Alk­isah, di suatu kam­pus yang hijau dan teduh. Yang aman, kon­dusif, tak per­nah kisruh. Mungkin kare­na war­ganya yang patuh atau memang tidak ada borok-borok kekuasaan yang tak per­nah dis­en­tuh.  Ter­da­p­at dua maha­siswa yang sudah men­ja­di saha­bat sedari maha­siswa baru. Namanya Kebe­naran dan Kebohongan.

Ini hari yang luar biasa, indah dan ten­ang,” kata Kebo­hon­gan pada Kebenaran.

Kebe­naran meli­hat ke lan­git, dan mende­sah. Hari ini memang benar-benar indah, kata Kebe­naran kepa­da dirinya sendiri. Cahaya mata­hari mem­bi­las wajah­nya. Berkilauan.

Mere­ka meng­habiskan wak­tu bersama hing­ga akhirnya sam­pai di kolam kam­pus. Yang konon syarat den­gan kisah-kisah misteriusnya.

Air itu san­gat bagus. Mari kita man­di bersama-sama,” kata Kebo­hon­gan kepa­da Kebenaran.

Kebe­naran tam­pak curi­ga. Ia sekali lagi memas­tikan air dan kolam terse­but. Kepalanya menun­duk ke bawah kolam.  Tam­pak air yang jernih kehi­jauan. Entah kare­na lumut entah kare­na dosa maha­siswa yang mem­bu­at­nya demikian.

Sung­guh bagus, kata Kebe­naran masih kepa­da dirinya sendiri.

Saat itu­lah, tan­pa ba-bi-bu, Kebo­hon­gan lon­cat sete­lah menang­galkan selu­ruh paka­ian yang men­em­pel di tubuh­nya.

Byu­u­u­urr.

Kebe­naran mengiku­ti Kebo­hon­gan. Mel­on­cat ke kolam.

Selang beber­a­pa wak­tu, Kebo­hon­gan kem­bali ke per­mukaan kolam kam­pus mening­galkan Kebe­naran yang masih di dasar. Kebo­hon­gan lekas memakai paka­ian Kebe­naran dan kabur.

Kebe­naran marah keti­ka menyadari apa yang baru saja ter­ja­di. Lalu Kebe­naran kelu­ar dari kolam dan men­cari Kebo­hon­gan yang men­curi paka­ian­nya. Kebe­naran men­cari Kebo­hon­gan tan­pa busana. Telanjang.

Sejak saat itu, para maha­siswa kam­pus baik yang suka reba­han, yang pro­gre­sif, yang ahli fil­safat, yang ahli tarikat, yang cin­ta Karl Marx meli­hat Kebe­naran telan­jang den­gan tam­pak wajah yang marah dan rasa penghi­naan. Hari, ming­gu, bulan dan semes­ter —berg­er­ak amat cepat, dan Kebe­naran masih telan­jang men­cari paka­ian­nya yang dicuri Kebo­hon­gan. Akhirnya, den­gan penuh sesal dan entah apa yang harus diper­bu­at, Kebe­naran kem­bali ke kolam kampus—menghilang sela­manya dan bersem­bun­yi di dalamnya.

Kebe­naran menang­gung rasa malu.

Sejak itu pula, Kebo­hon­gan ber­jalan-jalan di Kam­pus den­gan paka­ian Kebe­naran dan men­e­mui banyak orang, dari satu gen­erasi ke gen­erasi lain­nya, dari fakul­tas ke fakul­tas, juru­san ke juru­san sam­pai ia lulus sehing­ga semua orang puas. Akhirnya kita menye­but Kebo­hon­gan seba­gai kebe­naran dan melu­pakan Kebe­naran. Kita tak lagi ingat bah­wa yang dise­but kebe­naran ialah Kebo­hon­gan yang memakai paka­ian Kebenaran.

Kebo­hon­gan men­ja­di maha­siswa cab­ul, binal, jahat berbungkus cit­ra pro­gre­sif, lead­er­ship, dan intelek­tu­al­nya. Sedang Kebe­naran hilang, men­jel­ma roh yang selalu mema­su­ki maha­siswa suci. Yang tak mabuk kekuasaan, jabatan, apala­gi aga­ma. Ia hanya ser­ing meneng­gak sas­tra, cin­ta, dan beber­a­pa selo­ki vodka. 

Haleluya !

Mem­perbe­sar kemu­ngk­i­nan pada ruang-ruang ketidakmungkinan.