IAIN Tulungagung adakan Kopi Darat (Kopdar) untuk mengaji kitab Ihya Ulumuddin pada Sabtu, 20 Juli 2019. Acara ini digelar dalam rangka milad IAIN Tulungagung yang ke-51. Tema besar yang diusung adalah yakni “Kopdar: Ngaji Ihya bersama Ulil Abshar Abdalla”. Kehadiran Ulil Abshar Abdallah atau yang akrab dipanggil Gus Ulil bersama istrinya Tsuroiya disambut langsung oleh Maftukhin, Rektor IAIN Tulungagung dan Abad Badruzzaman Wakil Rektor Bidang Kerja Kemahasiswaan dan Kerja Sama.
Maftukhin mengatakan, pada tiga tahun yang lalu kedatangan Gus Ulil dihadang oleh Barisan Serbaguna (Banser). Hal tersebut terjadi sebab ia merupakan pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL) yang ajarannya dianggap sesat. “Dulu Banser ingin menangkap Gus Ulil. Dulu sama sekarang Gus Ulil digruduk Banser, tapi dulu gruduk suruh keluar, sekarang … gruduk Gus Ulil masuk kampus.”
Acara ini sengaja digelar dan terbuka untuk umum. Penyanyian mars IAIN Tulungagung yang biasanya dikumandangkan pun, kali ini digantikan dengan lagu Yalal Wathon atas instruksi rektor, sebab mayoritas peserta merupakan umum. Di samping itu, beberapa tokoh yang terlihat hadir yakni Aziz, calon Bupati Kota Blitar; Khalid, pemilik Kampung Coklat; dan Fardan Mahmudatul Imamah, salah satu dosen dari Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD), mengikuti rangkaian acara hingga usai.
Salah satu peserta, yakni Elly Elka dan Ana Alfaizah dari jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) antusias mengikuti acara tersebut. Keduanya merupakan peserta yang tiba lebih awal dan membantu panitia menyiapkan acara seperti halnya menyediakan konsumsi dan daftar hadir. Elly mengatakan, bahwa acara ini sangat berkesan baginya, sebab Gus ulil memberikan penjelasan yang dapat mudah dipahami kalangan anak muda.
Dilihat dari pengajian kitab karya Imam Al-Ghazali tersebut, memperlihatkan bahwa tokoh pendiri JIL ini sekarang lebih konsen pada dunia tasawuf. Ia juga mengkritik perihal dunia akademis di Indoensia, bahwa semestinya mahasiswa tidak hanya memiliki kecerdasan akademik saja, melainkan juga mengejar kecerdasan sosial.
Jika disejajarkan dengan keadaan kampus sekarang, Gus ulil menuturkan, bahwa “Mahasiswa maupun warga kampus lainnya sering berbicara yang besar-besar, bahasanya ditinggi-tinggikan, tapi menghasilkan perubahan yang kecil. Sedangkan sufi (pengkaji tasawuf) bicaranya sederhana, tapi bisa mengubah dunia.” Ia juga mengatakan, bahwa mahasiswa seyogianya dapat melakukan small of change dan mengejar kedalaman makna spiritual.
Di sisi lain, pada akhir Kopdar, rektor menyampaikan program yang akan dilaksanakan oleh IAIN Tulungagung. Adapun program yang dimaksud adalah Madrasah Diniyah (Madin) bagi staf pengajar. “Dosen di IAIN Tulungagung ini tidak semua bisa membaca Alquran, maka dari itu tidak hanya mahasiswa saja yang menerima program Madin,” terang Maftukhin.
Saikul Hadi, jurusan Menejemen Pendidikan Islam mengatakan, bahwa dengan diselenggarakannya acara Kopdar ini dapat mempertebal sisi spiritual mahasiswa. Namun, Hadi menyayangkan terkait acara yang terlaksana hingga larut malam, hingga membuat beberapa peserta meninggalkan acara terlebih dahulu. Seperti halnya yang dikeluhkan Intan, salah satu peserta dari Kediri, “Acaranya asyik, tapi mundur selama satu jam setengah jadi selesainya malam. Sedangkan saya sendiri berada di pondok.”