Jika kata Pramoedya Anan­ta Toer dalam Bukun­ya Pang­gil Aku Kar­ti­ni Saja

per­nah ku baca sajak ten­tang Game­lan yang tak per­nah bersorak-sorai

yang melam­bangkan kesayuan  hidup,

Maka salah satu pela­jaran yang diam­bil perem­puan ini adalah

sosok Game­lan yang melam­bangkan kelembutan.

 

Kata ayah­nya, bela­jar­lah ten­tang gamelan

Maka akan kau tau ten­tang kelembutan

 

Perem­puan den­gan kidung yang tak per­nah mati

mes­ki jasad dan nyawa tak lagi bersatu pada diri

Katanya dia tak per­nah seko­lah tinggi

Tapi seman­gat menulis­nya men­galahkan tiap perem­puan seusianya.

 

Katanya, dia dit­ing­gal ayah­nya sejak remaja

Ibun­ya tak sem­pat memi­li­ki peng­hasi­lan tetap

Tapi, seman­gat menulisnya

men­galahkan tiap perem­puan den­gan gemi­lang kekayaan dan celak mata

 

Bait nadanya belum per­nah kubaca

Tapi mengin­gat namanya men­ja­di meni­tikkan air mata

Ada sisi penye­salan atas kepergiannya

 

Agh Tuhan, men­ga­pa lalai dalam menikmati eloknya kidung sang Pujang­ga Fem­in­is ini?

 

Sam­pai wak­tu yang telah Kau ten­tukan Tuhan.

Biar kunikmati sete­lah ini

Ten­tang sajak yang tak sem­pat terbaca

Ten­tang kelem­bu­tan yang tak sem­pat ter­mak­tub cerita

Semoga ten­ang di alam sana

 

Entah, aku tak tau bagaimana kau akan berte­mu den­gan Tuhan.

Aku yakin, Tuhan telah banyak mem­ba­ca sajakmu

Dan aku yakin tiap kelem­bu­tan hidup dari game­lan itu

Telah men­gan­tarkan­mu ber­jalan den­gan iringan tan­pa kesunyian.

 

 

Nurhay­ati Sri Har­di­ni Siti Nukatin alias NH. Dini

29 Feb­ru­ari 1936 – 4 Desem­ber 2018

 

Tulun­ga­gung, 4 Desem­ber 2018

Hanya pun­ya mimpi: Cip­ta, Cita, Cinta