By using our website, you agree to the use of our cookies.

Kategori: Sastra

Cerpen

Cahaya di Ujung Luka 

Ia ter­diam. Menat­ap sayu pada kumpu­lan trofi yang ter­susun can­tik dalam lemari kaca di sudut kamar. Berba­gai trofi kejuaraan lom­ba tari tra­di­sion­al berdiri anggun dan berk­i­lau dalam pan­tu­lan cahaya sore, entah men­ga­pa trofi itu kini seakan-akan ten­gah mengejek…

Puisi

Kultus yang Buram 

Tuhan, lidahku terasa kelu,hatiku pun seo­lah sayu.Entah ada belati yang menghunus­nya,atau mungkin tam­paran fak­tabah­wa negeri ini ten­gah layu. Entahlah, Tuhan, aku tak tahu.Untuk mem­ba­ca saja rasanya tak mam­pu,apala­gi menyoal rasa yang konon tabu itu.Iro­nis memang,diri ini seo­lah tum­buh dalam…

Puisi

Jeritan Hutan Bisu 

Secarik ker­tas dan seun­tai pena­Mungkin juga hasil dari kan­dun­gan­nyaTak hanya hem­bu­san napas,Pan­dan­gan­pun ia segarkan. Tak disangkal dunia amat ter­gan­tung pada peng­hasi­lan­nya,Bahkan keti­ka dia benar-benar menghi­lang bumi ini tak lagi berfungsi.Dialah sang paru-paru dunia, Begi­tu katanya.Keti­ka 13 hek­tar lumpuh…

Puisi

Pahlawan Harus Bungkam 

Pem­be­sar berkoar dirinya pem­bela kebe­naranNamun, kebe­naran jus­tru dis­em­bun­yikan dalam bayangZa­man sekarang katanya Pahlawan itu sudah tidak adaNy­atanya, pahlawan ada, namun ser­ing dis­ingkirkan. Lucun­ya, negara kini memusuhi pahlawan­nya,Kebe­naran harus terkubur demi nama baik yang rapuh,Pahlawan berji­wa besar, menyuarakan tanpa…

Puisi

Pemberontak yang Tak Bertuhan? 

Bayangkan, keti­ka mata­mu ter­pe­jam Ikhlas atau ter­pak­sa kare­na kalutTubuh­mu dipak­sa untuk berlu­tutLalu sahutan tak­bir “Allahuak­bar!”Kau telah menyadari tubuh­mu telah ter­sungkur Dan nadimu sudah terkoyak

Puisi

Anak Zaman Orba 

Ini ialah ceri­ta suram­Ber­taut dalam diri selu­ruh lapisanI­ni ialah ceri­ta kusamTergam­bar kebo­hon­gan di seti­ap alurnyaSe­mua raky­at tahuBa­gaimana mungkin mere­ka tak tahu?Pro­pa­gan­da maha kokoh iniTer­saji fit­nah dibungkus penghianat

Cerpen

Senja Merah 

Men­tari sen­ja merangkak per­la­han di ufuk barat, seo­lah eng­gan mening­galkan lan­git yang berwar­na jing­ga kemer­a­han. Sinar ter­akhirnya menya­pa wajah keriput Sukar­di, yang berdiri di tepi sawah sam­bil meman­dang cakrawala. Sawah itu, yang dahu­lu men­ja­di sak­si bisu pertem­pu­ran sengit,…

Puisi

Manuskrip Negeri; In Memorial Tragedi 98 

Manuskrip negeri telah mati­Di balik jeru­ji besiMaha­siswa gelar aksiMen­er­o­bos celah men­triOrasi sana-sini­Ditem­ba­­ki tubuh tan­pa dosa, pulang ting­gal namaBerko­bar­lah payung hitam di depan istanaLalu bagaimana bisa trage­di hilang dari sejarah negeri?