Dimensipers.com — Wajah­nya selalu nam­pak gem­bi­ra, tak penah menyi­ratkan kesedi­han. Senyum ramah selalu dita­m­pakkan ke semua orang. Walaupun virus berba­haya telah men­jalar di tubuh­nya, HIV/AIDS. Juni, pria beru­sia 47 tahun berasal dari Desa Geger, Keca­matan Sen­dang, Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, mem­pun­yai istri yang berna­ma Das­ri yang berselisih satu tahun lebih muda dari­pa­da Juni. Das­ri meru­pakan perem­puan yang berasal dari Desa Njeng­g­lik, Keca­matan Sen­dang, Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, yang mana sekarang men­ja­di tem­pat bermukim kelu­ar­ga Juni. Juni dan Das­ri memi­li­ki anak berna­ma Rara yang beru­sia 5 tahun, ser­ta 2 kakak Rara yang mana meru­pakan anak tiri Juni yang berasal dari man­tan sua­mi Dasri.

Human Immun­od­e­fi­cien­cy Virus (HIV) dan Acquired Immuno Defi­cien­cy Syn­drome (AIDS) meru­pakan salah satu virus yang merusak keke­bal­an tubuh, den­gan meng­in­fek­si ser­ta meng­han­curkan sel CD4

Tulu­ga­gung men­dudu­ki per­ingkat keli­ma ter­banyak kasus HIV/ AIDS se-Jawa Timur (jatim.antaranews.com). Komisi Penang­gu­lan­gan AIDS (KPA) di Kabu­pat­en Tulun­ga­gung pun menye­butkan sebanyak 2638 Orang den­gan HIV/AIDS (ODHA) yang ter­da­ta dalam kurun wak­tu 2016–2019. Kelu­ar­ga Juni­lah di antaranya. Kelu­ar­ga Juni sudah men­gala­mi jatuh ban­gun berperang melawan penyak­it sela­ma 10 tahun. Namun, posi­tif ter­in­fek­si virus HIV baru saja ter­de­tek­si 4 tahun sil­am, yaitu tahun 2017.

Di antara anggota kelu­ar­ga Juni, Das­ri­lah yang per­ta­ma sak­it-sak­i­tan. Das­ri yang sudah mengi­dap penyak­it jan­tung dari kelas 5 Seko­lah Dasar (SD) pada kurun wak­tu 10 tahun hanya hidup di atas kasur. Penyak­it yang meny­erang sil­ih bergan­ti, suhu badan yang naik turun aki­bat demam pun menye­babkan berat badan Das­ri turun drastis dari 48 kilo­gram (kg) men­ja­di 28 kg. “Sak­ing ser­ingnya kelu­ar masuk Rumah Sak­it (RS), saya sudah tidak mau lagi dibawa oleh ambu­lans. Dirawat di rumah saja, saya hanya minta infus dan oksi­gen sudah tidak mau lagi obat,” tutur Dasri.

Tidak cukup Das­ri yang merasakan ganas­nya penyak­it yang meny­erang tubuh, pun Juni dan Rara. Keti­ka salah satu di antaranya pulang dari rumah sak­it, anggota kelu­ar­ga yang satu akan menyusul. Penyak­it yang dideri­ta pun berbe­da. Juni mem­pun­yai riway­at penyak­it saraf ter­jepit, dan per­nah men­gala­mi strok ringan ser­ta pem­bu­luh darah pec­ah. Rara mengi­dap gang­guan salu­ran per­na­pasan, ser­ta badan yang gagal tum­buh. “Sela­ma 10 tahun, rumah tang­ga hanya berperang melawan penyak­it. Har­ta ben­da habis hanya untuk ber­o­bat. Sam­pai-sam­pai berpas­rah, menung­gu ajal memang­gil,” ucap Juni.

Sepu­luh tahun lamanya kelu­ar­ga Juni berjuang melawan penyak­it yang dari pihak medis pun tidak dap­at men­di­ag­no­sis apa kiranya jenis penyak­it yang meng­han­tui satu kelu­ar­ga terse­but. Selepas Das­ri opname sela­ma 28 hari di RS Dr. Iskak, Tulun­ga­gung pada tahun 2017 baru­lah terkuak apa geran­gan penyak­it yang mengh­ing­gap di tubuh Das­ri. Das­ri posi­tif ter­in­fek­si virus HIV, yang mana virus terse­but baru dap­at ter­de­tek­si sete­lah 5 sam­pai 10 tahun sete­lah ter­jangk­it, sebab daya tahan tubuh masih kuat. Berdasarkan keteran­gan dok­ter yang meny­atakan virus terse­but menu­lar, Juni berin­isi­atif untuk memerik­sakan selu­ruh anggota kelu­ar­ganya. Alhasil, Juni dan Rara pun posi­tif ter­in­fek­si. Hanya 2 anak tiri Juni yang meny­atakan hasil negatif. “Sem­pat kaget dan ter­pu­ruk kare­na belum ada vaksin untuk penyak­it itu,” sesal Juni.

