Kehi­lan­gan adalah suatu hal yang mem­bu­at hati rapuh, tidak ada yang bisa men­gar­tikan bagaimana hati yang tak lagi memi­li­ki hara­pan. Kenan­gan-kenan­gan di masa lalu terus meng­han­tuinya seper­ti ilusi yang terus men­gelilin­gi jiwa yang rapuh.

Dia adalah Naesya Mel­d­ina seo­rang gadis beru­sia 23 tahun yang memi­li­ki paras can­tik dan anggun. Namun, semua orang men­gang­gap dia adalah patung yang ber­jalan kare­na karak­ternya yang dingin.

Meskipun banyak laki-laki yang meng­in­car cin­tanya, tapi sayang dia telah mati rasa. Hatinya yang masih trau­ma akan cin­ta di masa lalu mem­bu­at­nya semakin ter­pu­ruk dan tidak ingin jatuh cin­ta lagi. Sekali ia ter­sak­i­ti maka sekali itu ia menjalaninya.

Bukan ia tidak ingin memi­li­ki sese­o­rang yang menyayanginya melainkan ia masih dis­e­limu­ti oleh rasa takut. Hari ini ia ter­li­hat buru-buru ber­jalan halte dan berharap ia tidak akan ket­ing­galan bus menu­ju tem­pat kerjanya.

Alham­dulil­lah, hari ini aku tidak ter­lam­bat lagi,” batin­nya merasa lega.

Naesya duduk di kur­si dekat den­gan jen­dela, tidak lama kemu­di­an ada seo­rang pemu­da yang ikut duduk di samp­ingnya. Dia yang cuek pun tidak menghi­raukan den­gan sia­pa dia duduk saat ini, melainkan ia hanya berpu­ra-pura sibuk memainkan ponselnya.

Kau sedang apa?” per­tanyaan yang dilon­tarkan oleh pemu­da itu.

Deg.

Jan­tung Naesya berhen­ti berde­tak seje­nak saat men­ge­nali suara pemu­da itu. Ingin menoleh tapi ia masih ragu dan gugup, bagaimana bisa pemu­da yang sela­ma ini tidak ada kabar tiba-tiba duduk di sebelahnya.

Naesya, aku tidak salah men­ge­nali orang kan?” tanya pemu­da itu sekali lagi.

Naesya pun menghela nafas pan­jang dan men­co­ba untuk men­e­tralkan perasaan­nya dan menoleh.

Maaf, Naesya sia­pa ya?” ujar Naesya pura-pura tidak tahu.

Owh maaf, saya tadi men­gi­ra Anda adalah dia, sekali lagi saya minta maaf,” ucap pemu­da itu merasa bersalah.

Apakah aku sudah tidak lagi men­ge­nali wajah­nya? Tapi aku yakin dia adalah Naesya, batin pemu­da itu. Pemu­da itu diam-diam menat­ap wajah Naesya dan berharap bah­wa ini adalah kenyataan.

Bahkan ia masih penasaran den­gan Naesya yang terus men­gal­ihkan pan­dan­gan­nya. Apa dia berusa­ha untuk menyem­bun­yikan sesu­atu dariku? batin pemu­da itu sekali lagi.

Berbe­da den­gan Naesya saat ini yang merasakan gugup kare­na berte­mu den­gan­nya lagi. Azriel, kena­pa kita baru kete­mu lagi? Bukan­nya sudah tiga tahun kita tidak berte­mu? batin Naesya.

Yah, mere­ka sudah tiga tahun tidak berte­mu sejak Naesya bertu­nan­gan. Bahkan sam­pai Naesya menikah tidak ada kabar darinya. Namun kini sete­lah keper­gian suaminya mere­ka kem­bali bertemu.

Ked­u­anya memanglah saha­bat yang sulit untuk dip­isahkan. Tetapi Naesya yang ego­is menghin­dari Azriel saat men­gungkap­kan cin­tanya dan memi­li­ki laki-laki lain. Dan hari ini adalah kali per­ta­ma mere­ka berte­mu kembali.

Sete­lah sam­pai di depan butik, Naesya turun dari bus terse­but den­gan perasaan lega kare­na ia tidak lagi duduk bersama Azriel. Namun tan­pa sepenge­tahuan darinya, Azriel juga ikut turun dan berdiri di belakang Naesya.

Syukurlah, aku merasa lega,” ucap Naesya menghela nafas.

Kena­pa?” tanya Azriel secara tiba-tiba dan berhasil mem­bu­at Naesya terkejut.

Naesya pun menoleh, “Kau?!” seru Naesya.

Boleh aku ikut bersama­mu?” tanya Azriel.

Hah?! Untuk apa kau ikut bersamaku?!” seru Naesya merasa gugup.

Untuk berte­mu den­gan Naesya,” ujar pemu­da itu ter­li­hat santai.

Apakah dia men­car­iku? Apakah dia sudah menge­tahui kalau suamiku menceraikan aku? Lalu untuk apa dia kemari? pikir Naesya.

Apakah dia men­car­iku? Apakah dia sudah menge­tahui kalau suamiku menceraikan aku? Lalu untuk apa dia kemari? pikir Naesya.

Kau baik-baik saja kan?” tanya Azriel melam­baikan tan­gan­nya di depan wajah Naesya.

Ahh iya,” jawab Naesya gugup dan men­gal­ihkan pan­dan­gan­nya. “Maaf aku harus per­gi,” ucap Naesya lalu melangkah.

