Pagebluk (pandemi) Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) mengakibatkan terjadinya kebijakan dahsyat pada proses perguruan tinggi seperti di Insititut Agama Islam Negeri Tulungagung (IAIN) Tulungagung. Hal ini yang membuat kampus harus memutuskan dengan cepat kebijakan yang akan dilakukan. Salah satu cara menekan tersebarnya virus ini adalah dengan membatasi pertemuan, maka kuliah Dalam Jaringan (Daring) menjadi alternatif. Tak gampang mengubah kebiasaan mahasiswa yang biasa kuliah tatap muka diubah dengan daring. Bukan tak bisa, namun akan mengalami kesulitan.
Pelaksanaan kuliah daring pada masa pandemi ini tentu saja tidak mudah. Berbagai kendala, kekurangan, dan kelebihan sudah tentu ada. Bagi mahasiswa yang mungkin mayoritas sudah melek teknologi, tetapi ternyata masih banyak juga kendala yang sering dirasakan.
Pertama, keterbatasan sarana dan prasarana. Pembelajaran daring menuntut kecepatan dan kemudahan akses. Karena pembelajaran daring akan mudah jika didukung jaringan internet yang kuat dan gawai yang memadai. Tempat tinggal mahasiswa yang berbeda-beda juga menjadi kendala yakni akses sinyal yang sulit. Akses sinyal yang sulit dan kebutuhan paket kuota mengakibatkan mahasiswa menjadi enggan karena akan menghabiskan banyak kuota dan sulit dalam mengikuti proses pembelajaran. Karena harus menyesuaikan juga dengan media yang digunakan dalam pembelajaran yang beragam, mulai menggunakan aplikasi Edmodo, Classroom, Zoom Meeting, Whatsapp, dan sebagainya.
Kedua, kurangnya pemahaman materi yang disampaikan. Kuliah daring juga berpengaruh pada pemahaman materi. Sebab kebanyakan mahasiswa atau peserta didik lainnya lebih paham ketika belajar langsung secara tatap muka bukan hanya dengan tatap layar gawai. Nyatanya proses pembelajaran belum terpuaskan karena dinilai kurang efektif pada pemahaman materi.
Ketiga, tugas yang banyak dan mendadak atau seperti kata mahasiswa, “Tugas kayak tak ada akhlak,” itu juga memberatkan mahasiswa. Dosen memberikan beragam tugas menumpuk lalu meminta mahasiswa mengumpulkan tanpa memberikan umpan balik kepada mahasiswa. Jadi perkuliahan hanya berlangsung satu arah bukan kuliah yang dialogis. Ujung-ujungnya mahasiswa hanya akan sambat di media sosial.
Keempat, tiadanya pemberian paket kuota/akses bebas (free access) dan/atau pengurangan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa. Kebanyakan teman-teman mahasiswa meresahkan tiadanya fasilitas yang bisa dinikmati dan dimanfaatkan, seperti yang kita tahu beberapa kampus lain sudah memberikan fasilitas penanganan seperti pemberian paket kuota. Atau dengan upaya lain yakni rektor bisa memberikan pengurangan UKT mahasiswa pada semester ganjil nanti.
Padahal Direktur Jenderal Pendidikan Islam telah mengeluarkan beberapa surat edaran di antaranya terkait proses pembelajaran daring, kebijakan penanganan paket kuota/akses bebas (free access) bagi mahasiswa. Adapun surat edaran lagi dari Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) untuk meringankan beban perekonomian mahasiswa, pengurangan UKT atau Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) mahasiswa pada semester ganjil nanti dengan ketentuan minimal diskon 10%. Sampai saat ini pun belum ada informasi free access untuk kuliah daring dan pengurangan UKT atau SPP Mahasiswa IAIN Tulungagung. Maka dari itu, maklum apabila banyak mahasiswa yang protes dengan alasan kampus belum sepenuhnya dapat memenuhi hak-hak mahasiswa.
Beralih dari kendala, ada beberapa kelebihan pada sistem kuliah daring ini yakni membuat beberapa mahasiswa menjadi lebih aktif ketimbang belajar di dalam kelas. Mereka terlihat lebih berani untuk sekadar bertanya dan berargumen sehingga membuat diskusi dan orang di dalamnya menjadi lebih hidup. Namun, kekurangannya juga terlihat, mereka juga akan lebih bosan sehingga keaktifan diskusi menurun dan hanya sekadar menyimak saja.
Di samping itu, kita juga bisa memanfaatkan physical distancing ini untuk bisa join menyimak diskusi, seminar, pengajian, dan kuliah daring lainnya juga. Banyak dari mahasiswa atau dari kalangan lainnya memanfaatkan waktu karantina ini untuk sekadar berbagi ilmu di platform media sosial. Kemudahannya pun jelas, tidak perlu biaya mahal untuk mendaftar dan ongkos perjalanan.
Dari beberapa keluhan tersebut pembelajaran jarak jauh atau daring ini memang membuat pelajar dilematis. Sesungguhnya untuk mengurangi kegalauan mahasiswa dan memudahkan mereka, perguruan tinggi bisa menerapkan kebijakan yang telah ditentukan untuk mempermudah dan memberikan layanan bagi mahasiswa. Seperti memberikan kuota kuliah daring atau mengembalikan separuh SPP atau UKT mahasiswa minimal 10% pada semester ganjil, jika mengacu surat edaran Kemenag RI. Selain itu, dalam pemberian tugas dosen harus bisa meminimalisir tugas dan dapat berupaya memberikan materi yang sekiranya cukup untuk diberikan dan dipelajari oleh mahasiswa. Selain itu juga selama waktu karantina #dirumahaja, mahasiswa harus tetap produktif dan kreatif dengan tetap belajar keras.
Penulis: Ni’am K. Asna
Redaktur: Rifqi Ihza F.
“Orang bodoh tak kunjung pandai.”