Rara, anak Juni den­gan Das­ri yang masih belia pun posi­tif ter­in­fek­si virus HIV. Hal ini dikare­nakan virus yang sudah ada di tubuh Das­ri saat ia hamil. Sewak­tu hamil, Das­ri hanya sak­it-sak­i­tan namun belum dike­tahui ter­in­fek­si HIV. Jadi, sete­lah melahirkan, Das­ri tetap mem­berikan Air Susu Ibu (ASI) kepa­da Rara. ASI yang ada dalam tubuh Das­ri sudah ter­in­fek­si virus HIV, meskipun belum ter­de­tek­si oleh medis. 

Juni men­gakui bah­wa penyak­it yang sekarang diidap­nya berasal dari per­i­laku tidak benar yang dilakukan­nya pada masa lalu. “Kare­na saya berte­mu ibu (Das­ri), saya sudah duda, dan ibu (Das­ri) sudah jan­da. Yang jelas saya tidak per­nah narko­ba,” jelas Juni.

Kabar men­ge­nai keadaan kelu­ar­ga Juni seakan-akan secepat kilat ter­den­gar di telin­ga masyarakat setem­pat. Kelu­ar­ga Juni yang sem­u­la hidup har­mo­nis dan rukun den­gan tetang­ga ter­an­cam mem­bu­ruk. Sebab desas-desus masyarakat yang mengabarkan bah­wa kelu­ar­ga Juni menderi­ta penyak­it mematikan dan menu­lar, lam­bat laun tetang­ga men­jauh. Tidak hanya beber­a­pa tetang­ga yang men­jauhi kelu­ar­ga Juni, namun ker­ap pula kelu­ar­ga Juni men­da­p­atkan cemoohan ser­ta tin­dakan yang tidak manu­si­awi dari masyarakat setempat.

Juni (kiri) dan Das­ri (kanan) saat dikun­jun­gi DIMeN­SI di kediamannya.

Begi­tu banyak ben­tuk diskrim­i­nasi diter­i­ma oleh kelu­ar­ga Juni sela­ma setahun lamanya. Hal ini dikare­nakan kurangnya penge­tahuan masyarakat setem­pat terkait alur penu­laran HIV/ AIDS. Masyarakat hanya menden­gar sepin­tas men­ge­nai seluk beluk penyak­it terse­but. “Alur penu­laran virus HIV hanya melalui 4 jalan. Yaitu lewat hubun­gan sek­su­al, peng­gu­naan jarum sun­tik, trans­fusi darah, ser­ta sela­ma kehami­lan, per­sali­nan, dan menyusui,” jelas Ham­dan, Badan Pen­gelo­la Pro­gram KPA Tulungagung.

Das­ri sebelum­nya berpro­fe­si seba­gai pen­jual sayur di depan rumah. Dagan­ganya nam­pak laku keras, sebab sayur yang dijual masih segar yang mana ia petik lang­sung di pegu­nun­gan. Sete­lah beredar isu ten­tang penyak­it kelu­ar­ga Juni, masyarakat sudah eng­gan mem­be­li dagan­gan Das­ri. “Dulu laku keras Mbak, tapi ada saja war­ga yang gosip. Jan­gan beli sayur di situ, aku beli di situ besoknya sak­it perut. Pada­hal itu barang men­tah tidak akan ter­tu­lar,” ungkap Dasri.

Das­ri dan Juni dahu­lu aktif mengiku­ti kegiatan kemasyarakatan, mis­al­nya yasi­nan dan tahlilan rutin. Namun semen­jak sak­it, masyarakat tidak mau lagi mener­i­ma makanan yang berasal dari kelu­ar­ga Juni, bahkan membuangnya. 

