Judul Film                  : Ted K

Sutradara                   : Tony Stone

Penulis Naskah          : Tony Stone

Pro­dusen                   : Hea­then Films, In Your Face Enter­tai­ment, Hide­out Pictures

Tahun                         : Unit­ed States 2021

Durasi                         : 120 min

Musik                          : Blanck Mass

Apakah men­ja­di sebuah hal yang mungkin ter­ja­di, bagi kita seti­ap indi­vidu untuk dap­at hidup tan­pa harus bersen­gga­ma den­gan teknolo­gi mod­ern? Atau hanya akan beru­jung pada utopia bela­ka, keti­ka ter­da­p­at beber­a­pa indi­vidu yang berhasil mening­galkan keme­wa­han teknolo­gi dan memu­tuskan untuk men­jalani hidup dalam keterasin­gan, hing­ga kemu­di­an mem­u­lai kehidu­pan baru secara primitif?

Ten­tu, beber­a­pa orang akan men­gang­gap jika ‘hal demikian’ tidak­lah mungkin ter­ja­di. Mengin­gat tekno-indus­tri telah berkem­bang secara masif dan tem­po hari semakin men­ja­di han­tu yang mem­bayang-bayan­gi aktiv­i­tas kehidu­pan sosial kolek­tif kita.

Akan tetapi, melalui film yang berjudul Ted K ini, seakan telah men­jawab beber­a­pa per­tanyaan di atas, bah­wa hal yang terke­san utopia itu, jus­tru san­gat begi­tu mungkin ter­ja­di. Hal terse­but tam­pak jelas berdasarkan alur ceri­ta maupun tokoh uta­ma yang diper­ankan oleh Sharl­to Copley.

Ted K meru­pakan film dra­ma sejarah Ameri­ka yang diadop­si melalui kisah nya­ta dari per­jalanan hidup seorang—mantan pro­fe­sor matematika—bernama Theodore Jhon Kacynzs­ki. Film ini secara keselu­ruhan mengek­splo­rasi kehidu­pan Ted saat bera­da dalam pen­gasin­gan­nya, sebelum akhirnya ia men­da­p­ati peri­s­ti­wa penangka­pan oleh pihak Badan Fed­er­al Intelegen­si (FBI).

Film ini dis­u­tradarai oleh Tony Stone bersama den­gan perusa­haan ter­na­ma, seper­ti Hea­then Films, In your Face Enter­tai­ment, Hide­out Pic­tures, yang rilis pada tahun 2021 di Ameri­ka Serikat. Tidak hanya itu, Ted K sem­pat men­da­p­atkan nom­i­nasi dalam ajang peng­har­gaan camer­im­age 2021(Directors’ Debuts Com­pe­ti­tion), ajang Fan­ta­sy Film­fest 2022 (Best Fea­ture), dan men­da­p­at peng­har­gaan dalam kat­e­gori best film dari Stock­holm Film Fes­ti­val 2021.

Film yang berdurasi 2 jam ini men­gadap­tasi sebanyak 25.000 hala­man dari tulisan seo­rang Ted, yang kemu­di­an dikem­bangkan men­ja­di naskah dan divi­su­al­isas­ikan den­gan baik. Berlatar tepat di mana Ted men­jalani pen­gasin­gan­nya, yakni kabin kecil yang ia buat dari kayu di Lyn­coln, pegu­nun­gan Montana.

Ceri­ta ini bermu­la pada saat Ted memu­tuskan untuk mening­galkan karir akademis­nya beser­ta kebi­asaan hidup manu­sia mod­ern. Hal terse­but ia lakukan bukan tan­pa alasan, melainkan keing­i­nan­nya akan kehidu­pan yang jauh dari aktiv­i­tas modern. 

Hing­ga kemu­di­an pada tahun 1971, Ted bersama saudara laki-lakinya berna­ma David, mem­be­li sebidang tanah beruku­ran 10x12 kaki, untuk dijadikan kabin kecil yang ia sebut seba­gai rumah. Ia men­jalani aktiv­i­tas hidup­nya di kabin terse­but secara seder­hana (prim­i­tif), tan­pa ali­ran listrik dan hidup berdampin­gan den­gan alam tan­pa merusak eko­sis­tem yang ada. Hanya berbekal lam­pu petro­mak seba­gai penc­a­hayaan, mengam­bil air dari ali­ran sun­gai, men­cari makan di hutan dan kegiatan seder­hana lainnya.

Film ini turut menampilkan beber­a­pa ade­gan, sekali­gus menun­jukkan kon­disi psikol­o­gis Ted Kacynzs­ki yang cukup emo­sion­al ter­hadap teknolo­gi dan indus­tri­al­isasi mod­ern. Hal terse­but dita­mpilkan, mulai dari muaknya Ted ter­hadap bis­ingnya suara jet yang melin­tasi rumah­nya, bahan kimia seba­gai obat untuk lahan perke­bunan maupun alih fungsi lahan den­gan meng­gu­nakan bul­dos­er seba­gai alat meng­han­curkan­nya. Tidak hanya itu, ter­da­p­at ade­gan di mana Ted men­da­p­ati sam­pah plas­tik keti­ka ia men­gun­jun­gi ali­ran sun­gai, tem­pat di mana ia meng­gu­nakan air terse­but seba­gai keber­lang­sun­gan hidup­nya maupun flo­ra dan fau­na yang ada.

