Dimensipers.com — Jumat, (13/04) telah terse­leng­gara non­ton bareng (nobar) dan diskusi film “Sexy Killers” di aula Gedung KH Arief Mus­taqiem IAIN Tulun­ga­gung. Acara ini diadakan oleh Forum Perem­puan Fil­safat ( FPF), Gus­duri­an Tulun­ga­gung, LPM Dimen­si, Dewan Ekseku­tif Maha­siswa Fakul­tas (DEMA‑F) Usluhudin Adab dan Dak­wah, Sadha.net, IJIR, ser­ta didukung semua  peser­ta nobar dan diskusi yang terun­dang secara umum. Diskusi terkait nobar film ini dipan­tik oleh Dwi­jo U. Mak­sum dari Majelis Etik AJI Indone­sia dan Ahmad Gunawan dari Inisi­atif Bandung.

Film yang baru dirilis oleh Watch­doc ini meru­pakan film doku­menter yang menampilkan ten­tang sisi gelap dari Pem­bangk­it Listrik Tena­ga Uap (PLTU) yang jarang dike­tahui oleh masyarakat lain. Di balik fasil­i­tas listrik yang dinikmati saat ini terny­a­ta memi­li­ki ceri­ta kelam bagi masyarakat yang tinggal­nya berbatasan lang­sung den­gan PLTU terse­but. Selain itu, tingkat pence­maran­nya yang ting­gi, juga berdampak pada kese­hatan dan kenya­manan masyarakat di sekitarnya.

Film doku­menter karya Dand­hy Lak­sono ini men­da­p­at respon yang beragam dari para peser­ta yang hadir. Seper­ti yang dikatakan oleh salah satu peser­ta nobar, “Kita harus berpikir ulang, per­masalah ini tidak bisa sele­sai dalam satu jalan, banyak hal yang belum terse­le­saikan, atu­ran-atu­ran yang ada sudah jelas tapi per­masala­han itu mucul kare­na per­at­u­ran yang ada tidak sesuai den­gan apa yang ada di lapan­gan,” ujar Imam.

Secara tidak lang­sung, film yang dimod­er­a­tori oleh Seli Muna Ardiani ini juga menggam­barkan ten­tang keadaan negara Indone­sia yang kurang baik, seper­ti yang diungkap­kan oleh, Nad­hil Fir­daus selaku koor­di­na­tor pelak­sanaan acara, “Tujuan khusus ten­tang film ini adalah untuk menun­jukkan ini lo yang sebe­narnya ter­ja­di di negara kita. Terny­a­ta di balik apa yang kita nikmati rupa­nya meny­im­pan banyak paradoks yang menyedihkan.”

Film ini men­gan­dung infor­masi dan data ten­tang per­masala­han yang ten­gah ter­ja­di di Indone­sia. Batu bara yang men­ja­di tema pada film ini, hanyalah segelin­tir cup­likan yang dis­ug­uhkan pada masyarakat umum. 

Seper­ti hal­nya yang diungkap­kan oleh Dwid­jo salah satu pema­teri dalam acara ini. “Film adalah sebuah karya, doku­men­tasi adalah sebuah fak­ta. Keti­ka ked­u­anya diga­bung men­ja­di film doku­menter, di dalam­nya  akan men­gan­dung karya dan fak­ta. Teman-teman harus men­jadikan­nya mir­ror­ing (cer­min) bah­wa prob­lem yang sedang ada di negara ini bukan hanya ten­tang batu bara saja. Hanya saja Mas Dand­hy Lak­sono mengam­bil ini seba­gai salah satu contohnya.”

Selain berba­gai per­soalan yang dihadapi oleh para masyarakat yang bers­ing­gun­gan lang­sung den­gan lokasi PLTU, film doku­menter ini juga menyuguhkan fak­ta bah­wa ada per­mainan para tokoh besar yang  melatar­be­lakan­gi kasus ini. 

Seper­ti yang dikatakan Ahmad Gunawan yang juga meru­pakan pema­teri di acara ini, “Film ini mengin­gatkan kita bah­wa Indone­sia tidak baik-baik saja. Ada per­soalan di negara ini yang datang dari lingkaran kekuasaan. Yang menarik dari film ini adalah men­gu­pas ten­tang relasi para tokoh, sehing­ga pub­lik memi­li­ki pan­dan­gan yang jelas, juga terkait sikap poli­tik. Saya berharap film dan diskusi seper­ti ini bisa mem­bawa man­faat, sehing­ga kita bisa berpikir lebih tajam dalam melakukan peni­la­ian ter­hadap bangsa ini.” //