Tin­dakan-tin­dakan tidak menye­nangkan tak hanya diter­i­ma dari masyarakat setem­pat, bahkan saudara-saudara Juni pun ikut andil. Juni yang dahu­lu ser­ing men­ja­di tukang cangkul di lahan milik saudaranya ker­ap tidak pulang ke rumah, sebab jauh­nya jarak antara sawah den­gan rumah Juni. Alhasil Juni ker­ap bermalam di gubuk milik saudaranya di tepi sawah. Namun, sete­lah isu terse­but ter­den­gar di telin­ga saudara Juni, ia tidak lagi mau memakai jasa cangkul Juni. Bahkan kasur yang dipakai Juni untuk isti­ra­hat dibakar habis kare­na takut ter­tu­lar. Kakak Juni yang malu kare­na adiknya posi­tif ter­in­fek­si virus HIV men­co­ba untuk melenyap­kan semua obat Juni den­gan men­guburnya, tujuan­nya agar masyarakat setem­pat tidak menge­tahui penyak­it adiknya.

Keti­ka Juni sak­it pun, bidan yang dikun­jun­gi kelu­ar­ga Juni tidak mau menan­gani Juni den­gan alasan tidak mem­pun­yai obat. “Pada­hal bidan, tapi tidak paham pada penu­laran HIV sama sekali. Pal­ing tidak saya datang diberi obat bodrex atau bodrex­in itu kan sudah meng­har­gai kedatan­gan saya. Lha ini dilirik saja tidak, lang­sung dis­u­ruh per­gi. Bidan tidak pun­ya obat ya mus­tahil,” tutur Juni. 

Diskrim­i­nasi tidak hanya diala­mi oleh Juni dan Das­ri, bahkan Rara yang masih belia pun ikut menelan getirnya. Rara yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) tidak mem­pun­yai satu pun teman semen­jak kabar men­ge­nai penyak­it­nya mer­abah ke seko­lah­nya. Wali murid menyerukan kepa­da anak-anak mere­ka agar tidak lagi berte­man den­gan Rara den­gan dal­ih penyak­it yang menular.

Tidak cukup per­lakuan menyak­itkan di lingkup seko­lah, tetang­ga Rara pun melakukan hal yang sama. Rara ter­biasa menumpang non­ton tele­visi ke rumah tetang­ga kare­na rumah Juni belum memi­li­ki tele­visi. Namun sekarang tetang­ga-tetang­ga Juni tidak lagi mener­i­ma Rara, sebelum Rara masuk ke rumah mere­ka, pin­tu secepat kilat ditut­up den­gan kasarnya. Bahkan saat Rara bermain ke rumah tetang­ga, selepas Rara per­gi tem­pat yang didudu­ki oleh Rara segera disir­am dan disikat seakan-akan virus dap­at semu­dah itu menu­lar. Sete­lah Rara pulang dari seko­lah atau dari rumah tetang­ga tak jarang sak­it Rara kam­buh. Apa­bi­la piki­ran Rara kacau Rara muntah darah dan sulit untuk bernapas. 

Namun, diskrim­i­nasi berang­sur-angsur berku­rang sebab penan­ganan dari KPA. KPA meru­pakan lem­ba­ga pemer­in­tah yang  diben­tuk berdasarkan Per­at­u­ran Pres­i­den nomor 75 tahun 2006. KPA ada mulai dari tingkat nasion­al hing­ga ke kabupaten/kota. Lem­ba­ga ini berfungsi seba­gai lem­ba­ga koor­di­natif, mon­i­tor­ing, eval­u­asi, ser­ta men­gu­rusi segala hal terkait HIV/ AIDS. “Dalam melakukan fungsinya, KPA tidak hanya seo­rang diri. Ter­da­p­at beber­a­pa mitra yang mem­ban­tu KPA dalam menang­gu­lan­gi kasus HIV/ AIDS, yaitu Lem­ba­ga Swa­daya Masyarakat (LSM), Kese­jahter­aan Raky­at (Kesra), Dinas Sosial, Dinas Kese­hatan dan seba­gainya,” jelas Hamdan.

