Dimensipers.com—Minggu, 8 Desember 2019 Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota (DK) Tulungagung menggadakan Bincang Publik dengan tema “Sangkan Paraning PPMI”. Acara ini dilaksanakan di Aula Utama Institut Agama Islam Negeri Tulungagung.
Bincang Publik ini menghadirkan demisioner Sekretaris Jenderal PPMI DK Tulungagung, yakni Andi Mahifal (2008/2009), Bramanta P. Pamungkas (2010/2012), M. Ilham Mustova (2014/2016), dan M. Audi Yuni Mabruri (2017/2018). Moderator dalam acara ini adalah Rifqi Ihza, selaku Badan Pekerja Media PPMI DK Tulungagung. Selain itu, acara ini dihadiri peserta dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang tergabung di DK Tulungagung.
Acara Bincang Publik ini diselenggarakan dalam rangka Musyawarah Kota (Muskot) ke VIII PPMI DK Tulungagung. Sekaligus untuk memberikan pengetahuan tentang sepak terjang PPMI yang dahulu agar memotivasi angkatan baru.
“Untuk Muskot yang tahun ini cukup menarik menurut saya. Karena dihadirkan sekjen PPMI dari beberapa periode mulai dari Mas Andi, Mas Bram, Mas Ilham, dan Mas Audi. Yang memberikan bagaimana PPMI yang dulu itu memang benar-benar kuat. Dan sekarang itu digunakan untuk memotivasi angkatan-angkatan baru agar sebisa mungkin itu lebih berkembang atau setidaknya setara dengan masa kepengurusan dari beliau-beliau yang sudah pengurus dulu”, ujar Naja selaku Sekjen PPMI DK Tulungagung 2018/2019.
Tema dari Bincang ini adalah Sangkan Paraning PPMI. Sangkan artinya asal muasal sedangkan Paraning artinya tujuan. Kalau diartikan adalah asal muasal dan tujuan PPMI. Hanif selaku Ketua Pelaksana acara ini menyinggung dalam sambutannya bahwa, “Sangkan Paraning PPMI yaitu tempat awal di mana awal kita tumbuh dan berakhir yaitu di PPMI”.
Andi Mahifal menjelaskan bahwasannya PPMI secara nasional dideklarasikan tahun 1992 di Ketawang Gede, Malang. Sedangkan di Tulungagung PPMI mulai gaung terdengar zamannya Miftahul Huda (Sekjen pertama PPMI DK Tulungagung). Awalnya ia mengikuti diklat di berbagai kota. Akhirnya pada 2004, saat ada Musyawarah Kerja di Makassar ia bersama Miftahul Ulum, Taufiqurrohman, dan teman lainnya mengusulkan tempat diadakannya diesnatalis secara nasional di Tulungagung, hingga disepakatilah usulan tersebut. Tetapi mitosnya tempat yang dijadikan tuan rumah acara PPMI di Tulungagung selalu mengalami kebangkrutan. “Pokoknya kalau ndak siap bangkrut mending ndak usah ngundang PPMI”, ujar Andi berkelakar.
Awalnya di Tulungungagung itu ada LPM Dimensi, LPM Teropong, LPM Corong, dan LPM Dedikasi. Bagi Andi, tahun 2007 adalah masa di mana ia mengenal PPMI. Ia mengaku diikutsertakan acara diesnatalis di Semarang. Saat itu Sekjen PPMI Nasional dipegang oleh Arman dari Makassar, PPMI Nasional mengalami kevakuman karena jarak yang jauh dan lost kontak kepengurusan. Tapi bagi Andi, hal tersebut tidak berdampak pada PPMI DK Tulungagung. Setelah itu ada Kongres di Mataram akhirnya terpilihlah Fandi Ahmad dari Jember sebagai Sekjen Nasional. Fandi datang di Tulungagung untuk menghidupkan kembali PPMI dan inilah yang menumbuhkan semanagat Andi dan teman-teman. “Wah keren ini kalau bisa saya aktif di sini”, pikir saya pada saat itu. LPM Dimensi, LPM Dedikasi, LPM Laun Blitar, Lpm Al-Millah Ponorogo, Lpm Exspress Jombang adalah LPM yang saya ajak.” Pungkasnya.
Setelah itu ada Diesnatalis di Jogjakarta. PPMI DK Tulunggagung mengirimkan 45 delegasinya. Sesampainya di Jogja, semua heran katanya PPMI Tulungagung mati tapi nyatanya masih banyak. Dari situlah PPMI DK Tulungagung mulai hidup kembali dan berbekal acara di Jogja teman-teman akhirnya punya semangat baru.
