Fakul­tas Ushu­ludin, Adab, dan Dak­wah (FUAD) UIN Sayyid Ali Rah­mat­ul­lah Tulun­ga­gung telah sele­sai mengge­lar kegiatan Pen­ge­nalan Budaya Akademik dan Kema­ha­siswaan (PBAK) pada tang­gal 23 hing­ga 24 Agus­tus 2024. Acara yang berlang­sung sela­ma dua hari ini men­gusung tema “Eska­tolo­gi Akademisi: Matinya Tang­gung Jawab Intelek­tu­al” yang ditu­jukan untuk meng­gu­gah maha­siswa agar berani bersuara.

Hal terse­but sejalan den­gan apa yang dikatakan oleh Achmad Ali Akbar selaku Ket­ua Pelak­sana PBAK FUAD 2024. “Tujuan­nya ya supaya maha­siswa berani bersuara,” terangnya.

Selain itu, Akbar men­je­laskan jika tema terse­but diam­bil berdasarkan pada muncul­nya beber­a­pa fak­tor yang mem­bu­at mati sebuah tang­gung jawab intelek­tu­al baik dari maha­siswa maupun dari civ­i­tas akademi­ka itu sendiri. Di sini ia juga men­erangkan bah­wa ter­da­p­at perge­ser­an ori­en­tasi dalam diri maha­siswa dari yang mulanya intelek­tu­al bergeser pada kepentin­gan untuk men­cari kerja.

Kare­na dirasa di maha­siswa fakul­tas kita kali ini itu ada beber­a­pa fak­tor yang bisa men­gak­i­batkan matinya tang­gung jawab intelek­tu­al, Mbak. Jadi, ada perge­ser­an ori­en­tasi dari yang awal­nya maha­siswa terse­but intelek­tu­al atau semacam­nya bergeser pada buat men­cari ker­ja atau gimana,” jelas Akbar.

PBAK FUAD yang men­gusung tema “Eska­tolo­gi Akademisi: Matinya Tang­gung Jawab Intelek­tu­al” ini mem­bawa sebuah pem­baru­an dari tahun sebelum­nya, yaitu den­gan adanya kegiatan ruwatan. Ruwatan dimak­sud­kan seba­gai salah satu ben­tuk reak­si sosial seba­gai wadah untuk men­jem­bat­ani para maha­siswa agar berani dalam menyuarakan pen­da­p­at secara lebih masif.

Kalo defin­isi terkait ruwatan­nya sih bukan hanya sekedar rek­sos (reak­si sosial), melainkan lebih dari sekedar rek­sos. Tapi, ya buat temen-temen itu biar berani berpen­da­p­at, bersuara biar lebih masif gitu,” Jelas­nya.

Kegiatan yang berlang­sung pada Sab­tu, 24 Agus­tus 2024 sek­i­tar pukul 17.00 WIB di pelataran gedung rek­torat UIN SATU Tulun­ga­gung ini dibu­ka secara sim­bo­lis oleh Ket­ua DEMA FUAD den­gan memec­ahkan ken­di dan berlan­jut pada pem­berangkatan peser­ta yang diirin­gi den­gan men­gu­cap kali­mat Laa Ilaa­ha Illal­lah.

Akbar menye­butkan jika kegiatan terse­but juga didukung oleh aksi beber­a­pa maha­siswa yang melakukan orasi di depan gedung rek­torat. “Kalau kon­sep ruwatan­nya gini, Mbak. Para maha­siswa dikumpulkan sete­lah ishoma, lalu dibu­ka oleh Ket­ua DEMA den­gan sim­bo­lik den­gan memec­ah ken­di. Sete­lah ken­di pec­ah, lalu para maha­siswa ber­jalan ke rek­torat sam­bil mengu­man­dan­gkan laa ilaa­ha ilal­lah. Sete­lah ada di depan rek­torat, lalu ada beber­a­pa maha­siswa yang berorasi,” jelas­nya.

Selain itu, kegiatan ruwatan ini juga dis­er­tai den­gan pen­gusun­gan keran­da bertuliskan kali­mat ‘Innalil­lahi wa inna ilai­hi roji­un’ yang meny­im­bolkan matinya intelek­tu­al maha­siswa kare­na dike­biri oleh para pet­ing­gi yang seo­lah-olah menye­babkan maha­siswa tidak boleh bersuara.

Sim­bol­nya bah­wa kein­telek­tu­alan kita itu dike­biri, dibunuh oleh pet­ing­ginya sendiri gitu, Mbak. Jadi maha­siswa seakan-akan gak boleh bersuara. Kek mengekang. Mere­ka seakan-akan dike­biri oleh pet­ing­ginya sendiri. Mungkin itu sim­bol di dalam keran­da itu, Mbak. Soal­nya di keran­da itu juga dit­ulis matinya tang­gung jawab intelek­tu­al,” terangnya.

Tetapi, di sisi lain Akbar juga men­gatakan jika ter­da­p­at keka­cauan yang men­gak­i­batkan kegiatan ini kelu­ar dari kon­sep awal yang telah diren­canakan. Keka­cauan terse­but beru­pa tin­dakan maha­siswa baru yang melem­parkan bun­ga di sep­a­n­jang jalan menu­ju gedung rek­torat. Selain itu, ia juga men­gatakan secara implisit terkait hal-hal lain yang turut mem­bu­at kacau kegiatan tersebut.