Per­an KPA dan dinas-dinas mitra san­gat berpen­garuh bagi kehidu­pan kelu­ar­ga Juni. Sebab kare­na sosial­isasi-sosial­isasi yang diadakan oleh KPA yang bek­er­jasama den­gan Puskesmas Sen­dang san­gat mem­ban­tu pema­haman masyarakat Keca­matan Sen­dang terkait penyak­it yang dik­laim men­gerikan. Sosial­isasi diadakan di wilayah desa tem­pat ting­gal Juni, bahkan di seko­lah Rara. “Kalau di seko­lah Rara tetap dibul­ly, saya mela­por ke KPA biasanya dinas yang turun tan­gan. Jadi sekarang guru dan kepala seko­lah­nya takut. Wali murid juga mungkin sudah bilang ke anaknya untuk mau berte­man den­gan Rara,” ujar Dasri.

Tidak hanya melakukan sosial­isasi, cara lain pun dilakukan oleh KPA agar masyarakat tidak lagi men­gu­cilkan kelu­ar­ga Juni. Beber­a­pa anggota KPA ker­ap men­gun­jun­gi rumah Juni dan men­ga­jak makan di warung dekat rumah Juni. Juni pun seti­ap hari lebaran men­gadakan halal bi halal den­gan anggota KPA dan dinas-dinas yang sela­ma ini mem­ban­tun­ya. Tujuan lain yang dihara­p­kan agar masyarakat setem­pat tidak lagi takut ter­tu­lar melalui makanan dari kelu­ar­ga Juni. 

Dari pen­go­b­atan pun KPA bek­er­jasama den­gan Dinas Kese­hatan untuk mem­berikan obat gratis pada ODHA. Dalam penan­ganan di Puskesmas Sen­dang pun sekarang sudah lan­car. Apa­bi­la dari perekono­mi­an kelu­ar­ga Juni kesusa­han, dari KPA pun ikut mem­ban­tu. Bahkan Juni pula bek­er­ja di rumah salah satu anggota KPA. Kelu­ar­ga Juni pula per­nah didel­e­gasikan oleh KPA mewak­ili Tulun­ga­gung untuk melakukan pem­bi­naan di Suk­abu­mi sela­ma 6 bulan. Pem­bi­naan yang dilakukan yaitu pem­ber­ian penge­tahuan terkait HIV/AIDS, pelati­han ketrampi­lan, dan kegiatan lain. Di Suk­abu­mi, kelu­ar­ga Juni san­gat seman­gat sehing­ga berhasil panen 2 kali dan berhasil men­jual ker­a­ji­nan hasil karya Dasri.

Sepu­lang kelu­ar­ga Juni dari Suk­abu­mi, respon masyarakat pada Juni berang­sur-angsur mem­baik. Masyarakat mulai paham bah­wa virus HIV/ AIDS tidak akan menu­lar semu­dah yang mere­ka bayangkan. Mem­baiknya hubun­gan kelu­ar­ga Juni den­gan masyarakat di desanya mem­bu­at kese­hatan Juni dan kelu­ar­ga semakin mem­baik, bahkan berat badan Das­ri sudah kem­bali normal. 

Juni dan Das­ri tidak per­nah menut­up-nutupi sta­tus­nya seba­gai ODHA. Baginya menut­up sta­tus akan mem­bu­at piki­ran­nya bertam­bah berat. Kare­na seman­gat­nya berjuang melawan virus HIV/ AIDS, mere­ka ker­ap diliput berba­gai media. Bahkan ser­ing diun­dang men­ja­di pem­bicara di berba­gai acara. Tak jarang ODHA lain berkun­jung ke rumah Juni untuk berkon­sul­tasi agar tidak melu­lu terpuruk. 

Sele­sai mencer­i­takan per­juan­gan hidup­nya melawan penyak­it dan diskrim­i­nasi dari berba­gai arah. Juni berpe­san untuk yang belum ter­in­fek­si virus HIV/ AIDSDijo­go ten­an kelakuan e, lek wes koyok aku ngene karek insaf e. Digawe sopo wae, ndak usah wedi karo ODHA, lek ndak lewat alur ter­ten­tu ora bakal ketu­laran. Lek ora teko media ngene iki, uwong ndak paham-paham pang­gah ae wedi (Dija­ga benar kelakuan­nya, kalau sudah seper­ti saya ting­gal insafnya. Untuk sia­pa saja, tidak usah takut pada ODHA, kalau tidak lewat alur ten­ten­tu tidak bakal menu­lar, red),” pesan Juni. 

Reporter: Nata­sya Pazha
Penulis: Nata­sya Pazha
Redak­tur: Rifqi Ihza F.

  • Beri­ta ini lolos pada work­shop pers maha­siswa Serikat Jur­nalis untuk Keber­aga­man (Sejuk) di Banten.