Organ­isasi Kese­hatan Dunia (WHO) mendefin­isikan kese­hatan seba­gai kon­disi yang baik secara fisik, men­tal, dan sosial. Pun den­gan kese­hatan men­tal, menu­rut WHO adalah keadaan sejahtera di mana seti­ap indi­vidu bisa mewu­jud­kan poten­si mere­ka sendiri. Artinya, sese­o­rang dap­at dikatakan dalam kon­disi men­tal yang baik saat ia menyadari akan potensinya, mam­pu meng­hadapi stres har­i­an, bek­er­ja secara pro­duk­tif, dan dap­at mem­berikan kon­tribusi yang baik pada masyarakat. 

Secara glob­al, masalah kese­hatan men­tal masih men­ja­di prob­lem yang serius. Organ­isasi Kese­hatan Dunia dan Insti­tute for Health Met­rics and Eval­u­a­tion (Lem­ba­ga Metrik dan Eval­u­asi Kese­hatan) mela­porkan lebih dari 800 ribu orang bunuh diri seti­ap tahun­nya. Per­masala­han yang besar pada umum­nya ter­ja­di di negara-negara yang berpeng­hasi­lan ren­dah dan menen­gah. Seba­gai negara berkem­bang, Indone­sia men­ja­di salah satu negara yang masih memi­li­ki berba­gai tan­ta­n­gan terkait masalah ini, mulai dari kurangnya tena­ga ahli hing­ga masih maraknya kesalah­pa­haman dan stig­ma pada orang-orang den­gan masalah kese­hatan mental.

Apala­gi sekarang telah gen­car-gen­car­nya kema­juan teknolo­gi dig­i­tal yang menya­jikan kon­ten-kon­ten ten­tang kese­hatan men­tal mem­bu­at berba­gai isti­lah-isti­lah seper­ti depre­si, bipo­lar, ski­zofre­nia, dan lain seba­gainya, men­ja­di tidak asing lagi di telin­ga kita. Meskipun begi­tu, tidak kemu­di­an mem­bu­at stig­ma ter­hadap orang den­gan gang­guan men­tal bisa hilang begi­tu saja. Dilan­sir dari pijarpsikologi.org masih ada 75% orang yang men­da­p­atkan stig­ma dari gang­guan men­tal yang dideritanya.

Kebanyakan orang den­gan gang­guan men­tal eng­gan memerik­sakan kon­disinya pada psikolog atau psiki­ater kare­na ketaku­tan akan dito­lak, dile­cehkan, dan diku­cilkan oleh masyarakat. Hal ini ten­tu saja dikare­nakan penge­tahuan ten­tang kese­hatan men­tal belum dim­i­li­ki oleh seba­gian besar masyarakat kita. Apala­gi ada keper­cayaan bah­wa orang den­gan gang­guan men­tal adalah orang yang sulit, tidak cer­das, berke­mam­puan ren­dah, dan tidak bisa disembuhkan. 

Dalam masyarakat tra­di­sion­al kita, isu kese­hatan men­tal masih men­ja­di salah satu hal yang tabu untuk dibicarakan. Seo­rang den­gan gang­guan men­tal ser­ingkali didiskrim­i­nasi den­gan sebu­tan ekstrem seper­ti ‘kegi­laan’ atau sak­it jiwa. Masalah kese­hatan men­tal juga ker­ap dikait-kaitkan den­gan orang yang kurang beri­man, kurang berib­adah, tidak bersyukur, hing­ga kera­sukan jin. Persep­si yang salah ini mem­bu­at penan­ganan ter­hadap orang den­gan gang­guan jiwa men­ja­di tidak tepat. Tak jarang ada kasus di mana orang tua merukyahkan anaknya yang memi­li­ki masalah men­tal. Bahkan, menu­rut data Riset Kese­hatan Dasar (Riskes­das) 2018 ada 14% pen­deri­ta gang­guan men­tal yang per­nah atau sedang dipasung.

Pada keny­ataan­nya, sese­o­rang yang beri­man dan rajin ibadah pun bisa menderi­ta gang­guan men­tal. Yang mem­pen­garuhi tingkat kese­hatan men­tal sese­o­rang adalah fak­tor biolo­gi, psikolo­gi, dan sosial, tidak ada hubun­gan­nya den­gan keimanan sese­o­rang. Stig­ma lain men­gatakan bah­wa sese­o­rang den­gan gang­guan men­tal adalah orang yang tidak cer­das dan tidak bisa suk­ses di kehidu­pan­nya. Hal ini ten­tu saja tidak benar. Sederet artis seper­ti Sele­na Gomez, Demi Lova­to, hing­ga Mar­shan­da telah mem­buk­tikan bah­wa sese­o­rang den­gan gang­guan men­tal tetap bisa men­ja­di orang yang cer­das dan mam­pu mem­berikan kon­tribusi yang baik untuk masyarakat. 

Sama seper­ti kese­hatan fisik, gang­guan men­tal juga dap­at dikat­e­gorikan den­gan gang­guan men­tal ringan, sedang, dan berat. Biasanya gang­guan men­tal ringan dan sedang lebih mudah untuk dis­em­buhkan jika segera men­da­p­atkan penan­ganan yang tepat. Sedan­gkan gang­guan men­tal berat memer­lukan penan­ganan yang lebih inten­sif dan biaya pen­go­b­atan yang relatif lebih mahal. Pada umum­nya pen­deri­ta gang­guan men­tal berat ini baru memerik­sakan diri saat sudah ter­lam­bat kare­na berba­gai alasan.

WHO mene­gaskan bah­wa pem­ban­gu­nan kese­hatan fisik dan men­tal secara berim­bang meru­pakan sebuah kewa­jiban yang harus ditang­gung bersama oleh pemer­in­tah dan masyarakat. Kesalah­pa­haman dan stig­ma ten­tang masalah kese­hatan men­tal harus diubah den­gan edukasi, sosial­isasi, dan penye­baran tena­ga ahli di daerah-daerah.

Gang­guan men­tal bukan­lah sesu­atu yang memalukan, namun stig­ma dan bias telah mem­permalukan kita semua.” (Bill Clinton).

Penulis: Nadya Eka Nurlisa
Edi­tor: Nifa Kur­nia F.