Masyarakat Indone­sia kini ten­gah dihe­bohkan den­gan kepu­tu­san men­dadak Dewan Per­wak­i­lan Raky­at (DPR) men­ge­nai Ran­can­gan Undang-Undang (RUU) Cip­ta Ker­ja. Pem­ba­hasan­nya yang dilakukan secara diam-diam men­gun­dang banyak per­tanyaan di benak masyarakat. Tak hanya itu, pem­ba­hasan­nya juga dilakukan secara singkat dan cepat. Apala­gi di ten­gah pan­de­mi seper­ti ini, Dewan Per­wak­i­lan Raky­at (DPR) seakan-akan tak ingin ket­ing­galan kesem­patan. Entah kesem­patan untuk melin­dun­gi raky­at atau menyengsarakan rakyat.

Sudah sejak awal kemu­ncu­lan Rang­can­gan Undang-Undang ini diten­tang oleh banyak pihak, teruta­ma para buruh, peker­ja har­i­an, maha­siswa, hing­ga para aktivis. RUU yang kini telah men­ja­di UU ini dini­lai banyak pihak memi­li­ki per­soalan-per­soalan yang harus dika­ji lebih dalam. Banyak pasal-pasal yang ada akan merugikan pihak peker­ja dan buruh teruta­ma per­soalan gaji, pesan­gon, dan tun­jan­gan-tun­jan­gan lain. Selain itu para aktivis lingkun­gan meli­hat UU ini akan dap­at men­gan­cam kelestar­i­an alam. Eksplo­rasi yang berlebi­han akan men­gak­i­batkan kerusakan yang berak­i­bat fatal bagi manu­sia. Protes yang dilayangkan sejak awal tak digubris oleh pihak DPR. Wak­il Raky­at ini seper­tinya memang mulai tuli ter­hadap protes-protes yang dilayangkan masyarakat. Demo yang ter­ja­di tak mem­bu­at mere­ka gen­tar untuk tetap mem­ba­has bahkan menge­sahkan RUU ini. 

DPR seper­ti kuc­ing-kucin­gan den­gan masyarakat seakan tak ingin kehi­lan­gan ikan yang sudah ditan­gani. Begi­tu banyak raky­at yang berun­juk rasa, bukankah ini tan­da bah­wa RUU ini tak layak ada? Atau mungkin UU ini “titi­pan”, maka dari itu para wak­il raky­at buru-buru mem­ba­has­nya  agar tak ada tang­gun­gan begi­tu. Untuk kemu­ngk­i­nan ini, tak ada yang tahu kare­na memang tak di beri tahu, tapi masyarakat tak sebodoh itu saya rasa. 

Ribuan masyarakat ter­diri dari maha­siswa, buruh, dan aktivis turun ke jalan hing­ga hari ini sejak RUU Cip­ta Ker­ja dis­ahkan. Di ten­gah pan­de­mi yang masih meng­in­tai, polemik RUU Cip­ta Ker­ja menam­bah per­soalan negeri ini. Rasa-rasanya masyarakat sudah tak peduli den­gan pan­de­mi. Kepu­tu­san para wakil­nya mem­bu­at masyarakat mur­ka. Aksi-aksi tak hanya dilakukan den­gan demo turun ke jalan namun juga den­gan cara-cara kre­atif war­ganet. Sak­ing kre­at­ifnya war­ganet mem­bu­at iklan gedung DPR, rumah para wak­il raky­at itu dijual den­gan har­ga yang san­gat murah di berba­gai situs jual beli online.

Yang lebih menge­ce­wakan lagi sikap para aparat yang menangkap para demon­stran. Tan­pa keteran­gan yang pasti mere­ka mem­bawa orang-orang pil­i­han yang bisa jadi memang harus ditangkap dan dia­mankan. Namun lagi-lagi tan­pa keje­lasan di mana dan ke mana mere­ka dibawa. Tin­dakan aparat tak hanya berhen­ti di penangka­pan saja, namun juga melakukan kek­erasan ter­hadap para demon­stran. Ten­tu hal ini men­gun­dang banyak keca­man dari berba­gai pihak teruta­ma maha­siswa dan aktivis. 

Namun yang marak ter­ja­di saat ini, aksi van­dal­isme mem­bu­at masyarakat ger­ah. Menyuarakan aspi­rasi den­gan demon­strasi boleh-boleh saja sah-sah saja, namun per­lu diin­gat bah­wa van­dal­isme, bakar-bakar, dan nyam­pah adalah hal yang tak patut untuk dilakukan. Aksi ini pasti ada pemicu, ya memang ada pemicu dan itu yang harus diwas­padai. Jan­gan-jan­gan ada oknum yang menung­gan­gi aksi demo ini. Jan­gan sam­pai aksi menyuarakan aspi­rasi ini malah berbun­tut pada kerusuhan yang merugikan banyak pihak bahkan masyarakat yang ingin dibela. 

Seba­gai maha­siswa dan masyarakat, kita tidak bisa ser­ta mer­ta meli­hat semuanya den­gan negatif. Kita harus meli­hat dari banyak sisi yang ada. Selain itu dite­mukan­nya beri­ta-beri­ta hoaks juga harus men­ja­di per­ha­t­ian. Per­hatikan dan paha­mi infor­masi yang ada akan mem­ban­tu keadaan lebih kondusif.

Penulis: Nurul Kari­mat­ul Fitria
Edi­tor: Nifa K. Fahmi