Saya masih teringat kata-kata seorang teman, saat itu kita bersama-sama memberikan materi ke-Islaman pada anak sekolah dasar dalam acara safari ramadhan. Ketika itu teman saya menuturkan pada adik-adik bahwa ciri seorang muslim adalah memakai kopiah. Menurutnya itu merupakan kehormatan bagi seorang muslim. Mendengar itu seketika saya kaget, dan memutar otak berpikir dua kali tentang penegasannya. Selain itu karena saya jarang memakai kopiah.
Saya lahir dan besar di lingkungan yang heterogen, tidak hanya agama Islam yang tumbuh. Di Desa Maron tempat tinggal saya berkembang dua umat beragama yaitu Islam dan Kristen. Mereka hidup rukun dan saling berdampingan. Kembali pada kopiah, bagi masyarakat desa tempat saya tinggal kopiah bukan barang baru. Sebab baik Islam maupun Kristen mereka sama-sama memakai kopiah. Umat Islam di sana memakai kopiah pada saat keluar untuk kondangan, sekedar keluar rumah, ataupun beribadah. Hampir tidak ada bedanya sebab umat Kristen juga memakai kopiah.
Kopiah di Indonesia menjadi indentitas kebangsaan (Tribunnews.com). Bisa kita lihat dalam acara resmi kenegaraan, Presiden senantiasa mengenakan kopiah hitam. Selain itu ketika pelantikan penjabat, upacara 17 Agustus atau acara besar lain seperti kurang lengkap jika tidak mengenakan kopiah. Di Bandung sejak 2014 Ridwan Kamil mewajibkan jajaran Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan untuk mengenakan kopiah setiap hari Jum’at.
Dunia memandang kopiah identik dengan masyarakat muslim. Pandangan ini tidak memunafikkan bahwa setiap ritual keagamaan umat muslim dunia kecuali haji senantiasa mengenakan kopiah. Pedagang atau komunitas muslim di negara yang mayoritas non muslim seperti Amerika dan Inggris, mereka mengenakan kopiah sebagai penanda bahwa mereka muslim.
Bukan sebagai atribut keagamaan saja, kita bisa melihat mayoritas umat muslim dunia sudah tidak asing dengan penutup kepala yang bernama kopiah. Hampir segala aktivitas manusia di luar rumah, kopiah melekat pada kepala mereka. Memang dalam Islam ada anjuran seperti memakai kopiah. Sebagian besar ulama juga memberikan contoh dan menganjurkan bagi umat Islam untuk mengenakan kopiah. Ini juga didukung oleh sunah Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh abu Daud yang isinya “Yang membedakan umat islam dan orang kafir adalah penutup kepala.” barangkali perkataan inilah yang menjadi dasar bahwa kopiah adalah identitas umat muslim.
Kemudian kita juga harus melihat agama lain misalnya, Yahudi, Katolik dan juga kepercayaan lokal nusantara juga tidak asing dengan penutup kepala untuk beribadah. Rohip-rohip Yahudi juga memakai kopiah dalam ritual ibadahnya, dan paus umat katolik juga memakai penutup kepala dalam beribadah, serta sebagian besar kepercayaan lokal nusantara juga memakai kopiah dalam kesehariannya. Selain itu saya menemukan di desa tempat tinggal saya, di mana ketika itu ayah salah satu teman yang beragama Kristen meninggal dunia, saya melihat pakaian yang dikenakan pada jasad yang akan dimakamkan adalah pakaian resmi memakai jas dengan kopiah hitam di kepala. Ini menjadi segelintir preseden bahwa kopiah bukan hanya identitas satu agama saja, tetapi atribut yang bisa digunakan secara universal bagi semua umat di Indonesia.
Kopiah sebagai simbol yang memuliakan bagi si pemakai. Sejarawan Betawi, Yahya Andi Saputra sebagaimana dikutip dari merdeka.com menuturkan bahwa kopiah adalah identitas kemuliaan. Sebab di kalangan masyarakat ada kebiasaan bahwa tidak diperkenankan seseorang memegang kepala orang lain dengan sembarangan, untuk itu kopiah dijadikan kehormatan sebagai penutup kepala.
Kopiah memiliki berbagai macam penyebutannya, lebih umum di sebut peci, orang melayu menyebut kopiah dengan songkok. Lain lagi dengan pedagang di Inggris, mereka menyebut kopiah dengan sebutan kafi. Dan masih banyak lagi penyebutannya seperti taqiyat, topi fez, dan istilah lain.
Bahkan warna dan bentuk serta coraknya juga beragam, ada putih, merah dan warna lainnya. Pada kalangan anak-anak lebih populer dengan warna-warni perpaduan corak warna-warna. Adapula yang bercorak batik di tengahnya. Namun yang paling umum di Indonesia adalah hitam polos. Dari segi bentuk yang jelas mengikuti lingkaran kepala cuman yang beragam pada pucuk atasnya, ada yang mancung dan yang umum rata.
Terlepas dari itu semua, dalam pembacaan saya terkait sejarah penutup kepala yang dimuliakan ini berawal berasal dari pedagang Arab yang berlayar ke Nusantara, kemudian ditiru oleh masyarakat Nusantara pada saat itu. Adapula pendapat yang mengatakan penutup kopiah ini berasal dari penyebar ajaran Islam di Nusantara yaitu oleh wali dan diikuti oleh para muridnya.
Indonesia memiliki orang yang mempopularkan kopiah hitam yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Adalah beliau presiden Indonesia pertama yaitu Sukarno. Dalam banyak kegiatan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun internasional, beliau tidak pernah melepaskan kopiah dari kepalanya. Maka tidak mengherankan jika ada belahan dunia yang menyebut kopiah hitam dengan sebutan peci Soekarno.
Pada masa itu pula kopiah digunakan sebagai simbol pergerakan dan perlawanan terhadap penjajah. Oleh Soekarno kopiah dijadikan benda yang disematkan di kepala dalam rangka pergerakan melawan penjajahan. Sehingga tidak bisa dipungkiri benda hitam itu akan senantiasa dipakai oleh Soekarno dan kebanyakan pemuda Indonesia masa sebelum kemerdekaan. Kebiasaan ini bermula saat Indonesia sedang dalam masa kebangkitan yaitu awal abad 20-an.
Melihat perjalanan kopiah dan hakikatnya, mestinya kita bangga sebagai bangsa Indonesia untuk mengenakannya, bukan hanya ibadah bagi umat Islam akan tetapi ini juga menjadi sebuah wujud rasa kebanggaan sebagai Indonesia. []