PT. Alpen Food Industry telah mengalami banyak problematika internal dengan pekerjanya. Asumsi.co melansir bahwa sepanjang 2019 telah banyak kasus-kasus yang timbul dikarenakan minimnya gaji, kerja rodi, hingga kematian pekerja. Bahkan pada tahun 2020 ini juga terjadi pemogokan kerja oleh para buruh untuk menuntut kenaikan gaji yang setara dengan tenaga buruh yang diperas.
Masalah yang dialami oleh pekerja pabrik es krim Aice sudah lama menjadi perbincangan publik. Hal ini karena pabrik tidak mempekerjakan karyawannya sesuai dengan perundang-undangan tenaga kerja. Dalam data serikat pekerja (SGBBI PT AFI), kasus pada 2019 dari 359 buruh perempuan terjadi 20 kasus keguguran dan kematian bayi.
Buruh perempuan sangat sering mendapatkan penindasan karena sulitnya mengambil cuti kerja. Bagi buruh yang hamil pula dipekerjakan larut malam tanpa dispensasi sedikitpun. Yang lebih meresahkan lagi ialah perusahaan telah memiliki klinik berobat sendiri bagi buruhnya. Buruh tidak diperkenankan mendapat diagnosis sakitnya dari klinik lain. Sedangkan jika dipikir, klinik yang dinaungi oleh perusahaan tentu saja sudah mencapai suatu kesepakatan dengan pihak pabrik. Jadi, diagnosis dari klinik dapat dengan mudah diubah oleh yang berwenang.
Terlepas dari persoalan klinik, perusahaan juga melakukan permainan terhadap upah pekerja dengan cara memberikan bonus buruh berupa cek mundur yang ternyata kosong. Pada 4 januari 2019, pascabentrok upah besar-besaran, perusahaan berjanji akan memberikan bonus bayaran untuk 600 orang dengan rincian Rp. 1.000.000 per orang. Cek tersebut dapat dicairkan setelah masa satu tahun. Namun, saat pekerja ingin mencairkan cek tersebut ternyata hanya berisi cek kosong, jadi tidak dapat dicairkan.
Tentunya hal di atas telah menuai banyak kontra pada serikat buruh. Meski protes pekerja sudah berkumandang sejak tahun 2017, perusahaan tetap tidak memberikan perubahan. Pada dasarnya pekerja hanya berusaha mendapatkan haknya. Namun, pihak pengusaha berupaya mengubah ikhtiar para pekerja dengan menganggap protes buruh sebagai bentuk kudeta. Pihak perusahaan melakukan PHK-PHK terhadap banyak pekerja. Politik busuk mati-matian diperjuangkan oleh pihak perusahaan. Pemogokan kerja juga dimonopoli oleh pihak manajemen. Pihak mediator dan polisi dianggap tidak mampu menengahi sebab cenderung berpihak pada PT.
Sangat disayangkan karena problem masih berlanjut hingga saat ini. Belum ada keputusan tegas dari pihak Aice untuk menyelesaikan permasalahan ini melalui jalan damai. Komite Solidaritas Perjuangan untuk Buruh Aice juga turut serta dalam memperjuangkan hak pekerja melalui peryataan sikap. Poin pernyataan antara lain: pengajuan beberapa tuntutan agar mempekerjakan buruh sesuai kondisinya, tidak memeras tenaga buruh dengan semena-mena, pembebasan buruh untuk menentukan proses pengobatannya masing-masing tanpa terikat dengan klinik perusahaan, batalkan mutasi dan demosi sewenang-wenang.
Jika ditelusuri secara rinci, masalah buruh Aice di atas, tidak hanya mencakup permasalahan tentang pelanggaran perusahaan terhadap undang-undang ketenagakerjaan, tapi juga tentang penindasan terhadap perempuan. Pemerintah harus ikut menegakkan perundang-undangan. Minimal, jangan menganggap remeh konflik Aice ini karena pemerintah juga tidak dapat memastikan bahwa perusahaan lain bekerja dengan semestinya. Pasti, selain pekerja pabrik Aice, masih banyak pekerja pabrik lain yang perlu diperhatikan. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga memengaruhi faktor produksi. Jadi harus ada keselarasan antara tenaga pekerja dengan pemenuhan hak pekerja.
Penulis: Estu Farida Lestari
Editor: Muhammad F. Rohman
inti masalah perusahaan ini adalah: pimpinan perusahaan sendiri saja sudah ilegal,maka sikap terhadap karyawannya pun sudah tentu dengan cara yang tidak benar. maka apabila kamu ingin tahu lebih banyak mengenai masalah li zhiming yang tidak sesuai hukum,kamu boleh menghubungi saya