Dimensipers.com, 15/08. Pada hari kedua PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan) Insititut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, pagi buta satu-persatu Mahasiswa Baru (maba) mulai berdatangan. Kedatangan maba disambut dengan orasi oleh panitia PBAK di atas podium. Serta tak luput dari teriakan Koordinator Lapangan (Korlap) gerbang. Mereka berkumpul membentuk barisan berdasarkan kelompok di lapangan. Lengkap beserta atribut PBAK.
Berbeda dengan hari pertama PBAK, pada hari kedua maba mulai terlihat lelah dan emosional. Hal ini terlihat dari sebagian maba yang mulai memberontak akibat berbagai tekanan dari panitia. Maba berniat merobohkan podium, namun dihadang oleh panitia PBAK.
“Panitia seharusnya sadar, kita sebagai maba dibentak-bentak agar disiplin, namun bagaimana dengan panitianya? Maba dituntut untuk memakai seragam lengkap dan atribut lengkap. Sekarang bagaimana panitianya? Kita disuruh angkat bendera merah putih tinggi-tinggi, tapi disamakan dengan bendera Derma (Dema, red), itu bagaimana? Yang kami tuntut, dari panitia itu punya kesadaran. Kemarin saya maju berdua, katanya kalau sudah bisa materi kebangsaan boleh berdiri di podium, tapi nyatanya tidak,” ujar salah seorang maba yang melancarkan aksi protesnya di depan para panitia dan maba lainnya.
Siti Uswatun jurusan Ekonomi Syariah sependapat dengan mahasiswa di atas. Menurutnya orator semena-mena, orator tidak memakai pakaian yang rapi dan sopan di kala mereka menuntut maba mengenakan seragam dan atribut lengkap.
Tanggapan yang berlainan datang dari Rifka Ayu Juwita jurusan Psikologi Islam. Ia tidak setuju dengan cara menyampaikan aspirasi yang dilakukan beberapa Maba, yaitu dengan berusaha merobohkan podium PBAK. Berdasarkan penilaianya hal tersebut kurang tepat dan condong ke arah anarkis, “Saya tidak setuju, karena kita sebagai mahasiswa tidak seharusnya bentrok seperti itu. Yang benar itu dibicarakan secara baik-baik, dimusyawarahkan secara kekeluargaan. Kalau salah ya saling mengingatkan, gitu. Tadi sampai ada maba yang terluka ketika menaiki podium. Serpihan lancip bambu yang belum bersih pada podium mengenai tangannya sampai mengeluarkan darah.”
Ketidaksetujuan dengan aksi penyampaian aspirasi yang dilakukan oleh beberapa maba juga diungkapkan oleh Hasan Rifa’i jurusan Perbankan Syari’ah. Ia mengatakan bahwa “Kalau sesama punya pemikiran yang kritis kanapa nggak harus melalui meja antar meja nggak usah pakai fisik.”
Suasana tegang antara Maba dan Panitia memang sengaja diciptakan oleh panitia. Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Ririn Dwi Eka, koordinator lapangan PBAK IAIN Tulungagung 2017,”Iya sudah pasti direncanakan. Ben mahasiswa ngerti. Panitiane ki mek ngompori sakjane. Intine tujuane sesuai dengan tema PBAK yaitu Revitalisasi Karakter Generasi Penerus Bangsa Demi Menjaga Keutuhan NKRI. (Agar mahasiswa mengerti. Sebenarnya panitia hanya mengompori. Inti tujuannya sesuai dengan tema PBAK yaitu Revitalisasi Karakter Generasi Penerus Bangsa Demi Menjaga Keutuhan NKRI),” ujar Ririn.
Iqbal selaku Steering Commite (SC) PBAK tahun 2017 juga memaparkan bahwa mahasiswa digadang menjadi kaum Iron stock (calon pengganti pemimpin masa depan), Agent of Change (agen perubahan), dan Agent of Control (agen pengontrol).
Namun tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini maba tidak berhasil merobohkan podium. Menurut Ririn, mungkin hal tersebut disebabkan pemikiran mahasiswa yang kurang kritis. Sebagai mahasiswa sudah selayaknya untuk berpikir kritis, peka, dan peduli akan hal yang terjadi di sekelilingnya. Hal tersebut karena mahasiswa berperan penting dalam dinamika perkembangan bangsa ini.
Hal yang perlu diperhatikan, ketika ‘drama’ yang diciptakan oleh panitia PBAK memakan korban yaitu dengan terlukanya tangan salah satu maba, apakah masih bisa dikatakan etis ? []
/Syaf/Fi/Sri/Khan/
Related posts