Mes­ki kur­va par­tisi­pasi perem­puan berang­sur-angsur naik, nyatanya per­an dan keter­li­batan perem­puan dalam poli­tik masih dipan­dang seba­gai sesu­atu yang tabu. Salah satu fak­tornya adalah pemiki­ran kon­ser­vatif ten­tang poli­tik seba­gai are­na bermain laki-laki dan perem­puan tidak siap untuk turut berper­an di dalam­nya. Bahkan hing­ga saat ini pemiki­ran terse­but nam­paknya masih tum­buh dan berkem­bang dalam per­poli­tikan Indone­sia yang ter­cer­min lewat min­im­nya par­tisi­pasi perem­puan dalam pros­es peru­mu­san kebi­jakan terkait penan­ganan pan­de­mi Coro­n­avirus dis­ease 2019 (Covid-19).

Berdasarkan data yang dikelu­arkan World Health Orga­ni­za­tion (WHO), perem­puan men­dudu­ki 70% pop­u­lasi tena­ga kese­hatan di selu­ruh dunia, yang mana per­awat memi­li­ki por­si terbe­sar dan 80% dari per­awat adalah perem­puan. Data ini mem­beri gam­baran beta­pa pent­ingnya par­tisi­pasi perem­puan dalam pros­es dan imple­men­tasi kebi­jakan Covid-19. Sayangnya, kebi­jakan penan­ganan Covid-19 seba­gian besar difor­mu­lasikan oleh laki-laki.

Sedan­gkan, perem­puan dan kelom­pok mar­ji­nal lain­nya hanya men­ja­di objek kebi­jakan-kebi­jakan terse­but. Mere­ka dini­lai memi­li­ki tingkat rep­re­sen­tasi dan keter­li­batan yang ren­dah dalam pros­es peru­mu­san. Hal ini kemu­di­an men­jawab men­ga­pa kebi­jakan-kebi­jakan yang dikelu­arkan tidak sen­si­tif gen­der dan tidak mam­pu men­gatasi per­soalan-per­soalan perem­puan, yang notabene adalah kelom­pok yang pal­ing ter­dampak dari pan­de­mi Covid-19.

Berdasarkan data yang diper­oleh dari Kom­nas Perem­puan,  pan­de­mi Covid-19 yang dis­usul den­gan kebi­jakan Pem­bat­asan Sosial Berskala Besar  (PSBB) meningkatkan risiko kek­erasan ter­hadap perem­puan. Dari rentang wak­tu Maret hing­ga awal Sep­tem­ber, Lem­ba­ga Ban­tu­an Hukum Asosi­asi Perem­puan Indone­sia untuk Kead­i­lan  (LBH APIK) telah mener­i­ma sebanyak 508 lapo­ran kek­erasan ter­hadap perem­puan den­gan jum­lah kasus tert­ing­gi, yakni Kek­erasan dalam Rumah Tang­ga (KDRT) den­gan 168 laporan.

Namun, dari peri­ode Maret hing­ga kini pun, belum ada kebi­jakan yang dap­at mem­berikan solusi dalam upaya menekan angka kek­erasan ter­hadap perem­puan di ten­gah pan­de­mi Covid-19. Hal ini dise­babkan oleh, ‑lagi-lagi- kecil­nya tingkat keter­li­batan perem­puan dalam peru­mu­san kebi­jakan. Oleh kare­na itu, per­spek­tif dan kebi­jakan dari sisi perem­puan per­lu men­ja­di per­tim­ban­gan agar imple­men­tasi dap­at ber­jalan secara efektif.

Nyatanya, saat ini pemer­in­tah masih belum sepenuh­nya mam­pu mema­ha­mi masalah yang dihadapi perem­puan pada masa pan­de­mi. Sehing­ga rep­re­sen­tasi perem­puan yang pro­por­sion­al dalam tim pengam­bil kebi­jakan masih belum ter­wu­jud. Oleh kare­na itu, pemer­in­tah dihara­p­kan bisa lebih meli­batkan perem­puan dalam peru­mu­san kebi­jakan supaya tidak ada kebi­jakan yang imple­men­tasinya mele­set atau tidak sesuai sasaran. 

Penulis: Muthia Kami­la
Edi­tor: Ulum

  • Penulis adalah Maha­siswa Akun­tan­si Uni­ver­si­tas Muham­madiyah Malang