Keti­ka fajar menam­pakkan diri, aku merias diri

Keti­ka Surya ber­jalan mer­an­jak, ker­tas kutulis den­gan rancak

Keti­ka sang panas lep­as dari suatu ikat, aku pulang untuk berangkat

Keti­ka gema tak­birku mengge­ma, aku mulai mem­ba­suh resah gulana

Keti­ka itu rem­bu­lan sedang menyayu, tetap kupacu lagi penaku

Sekon demi sekon sekian ton beban sedang kutunggang

Aprilku kini sedang berpamitan

Meiku den­gan sem­ringah menampakkan

Lingkaran mer­ah kalen­derku kini datang

Yaa, dela­pan Mei yang ingin segera kutendang

Pem­bu­at can­du jan­tung berdebaran

Ker­tas-ker­tas yang jadi kenangan

Bulan itu telah berlalu, tidak ada sela­mat, tidak ada kali­mat pujian

Saat kumerutu­ki nasib, kalian hanya men­gu­cap seman­gat kawan

Wak­tu berlalu, semakin hari semakin lalu

Sebodoh inikah aku?

Terun­tuk hati, sela­mat ten­tang juang yang men­ca­pai final

Terun­tuk jiwa, jan­gan merasa sesal ten­tang lelah yang begi­tu hebatnya

Kini saat­nya mem­bu­ka kebangk­i­tan di hari yang kini datang

Ten­tang keti­dak­sukaan yang men­ja­di takdir awal perjuangan

Berse­man­gat­lah raga yang per­nah rapuh

Diri ini berhak untuk mere­but kemenangan

Bukan hari ini, tapi kelak

Sete­lah pros­es yang dio­lah begi­tu lihainya

Biasakan keben­cian­mu

Biasakan keti­dak­sukaan­mu

Berge­lut ilmu fea­tur­ing religi

Jadi­lah insan pengab­di ilmu sejati.

 

*Maha­siswa Sosi­olo­gi Aga­ma semes­ter 1