Bramanta saat memberikan materi malanjutkan cerita dari Andi, “Saya melanjutkan apa yang telah dibangun Mas Andi”. Dalam artian fase-fase tersebut mulai 2010–2012, progres PPMI mulai mengembang. Pada zamannya Andi Mahifal, PPMI DK Tulungagung meliputi Tulungagung, Kediri, Blitar, Jombang, dan Ponorogo. Sedangkan pada zaman Bram mulai meluas, yaitu Trenggalek, Pacitan, Madiun, dan Magetan. Kurang lebih ada 15 LPM. Di situlah mulai ada pertimbangan untuk memecah menjadi dua agar memudahkan koordinasi. Di tahun kepemimpinan Bram, memang banyak kampus kecil baru yang ingin membuat buletin, majalah, dsb. “Karena doktrinnya saat itu, sebuah kampus tidak akan memperoleh akreditasi yang baik jika tidak ada majalahnya. Maka dari itu perlu adanya pendampingan. Akhirnya tahun 2011 sebelum diesnatalis di Banjarmasin, Madiun berdiri sendiri. Lanjut Bram.
Jadi saat Bram menjadi Sekjen PPMI DK Tulungagung, ada dua tugas yaitu harus mengkonsolidasikan PPMI DK Tulungagung dan harus membackup kinerja sekjen nasional—saat itu Andi yang menjadi Sekjen Nasional. Sehingga dalam masa jabatan Bram ada dua peristiwa yaitu Madiun berdiri sendiri dan adanya pertumbuhan LPM.
Setelah itu, Ilham memaparkan peran PPMI kepada LPM. “PPMI menurut saya karakteristik dari Dewan Kota itu menyesuaikan atau mengikuti kultur Sekjennya.” PPMI sifatnya adalah pendampingan kepada LPM.
Audi menceritkan kisahnya saat menjadi Sekjen bahwasannya setelah ia menjadi sekjen ada acara Rapimnas di Bali. Di sana membahas kalau mau ada makar-makar sedangkan ia tidak tau sama sekali juga tidak paham. Akhirnya saat pulang, ia baru tau dan terjadi. Ponorogo berdiri sendiri, bahkan Kediri juga akan berdiri sendiri—tetapi sebagian Kediri ada yang masih ikut Tulungagung.
Rifqi selaku moderator menyimpulkan bahwa dulu PPMI DK Tulungagung itu awal berdirinya meliputi Mataraman, mulai ada pemekaran Madiun zamannya Bramanta dan pemekaran Kediri zamannya Audi. Saat ini DK Tulungagung meliputi tiga kota.
“Yang penting adalah dengan ikut ini bisa cari relasi sebanyak-banyaknya kuncinya adalah itu. Makanya ada istilah perkuat pusat perbanyak jaringan”, tegas Andi. Ia juga menambahkan, “manfaatkan selama punya lembaga dan maksimalkan jaringan mumpung mempunyai jabatan.”
Naja, Sekjen PPMI DK Tulungagung 2018/2019 juga menambahkan sedikit pengalamannya saat menjabat. Menurutnya yang dikatakan pemateri-pemateri adalah benar, bahwasannya karakteristik dari Dewan Kota itu menyesuaikan atau mengikuti kultur Sekjennya. “Kultur di Blitar dan Tulungagung juga berbeda, tapi saat sudah berkumpul dengan teman-teman Tulungagung saya merasa enjoy.” Lanjut Naja.
Naja berharap untuk PPMI periode selanjutnya yaitu 2019/2020 untuk sekjennya sendiri simple saja, menguatkan jaringan. Artinya seperti tadi yang telah dijelaskan pemateri bahwasnnya PPMI DK Tulungagung itu harus berjejaring dan saling menguatkan. Jadi sering berkomunikasi dan bertukarpikiran antar-LPM.
Acara ini mendapat tanggapan positif dari para peserta. Lilis, peserta dari LPM Banutirta mengungkapkan bahwa “Kita dapat ilmu baru selain itu jaringan yang luas. Saya jadi lebih paham PPMI”. Sa’diyah, peserta dari LPM Dimensi juga berharap semoga dengan adanya PPMI DK Tulungagung ini bisa menyemangati seluruh LPM yang ada di Tulungagung khususnya damn di sekitarnya.
“Intinya di PPMI, LPM itu harus bergembira. Kalau tidak bergembira bubarkan saja. Intinya PPMI itu untuk ruang berekspresi”, tutup Andi.[] [Byu/Hlm/Els]