Dimensipers.com 28/09. Rabu 27 Sep­tem­ber 2017, Res­i­men Maha­siswa (MENWA) IAIN Tulun­gag­gung men­gadakan non­ton bareng (nobar) film Ger­akan 30 Sep­tem­ber (G30S). Acara bertem­pat di gedung Syai­fudin Zuhri lan­tai 6. Banyak maha­siswa yang turut berpar­tisi­pasi dalam pemu­taran film ini. Bahkan tidak hanya maha­siswa dari kam­pus IAIN Tulun­ga­gung saja tetapi juga dari pihak luar kam­pus turut serta.

Awal­nya, saya kira cuman anggota saya saja yang lihat. Terny­a­ta kok banyak yang itu .… (men­gapre­si­asi). Kita kan pub­likasi cuman dua hari, alham­dulil­lah penon­ton­nya lumayan.” Tutur Teguh Koman­dan MENWA.

Kare­na acara ter­bilang men­dadak, Teguh juga menam­bahkan anggotanya siap malu apa­bi­la dari pihak birokrasi tidak mem­berikan izin, mengin­gat pam­flet­nya sudah lebih dulu dise­bar­lu­askan. Dalam hal per­iz­inan mere­ka men­gaku masih ketar-ketir den­gan hal ini sehing­ga mere­ka memu­tuskan untuk sowan kepa­da pem­bi­na MENWA sebelum pen­ga­juan surat per­iz­inan. Dalam pem­bu­atan surat mere­ka juga men­gaku mengiku­ti prose­dur yang ada dalam kam­pus. Dan akhirnya semua ber­jalan sesuai ren­cana, tan­pa kendala.

Dari pihak MENWA sendiri tidak menyang­ka bah­wa acara yang mere­ka adakan akan menarik minat para pemu­da dan pemu­di untuk ikut andil dalam pemu­taran film ini.

Pada pemu­taran film ini pihak MENWA men­gusung tema “Bangk­itkan Gelo­ra Seman­gat Pemu­da Cin­ta Tanah Air Tan­pa Melu­pakan Sejarah”. Saat ditanya terkait tujuan pemu­taran film pihak MENWA men­gaku, pemu­taran ini bertu­juan mem­beri tahu bah­wa dulu ada keja­di­an-keja­di­an yang tidak patut diu­lang kem­bali atau bisa dibi­lang seba­gai ben­tuk pem­ber­i­tahuan atau pem­be­la­jaran bah­wa pada zaman dulu ada keja­di­an yang tidak sep­a­tut­nya terjadi.

Selain itu penayan­gan ini adalah seba­gai wahana pem­ber­i­tahuan bah­wa sejarah adalah suatu per­jalanan kehidu­pan, apala­gi berkai­tan ten­tang negara. Maka dari itu sejarah men­ja­di san­gat pent­ing. Mengin­gat banyak pemu­da yang belum tahu per­i­hal ini.

Pemu­taran film Ger­akan 30 Sep­tem­ber (G30S) di IAIN Tulun­ga­gung ter­bilang baru per­ta­ma kali. Saat Dimen­si menanyai sep­utar hal ini mere­ka men­gaku bah­wa seba­gai res­i­men maha­siswa dan bertepatan di bulan sep­tem­ber. Selain itu mere­ka men­gungkap­kan bah­wa penayan­gan film ini juga seba­gai ben­tuk apre­si­asi mere­ka atas usu­lan dari Pan­gli­ma TNI Jen­der­al Gatot Nur­man­tyo yang sudah dis­e­tu­jui oleh Pres­i­den Joko Widodo.

Dalam film yang berdurasi sek­i­tar tiga jam lebih ini pihak MENWA juga men­gaku bah­wa ada ade­gan-ade­gan kek­erasan yang memang tidak sep­a­tut­nya diper­ton­tonkan bagi kha­layak umum. Untuk menang­gapi hal terse­but, Teguh men­gatakan bah­wa hal itu ter­gan­tung sudut pan­dang diri sendiri. Kare­na seti­ap film memi­li­ki dampak baik dan buruk. Selain itu dalam pem­be­la­jaran sejarah mau tidak mau harus meli­hat hal terse­but seba­gai wujud pembelajaran.

Ari­na, maha­siswa dari juru­san Hukum Kelu­ar­ga Islam (HKI) menu­turkan bah­wa acara ini memang seru, tetapi kurang awal mulainya. Hal ini bisa dil­i­hat bah­wa semakin malam jum­lah penon­ton semakin berku­rang. Banyak dari penon­ton yang mening­galkan area nobar.

Penon­ton lain juga menam­bahkan per­i­hal pro dan kon­tra sejarah PKI dalam pemu­taran film terse­but. Menu­rut Aidar dari juru­san yang sama mema­parkan bah­wa sejarah PKI masih ter­bilang abstrak atau belum jelas. Ada yang men­gatakan bah­wa PKI-lah yang salah, ia men­gatakan demikian bukan tan­pa alasan. Ia berpen­da­p­at demikian kare­na ini meru­pakan pen­da­p­at dari orang-orang sepuh per­sis den­gan yang dil­i­hat saat nobar. Namun ada juga yang men­gatakan bah­wa PKI adalah kor­ban dari OrBa (Orde Baru). Menu­rut­nya masa OrBa ini ada ceri­ta-ceri­ta yang dima­nip­u­lasi atau dita­m­bahi. Semen­tara menyoal keke­ja­man PKI, Aidar mempercayainya.

Berbe­da den­gan Aidar, Angel yang juga dari juru­san HKI men­gatakan bah­wa “Man­faat­nya sih… sebelum­nya mind­set-nya yang salah PKI. Sete­lah menon­ton, mind­set-nya semakin kuat, menu­rutku sih gitu.” Ia pun juga menam­bahkan “Kare­na kita tidak hidup di zaman­nya itu, keja­di­an itu. Man­faat­nya kita mem­pun­yai gam­baranya ten­tang keja­di­an pada saat itu bagaiman? Gak tau ben­er atau salah.” Tam­bah­nya lagi.