 “Namun, di sana ada sedik­it keka­cauan di luar tang­gung jawab, di luar kendali kita. Kon­sep­an dari kita nggak seper­ti itu, Mbak. Kon­sep­an dari kita nan­ti di sana itu ada perny­ataan sikap lalu penabu­ran bun­ga, sebe­narnya seper­ti itu, Mbak. Jadi sudah terkon­sep, tapi kon­sep itu tidak ber­jalan, Mbak, ada hal yang ya begi­t­u­lah. Terus para maha­siswa baru malah melem­parkan bun­ganya itu tidak diinginkan, bikin kotor gitu kan, Mbak. Aslinya bukan seper­ti itu, Mbak. Aslinya penabu­ran bun­ga hanya di depan rek­torat saja, tapi teman-teman maba itu melem­par-lem­par gitu dan itu gabisa dikon­trol gitu, Mbak,” imbuh­nya dalam menang­gapi keka­cauan yang ter­ja­di sela­ma kegiatan. 

Dalam hal ini,  Akbar men­gatakan jika urgen­si dari adanya ruwatan adalah untuk menyuarakan hal-hal yang men­ja­di kere­sa­han di kalan­gan maha­siswa seper­ti hal­nya masalah Uang Kuli­ah Tung­gal (UKT) dan juga pungli (pung­utan liar). Tetapi, di sini ia men­je­laskan jika isu yang lebih ditekankan adalah terkait masalah UKT kare­na hal terse­but­lah yang saat ini masih bers­ing­gun­gan lang­sung den­gan para maha­siswa baru.

Urgensinya ya itu, Mbak, menyuarakan apa yang dire­sahkan maha­siswa. Kena­pa kok mengam­bil UKT ya kare­na yang berkai­tan den­gan para mabanya ya UKT, Mbak. Kalau pungli kan maba belum ada, yang berkai­tan lang­sung kan UKT gitu lho, Mbak. Jadi begi­tu. Tapi, isu-isu terse­but ya dibawa, tapi yang ditekankan ya UKT itu, Mbak,” terangnya.

Terkait respon pihak rek­torat, Akbar men­gatakan jika respon yang diberikan oleh pihak rek­torat hanya sebatas menyak­sikan dan bertanya kepa­da peser­ta. Namun, keti­ka ditanya lebih lan­jut, ia men­gaku tidak menge­tahui secara pasti per­i­hal apa yang ditanyakan pihak rek­torat kepa­da para maha­siswa yang ten­gah melakukan aksi sem­bari orasi.

Kalau respon dari rek­torat sendiri kemarin banyak kok, Mbak, yang kelu­ar gitu, sat­pam juga ada. Sikap­nya bertanya sih, Mbak, bertanya ke temen-temen. Tanya-tanya, tapi nggak ter­lalu frontal tanyanya. .… Kurang tahu, Mbak, soal­nya saya fokus ke temen-temen maba aja…” jelas­nya terkait respon yang diberikan oleh pihak rektorat.

Selain itu, ter­da­p­at beber­a­pa maha­siswa baru yang men­gatakan bah­wa ia tidak menge­tahui secara jelas terkait apa yang dis­uarakan dalam ruwatan yang diikutinya. Mis­al­nya saja E, salah satu maha­siswa baru juru­san Psikolo­gi Islam yang men­gatakan jika ia hanya ikut-iku­tan saja. Tetapi, ia juga menam­bahkan jika ada bagus­nya jika isu-isu seper­ti itu dis­uarakan guna memu­dahkan akses pen­didikan bagi kalan­gan masyarakat menen­gah ke bawah.

Oh baru tau, Kak, kemarin ikut-iku­tan aja, soal­nya keja­di­an­nya begi­tu cepat. Bagus sih kalo dis­uarakan biar memu­dahkan akses pen­didikan masyarakat menen­gah ke bawah,” pungkas­nya.

Kendati demikian, ia men­gatakan jika kegiatan yang tak berlang­sung lama terse­but ber­jalan den­gan lan­car. Dan untuk men­gakhiri keka­cauan yang sem­pat ter­ja­di, pihak pani­tia meng­ha­lau peser­ta untuk segera menu­ju ke lapan­gan uta­ma guna men­gakhiri kegiatan ruwatan den­gan mem­bakar keran­da yang bertem­pat di lapan­gan uta­ma UIN SATU Tulun­ga­gung. Pem­bakaran terse­but dilakukan guna menghi­langkan kema­t­ian intelek­tu­al yang ada dan juga untuk menum­buhkan seman­gat para mahasiswa.

Tapi ber­jalan lan­car kok. … Sama temen-temen lang­sung diarahkan ke lapan­gan uta­ma dan mem­bakar keran­da. … Kon­sep­an dari awal gitu, buat menghi­langkan kema­t­ian itu sendiri, Mbak, sama mem­bangk­itkan seman­gat maha­siswa juga,” terangnya.

Penulis: Lulu
Reporter: Lulu, Maula
Edi­tor: Novinda