Baru-baru ini san­ter ter­den­gar perny­ataan dari Wak­il Kementer­ian Per­ta­hanan (Wamen­han) Sak­ti Wahyu Treng­gono, bah­wa pihaknya beren­cana bek­er­ja sama den­gan pihak Kementer­ian Pen­didikan dan Kebu­dayaan (Kemendik­bud) untuk men­er­ap­kan pen­didikan militer lewat pro­gram “Bela Negara” kepa­da para maha­siswa per­gu­ru­an tinggi. 

                Hal ini son­tak men­u­ai banyak reak­si dari berba­gai kalan­gan, teruta­ma anak muda. Diku­tip dari wawan­cara kompas.com, Treng­gono menekankan bah­wa pro­gram “Bela Negara” tidak bersi­fat wajib, tetapi sukarela. Yang berar­ti maha­siswa memi­li­ki pil­i­han untuk mengiku­ti pro­gram terse­but atau tidak. “Itu bukan sesu­atu yang harus, artinya semacam pil­i­han kalau maha­siswa ingin, dia ingin bergaya. Dia juga ingin bela­jar kedisi­plinan gitu bisa,” ungkap Trenggono. 

                Namun, ren­cananya  Kementer­ian Per­ta­hanan dan Kea­manan (Kemen­han) juga akan mema­sukkan pen­didikan militer ini men­ja­di pil­i­han mata kuli­ah sela­ma satu semes­ter. Maha­siswa bebas untuk memil­ih mengikutinya maupun tidak. Hing­ga pada akhirnya nilai dari pro­gram terse­but akan dima­sukkan ke dalam Sis­tem Kred­it Semes­ter (SKS) yang diam­bil. Jika benar dima­sukkan ke dalam sis­tem SKS, bukankah maha­siswa yang saat ini rata-rata beram­bisi menge­jar Indeks Prestasi Kumu­latif (IPK) yang sem­pur­na, mau tidak mau mengiku­ti pro­gram terse­but? Bukan melahirkan sikap cin­ta ter­hadap tanah air yang seper­ti dihara­p­kan oleh pemer­in­tah, namun melahirkan anak muda yang gila oleh nilai. 

                Berlan­jut men­ge­nai alasan dit­er­ap­kan­nya pen­didikan militer kepa­da mile­nial. Wamen­han Treng­gono men­je­laskan bah­wa alasan pemer­in­tah men­er­ap­kan pro­gram ini adalah upaya agar gen­erasi muda tidak hanya memi­li­ki kreativ­i­tas dan ino­vatif, melainkan juga cin­ta ter­hadap bangsa dan negara dalam kehidu­pan sehari-hari. 

Selain itu agen­da ini juga upaya pemenuhan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 ten­tang Pen­gelo­laan Sum­ber Daya Nasion­al untuk Per­ta­hanan Negara. Meru­juk pada UU ini, war­ga sip­il yang mengiku­ti pen­didikan militer akan dima­sukkan ke dalam Kom­po­nen Cadan­gan (Kom­cad). Dan untuk masuk ke dalam Kom­cad, ter­tulis bah­wa war­ga sip­il yang sukarela. Sukarela meru­pakan perasaan murni doron­gan dari diri sendiri, bukan kare­na tun­tu­tan nilai. Jika sukarela men­ga­pa harus mema­sukkan pen­didikan militer dalam sis­tem SKS yang hanya akan mem­bu­at maha­siswa ter­paku den­gan nilai?

                “Kita jan­gan kalah den­gan Korea Sela­tan, yang mam­pu meng­gun­cang dunia melalui budaya K‑Pop. Jika dil­i­hat dari sudut per­ta­hanan, itu cara mere­ka melalui indus­tri kre­at­ifnya memen­garuhi dunia. Indone­sia harus­nya bisa seper­ti itu kare­na kita pun­ya seni dan budaya yang banyak, ujar Trenggono 

Bukankah aneh perny­ataan di atas, budaya K‑Pop yang meng­gun­cang dunia dijadikan alasan den­gan adanya pen­didikan militer di Indone­sia agar juga bisa meng­gun­cang dunia. Not apple to apple. Apakah tidak ada jalan selain lewat militer untuk mam­pu berkom­petisi di kanc­ah inter­na­sion­al? Atau wacana ini hanya untuk “ikut-iku­tan” tren yang ditiru dari Korea Sela­tan? Jika seper­ti itu benarnya, maka mak­sud dari pemer­in­tah ini secara otoma­tis men­gu­ran­gi esen­si bela negara itu sendiri. 

Bela Negara” itu luas caku­pan­nya. Penen­tu sese­o­rang men­er­ap­kan sikap “Bela Negara” tidak hanya diten­tukan oleh militer. Con­toh yang pal­ing seder­hana seper­ti men­gakui diri sendiri bah­wa War­ga Negara Indone­sia, menc­in­tai pro­duk dalam negeri, mengkri­tik kin­er­ja pemer­in­tah pun itu juga ter­ma­suk “Bela Negara”. Jika mengam­bil con­toh budaya K‑Pop, bukankah juga pemer­in­tah lebih baik men­er­ap­kan pro­gram ten­tang men­go­lah poten­si dan budaya dari­pa­da pro­gram pen­didikan militer? Coba kalau pemer­in­tah mau berse­dia menggelon­torkan uangnya untuk lebih mengek­splo­rasi poten­si budaya dan mem­pro­mosikan den­gan aktif, maka budaya Indone­sia juga bisa sama seper­ti budaya K‑Pop meng­gun­cang dunia. Keuan­gan yang dikelu­arkan untuk mem­fasil­i­tasi pro­gram pen­didikan militer juga pastinya tidak sedik­it, sedan­gkan belum dije­laskan juga indika­tor keber­hasi­lan pro­gram ini. 

Toh jika meli­hat sis­tem militer Korea Sela­tan, mere­ka memi­li­ki urgen­si kuat yang menun­tut semua anak mudanya baik kalan­gan war­ga biasa maupun seo­rang pub­lik fig­ur mengiku­ti pro­gram wajib militer. Sebab saat ini Korea Sela­tan memang masih dalam keadaan perang den­gan Korea Utara. Den­gan dit­er­ap­kan­nya wajib militer, jika sewak­tu-wak­tu ter­ja­di deklarasi perang kem­bali, maka raky­at mere­ka yang ter­go­long berjum­lah sedik­it itu bisa melin­dun­gi dirinya sendiri dan negara. 

Urgen­si yang dis­am­paikan pemer­in­tah ten­tang wacana pen­er­a­pan pro­gram ini dirasa masih san­gat kurang, masih belum jelas detail­nya, dan Indone­sia rasanya masih belum per­lu memi­li­ki Kom­cad. Untuk menam­bah kecin­taan anak muda ter­hadap tanah air dan agar tidak kalah den­gan budaya begara, militer bukan­lah jalan satu-sat­un­ya. Indone­sia meru­pakan Negara yang maje­muk, tidak per­nah kehabisan pasukan TNI. Di luar sana pem­i­nat pro­fe­si militer juga masih san­gat melimpah dan pastinya memi­li­ki jiwa nasionalis.

Jika masih banyak anak muda di luar sana yang beram­bisi ingin masuk militer. Lalu apa sebe­narnya urgen­si dit­er­ap­kan­nya pen­didikan militer ini? []