Masih dalam suasana peringatan Haul Gus Dur ke-12 GUSDURian Bonorowo Tulungagung gelar acara “Nobar Film Serial Dokumenter Ekspedisi 3 Sungai dan Diskusi Publik” yang dilaksanakan pada Minggu 09 Januari 2022, dan berlokasi di Café Sudut Pandang Tulungagung. Dalam acara tersebut hadir Prigi Arisandi seorang peneliti dan aktivis sungai yang terlibat langsung dalam serial dokumenter tersebut. Serta Abdul Mukhosis salah satu pemerhati lingkungan di wilayah Tulungagung. Kegiatan yang berlangsung dari pukul 12.30 hingga 17.00 WIB ini mengharapkan kepedulian dan kehadiran masyarakat Tulungagung terhadap lingkungan.
Acara ini dimulai dengan menyaksikan sebuah Serial Dokumenter garapan Watch Doc bersama dengan Ecoton. Sebuah Lembaga besutan Prigi dan kolega yang menaruh minat pada kelestarian serta keberlangsungan sungai nan bersih dan bebas dari limbah. Setelahnya masuk kepada pembahasan isu-isu lingkungan, yang utamanya ada di dalam film tersebut oleh narasumber. Lalu menariknya pada lokalitas isu lingkungan di Tulungagung. Sebagaimana dijelaskan oleh Habiburrohman Tamba selaku koordinator acara, ia menegaskan bahwa alasan terselenggarakannya kegiatan ini karena semangat dan kegelisahan komunitas yang tidak hanya berkutat pada isu keberagaman, toleransi, dan intoleransi melainkan juga mengenai isu-isu lingkungan.
Tamba menjelaskan, “kegelisahan kita selama ini karena banyaknya sampah sebab absennya negara dalam penanganan pengelolaan sampah. Bisa kita crosscheck di undang-undang peraturan daerah dan lainnya ternyata hanya sekedar tulisan, faktanya di lapangan tidak jauh-jauh di area Tulungagung saja, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Segawe sampai overload… nah inikan bukti ketidak becusan negara sebenarnya, tapi disisi lain peran kapital itu juga penting karena sampah itu pasti didominasi oleh plastik dan produk kapital, itu kegelisahan kawan-kawan.”

Film yang disajikan berjudul “Ekspedisi 3 Sungai” berisi perjalanan Prigi dalam menyusuri 3 sungai besar di Jawa yang telah tercemar oleh limbah dan sampah. Terkait isu yang digelutinya tersebut, Prigi mengajak agar beranggapan bahwa untuk paham terkait masalah sampah dan sungai dapat diumpamakan seperti halnya seseorang mengenal kekasihnya, maka harus pelan-pelan mengenalinya dulu. Ketika sudah mengenalinya lebih jauh, kita bisa memperkenalkannya pada orang lain. Masyarakat harus mengenal dulu mengenai sungai lokal dan problem yang terjadi di sekitarnya, karena akan ada kedekatan emosional masyarakat dengan sungai-sungai di lingkungannya,“di lokal kita dulu, di Ngrowo, sungai yang legendaris. Kita mau mengenal dulu problem lokal kita,” ungkap Prigi.
Kondisi memprihatinkan terhadap lingkungan juga dirasakan oleh Abdul Mukhosis, masyarakat sekaligus aktivis lokal di Tulungagung. Ia menjelaskan, sampah seharusnya tidak dibiarkan bercecer di sembarang tempat tetapi perlu dikelola, utamanya dalam memperkecil pembuangan sampah anorganik. Selama ini ia dan komunitas anak-anak muda yang peduli, hanya dapat memberikan himbauan melalui poster dan spanduk di lokasi yang digunakan untuk pembuangan sampah di antaranya tepi jalan dan jembatan. Ia juga berharap untuk tetap menjalin kerja sama dan mengajak seluruh lapisan masyarakat termasuk komunitas, guna memberikan perhatian lebih terhadap sampah di Tulungagung.
Menyikapi terselenggaranya kegiatan ini dan atas kegelisahan yang dirasakan, GUSDURian Bonorowo Tulungagung akan berkomitmen dan berencana untuk membuat langkah-langkah lain terkait isu sampah. Namun, untuk saat ini belum berani untuk menyebutkan gerakannya. ‘’Kita berencana punya gerakan tapi belum berani untuk menyebutkan bentuk gerakannya itu apa. Tapi yang jelas kita punya gerakan walaupun itu tidak masif, untuk masalah sampah ya,’’ terang Tamba.
Penulis: Vidya
Reporter: Vidya, Sherina
Redaktur: Bayu
Jarang tidur, tapi punya banyak mimpi. Let’s make equality bestie💫