekali terjadi. 

Namun, pelaku biasanya cer­oboh jika melakukan wawan­cara, pola menu­tupi kesala­han dap­at ter­ba­ca melalui paparan argu­men­tasi peno­lakan. Oleh kare­na penan­ganan kasus kek­erasan atau pele­ce­han sek­su­al berbe­da den­gan kasus lain,”  terangnya. 

Menyoal tin­dakan kam­pus per­i­hal ini, Abad menyam­paikan bah­wa secara umum pihak rek­torat telah mem­inta Pusat Stu­di Gen­der dan Anak (PSGA) untuk segera meru­muskan dan mener­bitkan per­at­u­ran rek­tor yang terkait den­gan kek­erasan seksual. 

Per­mintaan ini dis­am­paikan melalui Sulis pada 26 Okto­ber lalu, selepas beredarnya Stan­dard Oper­a­tional Pro­ce­dure (SOP) pence­ga­han dan penan­ganan kek­erasan sek­su­al melalui kepu­tu­san rek­tor IAIN Kediri.

Dalam menyusun SOP dan per­at­u­ran rek­tor ten­tang kek­erasan sek­su­al di IAIN Tulun­ga­gung, kam­pus akan melandasi dari hasil penelit­ian seder­hana di empat fakul­tas dan juga maha­siswa. Adanya kasus baik dari dosen maupun maha­siswa akan didahu­lui den­gan webi­nar ten­tang sosial­isasi SOP dan per­at­u­ran rek­tor terse­but den­gan men­gun­dang Ali­mat­ul Qibtiyah seba­gai Komi­sion­er Kom­nas Perempuan. 

Nan­ti­nya, PSGA menyosial­isas­ikan SOP dan per­at­u­ran rek­tor, adanya tim pen­cari fak­ta ten­tu berdasarkan pen­gad­u­an dan lapo­ran yang sama den­gan mekanisme hukum, yakni kam­pus akan menen­tukan perkara sete­lah pros­es pen­gadi­lan atau ter­da­p­at pihak-pihak bersangku­tan men­e­mukan fak­ta ter­ten­tu. “Tetapi kalau tidak ada keja­di­an dan tiba-tiba men­ja­di polisi syari­at dan katakan­lah terus mema­ta-matai meng­in­tai itu bukan SOP kami, kare­na bukan di situ tujuan uta­manya kam­pus dis­e­leng­garakan,” ujar Abad.

Ada­pun perkara yang dila­porkan Gang­ga, Abad men­gatakan bah­wa kam­pus belum bisa menghuku­mi ihw­al terse­but seba­gai kasus pele­ce­han sek­su­al lan­taran lapo­ran yang Dimen­si ajukan seba­gai delik adu­an hanya beru­pa keteran­gan dari Gang­ga yang men­gaku diri seba­gai kor­ban. Ia juga men­gatakan bah­wa dalam kaca­ma­ta hukum ten­tu kam­pus gegabah bila menghuku­minya seba­gai pele­ce­han sek­su­al atau pun kek­erasan seksual.

Ingat ini ranah hukum, bukan ranah asum­si, seribu kali atau pun seju­ta kali, men­gaku akan diperkosa, men­gaku men­da­p­atkan kek­erasan, ia pen­gakuan, tapi per­lu pem­buk­t­ian lewat mekanisme pen­gadi­lan. Jadi ini bukan masalah harus berpi­hak ke sia­pa. Dalam pen­gadi­lan, yang harus didatangkan adalah pen­gadu, yang diadukan, dan dewan pen­gadil,” tandasnya.

Kam­pus meren­canakan akan melakukan sidang pen­gadi­lan mem­perte­mukan pela­por, ter­la­por, wak­il kepala biro, wak­il rek­tor tiga, kepala bagian akademik, wak­il dekan 3, dan dekan salah satu fakul­tas pada Senin, 16 Novem­ber mendatang.

Ten­tu saja bukan sidang dalam pengert­ian di kepolisian di kejak­saan, tetapi dis­esuaikan den­gan ruh dan napas kam­pus, semi pen­gadi­lan, kor­ban boleh men­da­p­atkan pen­dampin­gan lewat PSGA atau Pos Ban­tu­an Hukum (Pos­bakum) yang ada di FaSIH, pen­dampin­gan dari luar diper­bolehkan tetapi kalau betul-betul diny­atakan kor­ban mem­inta per­lin­dun­gan,” papar Abad.

Abad juga menam­bahkan bah­wa pen­dampin­gan dari pihak luar bisa dida­p­atkan sete­lah adanya kepu­tu­san pen­gadi­lan atas pihak yang betul-betul kor­ban dan pihak pelaku kek­erasan di mata hukum, bukan berdasarkan asum­si dan pen­gakuan sepi­hak. Namun, dalam ran­can­gan kam­pus tidak ada pihak perem­puan dalam per­si­dan­gan kecuali pela­por dan seo­rang dosen yang pela­por minta mendampingi.

Dhia yang juga Tim pen­gu­rus KIKA menyam­paikan bah­wa pen­gakuan pelaku bukan alat buk­ti, penyangkalan adalah petun­juk bagi hakim yang dap­at men­ja­di hal pem­ber­at huku­man pada pelaku. Kor­ban layak dilin­dun­gi, bahkan kor­ban tidak ada kewa­jiban mem­berikan keteran­gan lang­sung, cukup pen­damp­ingnya saja. Kare­na hukum dibu­at untuk melin­dun­gi. Pelaku pun­ya kuasa, sedang kor­ban tidak, di sini­lah hukum berperan.

Kor­ban dilin­dun­gi hukum,” tan­das­nya. Dalam kasus ini, kam­pus seharus­nya men­gelu­arkan pelaku, kare­na jika pelaku menyan­dang gelar akademik insti­tusi sedan­gkan ia tetap pelaku akan men­ja­di per­taruhan besar bagi uni­ver­si­tas atau insti­tusi. Diamnya insti­tusi pen­didikan adalah pem­biaran ter­hadap pelang­garan HAM.

Pukul 7. 30 pagi, Selasa, 10 Novem­ber lam­pau, IAIN Tulun­ga­gung jus­tru mewisu­da MAA via dar­ing. Tiga hari sete­lah­nya, pada Jumat, 13 Novem­ber pukul 2.21 siang, Asrori men­gir­i­mi Gang­ga surat undan­gan untuk meng­hadiri keper­lu­an dinas pada Senin, 16 Novem­ber men­datang, pukul 10 pagi di ruang perte­muan lan­tai 2 gedung rektorat.

Penulis: Muham­mad F. Rohman
Redak­tur: Nifa Kur­nia F.