Judul buku : Selections from The Principles of Philosophy (Prinsip-Prinsip Filsafat)
Penulis : Rene Descartes
Penerjemah : Supriyanto Abdullah
Tahun terbit : 2018
Penerbit : Millenial Readers
Kota terbit : Yogyakarta
Halaman : xxviii + 112 halaman
ISBN : 978–602-5689–11‑6
Prinsip-prinsip filsafat adalah buku karya filsuf modern, Rene Descartes. Buku ini merupakan sintesis dari semua teori dalam fisika dan filsafatnya. Oleh karena itu, penjabaran dalam buku ini juga sangat kompleks, apalagi tentang wacana-wacana pilihan perihal prinsip-prinsip filsafat.
Namun, untuk mudahnya dalam mempelajari, buku ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu tentang prinsip-prinsip pengetahuan manusia, prinsip-prinsip benda-benda material, dunia yang dapat dilihat, dan tentang bumi.
Bagian pertama, Descartes menuliskan bahwa prinsip-prinsip pengetahuan manusia yang pertama adalah meragukan segala hal. Dengan prinsip ini, manusia akan menemukan kebenaran. Meskipun nantinya Descartes mengemukakan bahwa letak kebenaran mutlak tetap pada Tuhan.
Selain itu, dalam pengetahuan rasiolah yang memegang kendali. Penulis menjelaskan bahwa indra manusia itu terkadang menipu. Hanya dengan rasiolah terdapat ide-ide tentang banyak hal dan di sanalah letak keluasan pengetahuan.
Selain pengetahuan, dengan rasio pula manusia dapat menemukan Tuhan. Dari awal, penulis memang telah mengagungkan Tuhan sebagai pemegang kebenaran mutlak. Hal ini dikatakan oleh Descartes karena memang kebenaran tentang eksistensi Tuhan itu memang benar. Karena dalam rasio tidak ada ide lain yang dapat meragukan atau membandingkan-Nya.
“Tuhan adalah penyebab dari segala sesuatu ˗˗ kita harus lebih cenderung kepada otoritas Tuhan daripada persepsi kita sendiri.” (Descartes, 2018: 62–67)
Pada bagian ini ditutup dengan berbagai hal yang merupakan penyebab utama kesalahan. Penulis menyebutkan bahwa kesalahan utama dalam mendapatkan pengetahuan adalah prasangka, sulit melupakan prasangka, cenderung menilai sesuatu dari opini orang lain dan bukan pada ide murni, dan terpaksa membenarkan sesuatu yang tidak jelas-jelas diketahui. Sebagai penutup bagian pertama, Descartes menyerahkan segalanya kepada Tuhan.
Bagian kedua berisi tentang benda atau material, yang menurut Descartes adalah substansi yang mengalami ekstensi (perluasan atau perubahan). Tentunya jika membahas tentang material, tidak akan pernah lepas kaitannya dengan indra, gerak, dan tempat serta ruang.
Pada bagian awal, penulis telah mencantumkan bahwa apa yang ditangkap oleh indra kadang menipu. Namun, untuk mengetahui material, peran indra dibutuhkan. Tetapi, segala keputusan tetap diserahkan kepada rasio.
Indralah yang dapat mengetahui material itu bergerak. Gerak yang dimaksudkan adalah perpindahan material pada satu tempat ke tempat atau ruang lain. Namun, Descartes menjelaskan bahwa tempat dan ruang itu berbeda. Yang mana material memang diletakkan pada “tempat”, namun ada juga material yang mengisi “ruang”.
Bagian ketiga, Descartes tidak terlalu detail menjabarkan tentang dunia yang dapat dilihat. Baginya, cukup dengan rasio manusia dapat menemukan kebenaran material termasuk bumi. Selain itu, semua hal akan tetap berada dalam kuasa Tuhan. Karena rasio manusia untuk memahami segala material dalam bumi apalagi semesta, tidak akan pernah mungkin sepenuhnya benar. Seandainya manusia selalu benar memahami ciptaan-Nya, pasti ia mampu membuat semestanya sendiri, namun kenyataanya nihil. Manusia tidak akan pernah mampu untuk itu.
Bagian terakhir adalah tentang bumi. Di sini Descartes telah menafsirkan bahwa tidak ada sesuatu dalam bumi untuk dibahas kecuali bentuk dan gerakan. Namun, adanya indra telah menghadirkan banyak hal untuk diperbincangkan.
Indra memiliki lima tugas dalam setiap tindakannya. Penulis menjelaskan secara panjang lebar tentang setiap tugas indra mulai dari melihat, mengecap, mencium, menyentuh, sampai mendengar. Namun, tetap saja untuk mengetahui isi dalam bumi hanya rasiolah yang mampu. Sedangkan indra hanya tahu sebatas kover bumi.
“Agar saya tidak berasumsi terlalu jauh, saya tidak menegaskan apa-apa. Tetapi menyerahkan semua pendapat saya kepada otoritas gereja dan penilaian dari orang-orang yang lebih bijak.” (Descartes, 2018: 111)
Itu adalah deretan kalimat penutup yang mengakhiri isi buku. Descartes, filsuf yang digadang-gadang telah membukakan pintu untuk abad modern, nyatanya tetap mengamini otoritas gereja juga. Ia tidak bisa lepas dari otoritasnya. Namun, setidaknya dengan tulisannya ini kita dapat mengetahui bahwa mana yang seharusnya dapat dirasionalkan dan mana yang memang menjadi keterbatasan rasio.
Penulis: Miftakul Ulum Amaliyah
Redaktur: Rifqi I. F.