Ada yang mengabarkan pada ku semalam;

Hujan bulan Juni tak lebih deras dari­pa­da penghu­jung Desember

Tak seper­ti romansa ceri­ta Tur­ki dan seo­rang Sufi;

Satu lubang tam­bang adalah warisan

Dan lubang tam­bang tak lebih baik dari seekor kutu Firaun

Ya, seekor kutu Firaun

Satu ekor itu ada, menyeli­nap ter­diam di atas mahko­ta Raja

Dia memu­ntahkan liur, mer­am­pas darah, men­jadikan kulit kepala yang pelik

..

Ya, satu lubang warisan tambang

Lubang-lubang berkam­pa­nye, mer­awat cemas meni­adakan biota

Dia meng­hadirkan jer­it, merusak keberan­ian, men­jadikan seo­rang anak yang sakit

..

Belum lagi, keti­ka laras pan­jang mulai dikon­sol­i­dasikan dan pawai tongkat mer­a­p­atkan barisan;

Lubang tam­bang akan terus dige­lar dan bau anyir akan ter­ci­um di seti­ap sudut selokan yang usang

..

Di malam yang kelam, dalam suasana mencekam;

Kami tidak meli­hat hadirnya Negara dalam merekon­struk­si, pun beru­jung pada destruksi

Hanya ada; Negara yang gen­car menebarkan pam­flet-pam­flet kek­erasan sep­a­n­jang kor­ban perampasan

Hanya ada; tangis jer­it seo­rang anak yang bapak ibun­ya ter­bir­it aki­bat satu Dusun dicu­lik bermandikan Kekerasan

..

Den­gan indra yang binal

Bolehkah aku meny­atakan jikalau nyawa men­ja­di renyah seru­pa jajan pasar? Dikau harus mengin­gat jikalau satu ekor kutu firaun pun lebih baik dari sesuap lubang tambang

Penulis: Danu
Edi­tor: Nurul