Apakah kau sedang menghin­dariku?!” teri­ak Azriel mam­pu menghen­tikan langkah­nya, bahkan men­ja­di pusat per­ha­t­ian orang-orang yang ada di sana.

Aku tahu kau sedang berbo­hong padaku! Kena­pa Naesya? Kenapa?!”

Naesya yang bin­gung den­gan apa yang dikatakan oleh Azriel, lalu ia pun menoleh.

Apa mak­sud kamu seper­ti ini Azriel!” seru Naesya spontan.

Azriel pun meny­eringai puas kare­na ia telah berhasil mem­bu­at buat Naesya men­gakui bah­wa ia masih men­ge­nal dirinya. Kemu­di­an Azriel ber­jalan mendekatinya.

Dasar pem­bo­hong yang buruk,” ucap pemu­da itu sam­bil men­gelus kepala Naesya.

Naesya ter­diam men­da­p­atkan per­lakuan seper­ti itu, ia jadi teringat wak­tu per­ta­ma kali mere­ka bertemu.

Kau tidak pan­tas men­ja­di pem­bo­hong, mengerti?”

Naesya pun men­gang­gukan kepalanya, “maaf,” ujar Naesya masih menun­dukkan kepalanya.

Kau tidak merindukanku?”

Tidak, maaf aku harus per­gi, kau pulang saja, istrimu pasti sudah menung­gu­mu pulang,” ucap Naesya san­tai dan berba­lik melan­jutkan langkahnya.

Aku belum menikah.” Azriel pun mengiku­ti langkah kecil Naesya.

Sekali lagi Naesya menghen­tikan langkah­nya dan berbalik.

Kau mau menikah? Aku pun­ya teman dia belum menikah, jika kau mau akan aku kenalkan dia padamu,” tutur Naesya berusa­ha tenang.

Azriel tidak suka den­gan perkataan Naesya, pada­hal ia hanya ingin menikah dengannya.

Tapi aku ingin menikah den­gan­mu,” cele­tuk Azriel ter­den­gar sendu.

Maaf.” Naesya pun berlari kecil masuk ke dalam butik.

Maaf Azriel, aku tidak pan­tas untuk­mu, batin Naesya mena­han air matanya agar tidak menangis.

***

Malam itu bulan ter­li­hat terang, bin­tang-bin­tang berte­baran dilan­git. Azriel menung­gu Naesya kelu­ar dari butiknya. Tidak lama kemu­di­an Naesya kelu­ar bersama teman-teman­nya, tapi berpisah dari sana.

Naesya!” seru Azriel mem­bu­at Naesya menoleh.

Azriel?

Azriel, kena­pa kau di sini?”

Aku ingin berbicara denganmu,”

Katakan saja,”

Kita bicara di taman saja bagaimana?” ujar Azriel.

Baik­lah.”

Sesam­painya di taman mere­ka pun duduk di salah satu kur­si pan­jang bersebelahan.

Naesya, aku tahu kalau kamu sudah cerai den­gan Aditya,” ucap Azriel mem­bu­ka pem­bicaraan ter­lebih dahulu.

Jika hanya ingin men­gungk­it ten­tang dia, lebih baik aku pulang,” ujar Naesya lang­sung bangun.

Naesya tung­gu!” Azriel mena­han­nya agar tidak pergi.

Bolehkah aku bertanya?”

Iya.”

Masih adakah tem­pat di hatimu untuk aku singgahi?” tanya Azriel den­gan lembut.

Maaf, tapi aku bukan lagi yang dulu, aku sudah per­nah menikah, sedan­gkan kamu belum per­nah menikah, jadi lebih baik kau cari wani­ta lain saja,” jawab Naesya san­tai dan tersenyum.

Bagiku sama saja, kare­na aku menc­in­taimu, apakah sela­ma bersama kau tidak per­nah menc­in­taiku?! Nae, per­cay­alah, aku tidak akan mening­galka­n­mu. Andaikan kamu tahu, aku selalu mengiku­timu dari satu tahun lalu, saat aku menden­gar kabar dari Ranzi kalau kalian sudah bercerai, tapi aku menung­gu­mu ten­ang. Hing­ga saat ini aku benar-benar ingin bersama­mu, men­jaga­mu, apakah kau masih belum per­caya padaku?!” jelas Azriel pan­jang lebar.

Azriel, bukan seper­ti itu, hanya …,”

Aku tahu kau masih trau­ma den­gan masa lalu­mu! Tapi Nae, aku tulus menyayangimu, aku ingin kau baha­gia, jadi tidak bisakah kau menc­in­taiku secara per­la­han?” tutur Azriel den­gan nada lirih.

Naesya ter­diam dan entah men­ga­pa ia meneteskan air matanya.

Nae, apakah hatimu sudah mati?! Lalu sam­pai kapan kau seper­ti ini?!” seru Azriel mem­o­tong uca­pan­nya, lalu ban­gun dan memeluk tubuh Naesya dari belakang.

Mari hidup bersamaku!”

Azriel, kita …,” lagi-lagi uca­pan Naesya dipo­tong oleh Azriel.

Jan­gan meno­lakku lagi,” lirihnya.

Naesya pun meng­ha­pus air matanya dan berba­lik, kemu­di­an menangkup wajah Azriel.

Baik­lah.” Naesya pun berham­bur ke dalam pelukannya.

***

Kala sen­ja hilang tidak menya­pa men­tari, tetapi ada kalanya mere­ka sal­ing menya­pa pada waktunya.

Penulis: Anung Dian Fitria
Edi­tor: Nurul