Ted selalu merekam segala kon­disi yang ia anggap seba­gai ben­tuk anca­man ter­hadap eko­sis­tem alam di sek­i­tar den­gan menuliskan­nya. Rasa akan ama­rah­nya ter­hadap per­ad­a­ban mod­ern, mem­bawa Ted Kacynzs­ki pada kesadaran bah­wa “Teknolo­gi mod­ern adalah hal ter­bu­ruk yang per­nah ter­ja­di di dunia, dan mem­pro­mosikan perkem­ban­gan­nya tak lebih dari tin­dak krim­i­nal.”  

Hing­ga kemu­di­an, ia berni­at untuk melakukan balas dendam—sebagai ben­tuk dari aksi protes­nya ter­hadap teknolo­gi mod­ern beser­ta manu­sia yang ter­li­bat di dalam perkem­ban­gan­nya. Aksi terse­but ia lakukan dalam ben­tuk upaya penge­bo­man, seper­ti dia­log yang ter­da­p­at pada film ini, “Aku ingin mem­bunuh beber­a­pa orang, khusus­nya ilmuwan, komu­nis, pen­gusa­ha atau beber­a­pa pet­ing­gi lain­nya. Den­gan meng­gu­nakan bubuk shot­gun, agar menim­bulkan kerusakan lebih, jika diband­ingkan den­gan bubuk sena­pan.”

Ter­bilang seba­gai ben­tuk per­lawanan yang cukup ekstrim, film ini menampilkan ade­gan men­ge­nai Ted yang sedang berusa­ha untuk mer­ak­it bom. Sem­pat meny­er­ah aki­bat bom yang ia rak­it tidak begi­tu berdampak pada sebuah ledakan yang mematikan, ia tam­pak tetap berusa­ha untuk men­gu­payakan sebuah hasil yang memuaskan, den­gan melakukan beber­a­pa kali uji coba ledakan. Hing­ga akhirnya, ia pun men­da­p­ati keber­hasi­lan dari bom yang meledak cukup keras. Hal ini­lah yang men­guatkan tekad dari Ted Kacynzs­ki untuk dap­at melan­jutkan misi penge­bo­man­nya secara nasion­al. Pada rente­tan tahun 1978 hing­ga 1995, ia berhasil mem­bunuh tiga orang dan melukai 23 lainnya.

Dalam tulisan­nya yang berjudul “Mem­bela Kek­erasan”, Ted men­gatakan bah­wa “saya men­gang­gap kek­erasan itu diinginkan untuk kepentin­gan­nya sendiri. Jus­tru seba­liknya. Saya lebih suka meli­hat orang hidup bersama tan­pa sal­ing menyak­i­ti secara fisik, ekono­mi, psikol­o­gis, atau den­gan cara lain. Tetapi peng­ha­pu­san kek­erasan seharus­nya tidak men­ja­di pri­or­i­tas uta­ma kami. Pri­or­i­tas yang uta­ma ialah harus meny­ingkirkan sis­tem tekno-industrial.”

Bagi Ted, per­lawanan ter­hadap tekno-indus­tri­al yang berim­p­likasi pada sebuah kek­erasan adalah sanksi ter­akhir. Tidak ada kom­pro­mi apa-pun dalam segala ben­tuk dampak dari tekno-indus­tri­al, selain den­gan sebuah tin­dakan kek­erasan. Jika kita men­co­ba berkom­pro­mi den­gan teknolo­gi, kita akan kalah. Sis­tem tidak per­nah dan tidak akan per­nah puas den­gan situ­asi sta­bil apa pun–ia selalu berusa­ha mem­per­lu­as keku­atan­nya dan tidak akan per­nah secara per­ma­nen men­to­lerir apa pun yang tetap bera­da di luar kendalinya.

Hemat saya, film ini menya­jikan pel­ba­gai fenom­e­na yang hing­ga kini cukup masif didiskusikan, tak lain dan tak bukan ialah dampak dari teknolo­gi dan indus­tri­al­isasi mod­ern ter­hadap anca­man akan kerusakan ruang hidup. Dan apakah kita akan men­dukung kek­erasan seba­gai solusi ter­baik untuk mere­but dari apa yang telah men­ja­di hak kita? Ten­tu penulis di sini tidak bermak­sud untuk menor­mal­isasi tin­dakan kek­erasan yang meli­batkan Ted. Melainkan hanya ingin menye­matkan per­tanyaan seba­gai penut­up dari tulisan ini “kiranya, adakah kemerdekaan yang dire­but, tan­pa melalui tin­dakan kekerasan?”

Ter­bilang seba­gai indi­vidu yang cen­derung memi­li­ki buah pemiki­ran yang bersi­fat prim­i­tivis, seti­daknya Ted mem­per­li­hatkan kepa­da kita semua ten­tang bagaimana ia secara indi­vidu telah mam­pu berta­han dalam kehidu­pan yang ter­alien­asi dan melan­car­kan aksi protes­nya ter­hadap segala ben­tuk utopia yang ker­ap melekat pada benak kita.

Penulis: Danu
Edi­tor: Nurul