Dimensipers.com – Rabu, 26 Desem­ber 2018 pukul 08.00 WIB. Insti­tute for Javanese Islam Research (IJIR) gelar Jume­nen­gan Raky­at Kebu­dayaan Tulun­ga­gung den­gan tema “Menu­ju Indone­sia Baha­gia Berlan­daskan Kebu­dayaan”.  Acara ini berlang­sung di audi­to­ri­um gedung K.H Arief Mustaqiem.

Acara Jume­nen­gan meng­hadirkan tiga pem­bicara, yakni Dr. Maf­tukhin M. Ag. (Rek­tor IAIN Tulun­ga­gung), Hilmar Farid, Ph.D (Dir­jen Kebu­dayaan Kemen­tri­an Pen­didikan dan Kebu­dayaan), Eva Kusuma Sun­dari (Kaukus Pan­casi­la DPR RI). Acara dige­lar untuk umum dan maha­siswa IAIN Tulun­ga­gung. Selain itu untuk meme­ri­ahkan acara, IJIR men­gun­dang dari berba­gai komu­ni­tas lin­tas kebu­dayaan, kesen­ian,  dan aga­ma baik dari Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, Bli­tar, Kediri, Surabaya, dan kota-kota lain.

Pada prin­sip­nya arti jume­nen­gan adalah pen­gukuhan, peno­batan, atau peng­hor­matan bagi raja. “Kami dari pani­tia memakai nama ini den­gan dua alasan. Per­ta­ma kita ingin menyam­bung rasa den­gan para pemangku kebu­dayaan dan kesen­ian di Tulun­ga­gung. Ked­ua, kami ingin selu­ruh komu­ni­tas lin­tas kebu­dayaan, kesen­ian, lin­tas iman, keper­cayaan, dan aga­ma bisa hadir bersama. Jume­neng bersama di sini untuk kebu­dayaan, untuk Tulun­ga­gung, dan untuk Indone­sia.” Ungkap Gedong Maulana selaku pani­tia dalam acara tersebut.

Tujuan acara ini untuk mem­berikan peng­hor­matan ter­hadap tokoh-tokoh spir­i­tu­al luar biasa yang did­har­makan di Tulun­ga­gung yaitu Ibu Gay­a­tri Rajap­at­ni. Acara ini meru­pakan bagian dari ikhtiar bersama, salah sat­un­ya juga untuk men­ge­nang beli­au seper­ti yang telah dis­am­paikan oleh bapak Rek­tor IAIN Tulun­ga­gung.” Tam­bah Gedong.

Melalui acara ini dihara­p­kan Tulun­ga­gung melalui IAIN Tulun­ga­gung bisa men­ja­di rumah bersama untuk sege­nap komu­ni­tas dan pas­ca acara terse­but para pemangku kebu­dayaan ser­ta pegiat kesen­ian bisa mewu­jud­kan guyub rukun seper­ti pesan para leluhur. Di mana kita harus bisa bersama-sama men­jadikan Indone­sia seba­gai tem­pat yang ramah untuk kita semua yang diwu­jud­kan melalui kebudayaan.

Hal seru­pa juga diungkap­kan oleh Akhol Fir­daus pada sambu­tan acara, bah­wa acara jume­nen­gan ini diar­tikan seba­gai pen­gukuhan hasil kon­gres kebu­dayaan nasion­al yang meng­hasilkan rumu­san strate­gi pema­juan kebu­dayaan Indone­sia seba­gaimana dia­manatkan dalam UU No. 5 Tahun 2017.

Tar­get acara selain untuk men­gukuhkan hasil kon­gres menteri kebu­dayaan nasion­al, juga seba­gai rasa hor­mat kepa­da leluhur yang mewariskan ajaran Bhine­ka Tung­gal Ika. Den­gan hara­pan Tulun­ga­gung nan­ti­nya bisa men­ja­di bagian pent­ing dalam narasi Bhine­ka Tung­gal Ika di Indone­sia ser­ta mewu­jud­kan visi keprib­a­di­an dalam kebudayaan.

Rangka­ian acara dike­mas den­gan sug­uhan per­form kesen­ian seper­ti angk­lung, game­lan, jaranan, tari, teater ten­tang gay­a­tri, dan lain-lain. Teater yang dis­ug­uhkan mencer­i­takan ten­tang saat sebelum ada Majapahit, Sin­gosari Kediri, prasasti, ten­tang Pan­ji, Perd­a­ban, ten­tang hukum Keta­ta Negaraan di Wil­is, terkait sosok Gayatri.

Pihak pani­tia inklusi dan mener­i­ma keter­li­batan aktif dari banyak ele­men dan berba­gai pihak. Dilan­jutkan orasi pan­casi­la oleh Eva Kusuma Sun­dari selaku Kaukus Pan­casi­la DPR RI dan pida­to oleh Maf­tukhin selaku Rek­tor IAIN Tulungagung.

Dalam orasinya Eva Kusuma Sun­dari juga men­gungkap­kan bah­wa Pan­casi­la seba­gai ide­olo­gi mam­pu men­jawab tan­ta­n­gan zaman baik dari luar maupun dalam negeri melalui keku­atan dari tiga hal yakni Bhine­ka Tung­gal Ika, Tol­er­an­si, dan Kese­taraan. Pacasi­la dap­at men­ja­di sub­stan­si dari segala aga­ma, men­jawab per­soalan atas perbe­daan, dan dap­at mem­per­ta­hankan kesta­bi­lan dan kesat­u­an bangsa.

Acara ini juga men­u­ai beber­a­pa respon posi­tif dari para peser­ta baik kalan­gan maha­siswa, umum, maupun budayawan. “Saya senang, dari awal sam­pai akhir acara kayak per­tun­jukan budaya, bisa menam­bah kecin­taan kita pada budaya Jawa Timur. Kalau bisa acara diadakan tidak pada musim libu­ran, supaya maha­siswa sendiri banyak yang hadir, kare­na jika dil­i­hat rata-rata peser­tanya dari luar.” Ujar Yuni­ta maha­siswa Psikolo­gi Islam semes­ter 1.

Suji selaku Ket­ua Wis­ma Budaya men­gatakan, “Per­ta­ma kita dari rumah budaya Wana Wijaya­ga bersama teman-teman untuk meny­ong­song jume­nen­gan ini san­gat bang­ga, kare­na per­ta­ma untuk melatih men­tal dari anak-anak kita, ked­ua berar­ti ya bisa kete­mu antar seni budaya yang lain.”

Selain itu respon posis­tif juga sem­pat diungkap­kan Dita dari Pade­pokan Budaya Larasati. “Keun­tun­gan­nya banyak, kan menam­bah moti­vasi juga, mem­pun­yai teman-teman yang sekian banyak bias berkumpul jadi satu di sini. Jarang-jarang kan komu­ni­tas budaya bisa kumpul sebanyak ini, di Tulun­ga­gung kan baru sekali ini, yang banyak kan di luarko­ta. Ya, mungkin tahun depan bisa teru­lang kem­bali, lebih meri­ah lagi.”

Sejatinya budaya meru­pakan karak­ter­is­tik ker­aga­man suatu bangsa yang men­gan­dung nilai luhur dan kear­i­fan. Dalam bingkai keber­aga­man, antar indi­vidu dan kelom­pok masyarakat harus sal­ing melengkapi, bersatu, dan berin­ter­ak­si den­gan memeli­ha­ran nilai dan nor­ma sosial yang berlaku.