Dimensipers.com (18/8)– Hari ter­akhir Pen­ge­nalan Budaya Akademik Kam­pus (PBAK) Fakul­tas Ushu­lud­din Adab dan Dak­wah (FUAD) meng­hadirkan bone­ka per­a­ga seba­gai pen­gan­tar yang meng­gir­ing maha­siswa pada materi ke-Bhine­ka-an. Tema ‘Bhine­ka Tung­gal Ika dalam Bingkai Keber­aga­man Kita’ yang diusung, menekankan pada situ­asi masyarakat Indone­sia yang sedang daru­rat toleransi.

Men­ge­nai bone­ka per­a­ga, seper­ti yang diungkap­kan Muham­mad Hamam selaku steer­ing comite, “Sebe­narnya bone­ka per­a­ga sudah ada sejak hari per­ta­ma, tapi kalau hari per­ta­ma dan ked­ua mere­ka memakai tulisan-tulisan yang pro­vokatif.” Ada­pun hari ke tiga, bone­ka per­a­ga yang diper­ankan pani­tia terse­but meng­gu­nakan paka­ian khas beber­a­pa aga­ma yang ada di Indone­sia. Lima bone­ka per­a­ga yang mengilus­trasikan pemeluk aga­ma Islam, Kris­ten, Hin­du, Bud­ha, dan Kejawen berbaris di depan gedung Arif Mus­takim menyam­but kedatan­gan Maha­siswa Baru (maba).

Hen­dri Adi Nugro­ho, maba juru­san Komu­nikasi Penyiaran Islam (KPI) men­gungkap­kan, “Kesan yang saya lihat tadi ter­ma­suk kekayaan Indone­sia, walaupun kita berbe­da aga­ma dan budaya, tetapi kita harus tetap satu mem­ban­gun Indone­sia.”

Ada­pun mak­sud adanya bone­ka per­a­ga pada saat check-in seper­ti yang dis­am­paikan Hamam, “Kita ingin mem­bangk­itkan kesadaran men­ge­nai kon­flik-kon­flik di Indone­sia yang ser­ing kali mem­bu­at kita bin­gung, seakan-akan aga­ma ini pal­ing benar sedan­gkan aga­ma itu salah.” Dalam keteran­gan selan­jut­nya Hamam men­gungkap­kan bah­wa tujuan lain adanya bone­ka per­a­ga adalah untuk memu­nculkan isti­lah ‘Kita Indone­sia, Kita Beraga­ma, Kita Plur­al’ yang telah terkikis dari pan­dan­gan masyarakat Indonesia.

Banyaknya kasus pelang­garan Hak Asasi Manu­sia yang men­gatas­na­makan aga­ma menun­jukkan bah­wa masyarakat Indone­sia secara tidak sadar adalah pelaku intol­er­an­si. Akhol, selaku pema­teri ke-Bhine­ka-an men­gungkap­kan bah­wa Indone­sia sedang dalam situ­asi daru­rat tol­er­an­si. Per­lun­ya maba menge­tahui situ­asi ini seper­ti yang diungkap­kan Akhol, “Di kam­pus kita ada poten­si seper­ti itu, diukur dari sikap para civ­i­tas akademi­ka dalam isu-isu kru­sial, mis­al­nya setu­ju tidak kalo pure didirikan, survei en engko lek akeh sing nggak setu­ju, (kalian survei, nan­ti pasti banyak yang tidak setu­ju: Red).

Hal yang ingin dica­pai dari pem­ber­ian materi ke-Bhine­ka-an adalah mem­bu­ka pan­dan­gan maba untuk sadar tol­er­an­si. “Kalau kesadaran­nya sudah oke, dia tau batas mana tin­dakan intol­er­an mana tol­er­an, sehing­ga mere­ka bisa didorong men­ja­di bagian dari pejuang ger­akan tol­er­an­si.” Tegas Akhol.

Menang­gapi perny­ataan pema­teri bah­wasan­nya Indone­sia sedang kri­sis tol­er­an­si, Sholikha, maba juru­san Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir men­gatakan, “Kalau menu­rut saya sih fifty-fifty, ada yang intol­er­an­si dan ada yang tol­er­an­si.

Dalam kon­sep yang dike­mukakan Akhol, adanya judge­ment bah­wa aga­ma yang ini benar dan yang itu salah ser­ta kek­erasan ter­hadap pemeluk aga­ma lain menun­jukkan keti­dak­sadaran masyarakat bah­wa mere­ka sedang berper­i­laku intol­er­an. “Kita tidak boleh berkom­pro­mi ter­hadap kek­erasan dalam hal apapun”, pesan Akhol kepa­da selu­ruh maba FUAD dalam sesi akhir tanya jawab.

Reporter : (Nurin, Malik)