Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah dengan sejuta candu dan ciri khas keratonnya yang unik. Beberapa minggu yang lalu saya berencana untuk plesir ke Yogyakarta, tapi saya tidak menyangka kalau akan datang secepat ini. Hari pertama di Yogyakarta saya berjalan-jalan keliling kampus dimana teman-teman saya bermukim. Seperti kebiasaan kumpulan pers mahasiswa umumnya, saya disambut dengan cara sederhana dan tentunya sangat hangat.
Setelah beramah-tamah dengan teman-teman itu, perjalanan saya lanjutkan untuk mendekam di Kotagede. Yah sebagaimana saya memang belum tahu menahu sebelumnya bahwa disana terdapat kompleks pemakaman Raja-Raja Mataram. Dua hari semalam saya berlengah-lenguh tidak ada kerjaan. Pada hari ketiga di Kotagede seorang teman mengajak saya geser ke kampusnya. Sebelum itu saya sempatkan ziarah ke kompleks pemakaman Raja-Raja Mataram. Di tempat ini dimakamkan Panembahan Senopati beserta keluarganya dan Ki Ageng Pemanahan.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 16.20 WIB, cukup senja untuk berkunjung ke pemakaman. Setelah motor terparkir, sebelum masuk saya dan teman saya disuguhi pohon beringin yang tinggi dan besar seakan menjaga kompleks areal pemakaman. Konon pohon beringin itu ditanam sendiri oleh Sunan Kalijaga dan telah berusia ratusan tahun.
Kemudian memasuki gapura mata saya tertuju pada corak arsitektur Hindu yang diberi nama Gapura Paduraksa. Selain itu pada atap gapura terdapat ukiran kepala Kala yang bercuping. Kala ini memiliki raut muka yang lebih lembut ketimbang garang. Motif unik dan sangat khas juga terdapat pada daun pintu gapura yang terbuat dari kayu dengan ketebalan tertentu. Untuk memasuki areal pemakaman saya harus melewati tiga gapura yang hampir kesemuanya dengan ciri arsitektur yang sama.
Memasuki gapura pertama terdapat semacam galeri untuk barang-barang unik atau antik yang dikelola oleh abdi dalem makam. Para abdi dalem inilah yang membersihkan dan mengelola seluruh areal makam. Sesampainya didalam, masih ada beberapa orang laki-laki dan perempuan paruh baya dengan pakaian khas Jawa. Tampaknya mereka ini baru saja ziarah didalam makam Raja-Raja Mataram ini. Mereka sempat memamerkan senyumnya didepan kamera untuk diabadikan di pelataran depan pintu makam. Sudah menjadi ciri khas bahwa setiap peziarah harus memakai pakaian khas Jawa jika ingin masuk kawasan makam. Mereka dapat menyewa pakaian ini kepada abdi dalem selain itu mereka dilarang memakai perhiasan dan memotret didalam makam.
Namun karena saya terlalu sore saat mendatangi kompleks pemakaman Raja Mataram ini, maka saya hanya bisa berkeliling ke sendang yang berada di samping makam. Jadi, waktu diperbolehkannya peziarah untuk memasuki areal makam adalah antara jam 08.00–16.00 WIB. Sementara itu ternyata banyak hal menarik selain areal pemakaman itu sendiri, misalnya saja sendang ini. Sendang ini merupakan sumber air yang dibangun oleh Ki Ageng Pemanahan dan Panembahan Senopati. Sendang ini terdiri atas sendang untuk tempat laki-laki yaitu Sendang Seliran Lanang dan sendang untuk perempuan yaitu Sendang Seliran Wadon.
Sendang laki-laki sumber airnya berasal dari kompleks pemakaman sementara sendang perempuan sumber airnya berasal dari areal pohon beringin yang berada didepan gerbang utama. Saya kira pemisahan sendang ini hanya terjadi saat Raja Mataram masih sugeng. Namun saya salah sebab teman laki-laki yang menemani saya ternyata tidak diperbolehkan masuk ke areal sendang untuk perempuan. Selain itu pemandangan menarik juga tampak di Sendang Seliran Lanang dimana terdapat ikan Lele Bule besar-besar yang berenang bersliweran.
Sebenarnya masih banyak hal menarik lain jika saja saya bisa masuk ke areal pemakaman, namun apa daya sebab waktu belum mengizinkan saya ziarah. Sehingga usai berkeliling sendang saya dan teman saya hanya duduk-duduk didepan masjid areal pemakaman. Mungkin lain waktu saya akan berkunjung ke Makam Raja-Raja Mataram dan tentunya Makam Imogiri Yogyakarta dimana raja-raja Yogyakarta dimakamkan. []
Manusia dan kerak-kerak bumi, sama bergeraknya. Hanya, manusia itu lebih absurd
Thanks, great article.
Lebih menarik kalau ditambahkan pula kesejarahan tempatmu pelesir. Juga wawancara dengan pengunjung lain bisa tambah bikin ngiri pembaca untuk datang.
Good Job. 👍👏
Mungkin Rumavi bisa membalas esai ini dengan cerita sinaunya di Jember.