Pendidikan digadang-gadang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan suatu negara. Pendidikan pastinya menuntut kita untuk selalu belajar, berusaha, dan beradaptasi. Di Indonesia anak-anak yang sudah menginjak usia 6 tahun diwajibkan untuk memasuki bangku sekolah dan wajib mengenyam pendidikan sampai 12 tahun. Artinya, minimal harus menuntaskan pendidikan SMA atau sederajat.
Namun, banyak anak tidak bisa sekolah atau bahkan putus sekolah, apalagi di masa pandemi ini. Mengutip dari Kompas, banyak pakar pendidikan mengakui kekurangan belajar virtual yang tidak dapat menggantikan sekolah tatap muka. Alasannya, beberapa siswa tidak memiliki akses internet, komputer atau perangkat seluler untuk berpatisipasi dalam belajar virtual. Sehingga hal tersebut membuat anak-anak kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan kasus seperti ini harus segera ditangani.
Sekolah menurut masyarakat tidak menghasilkan uang. Sehingga, mereka menyuruh anak-anak lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk bekerja. Mereka yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi beralasan karena biaya yang dikeluarkan semakin banyak. Ada juga beberapa beberapa dari mereka sulit untuk menentukan tujuan setelah lulus sekolah, sehingga setelah lulus, mereka bimbang untuk melanjutkan kuliah atau kerja.
Mengutip dari CNN Indonesia, ada sedikitnya 3,7 juta lulusan pendidikan menengah setiap tahunnya. Dari angka tersebut hanya 1,9 juta yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, kemudian 1,8 juta lainnya harus mencari kerja dengan gelar SMA atau sederajat. Artinya, mereka yang lulusan menengah atas seharusnya dibimbing untuk mengembangkan potensi dalam diri mereka, sehingga para siswa maupun siswi tidak bimbang dalam menentukan pilihannya.
Sebagian dari masyarakat mungkin memiliki definisi yang berbeda tentang kuliah. Saya sendiri juga memiliki pandangan tentang kuliah yang bukan sekadar mencari ilmu, mengerjakan tugas di rumah atau memperbaiki revisi dari dosen. Lebih dari itu, belajar bukan hanya di sekolah saja, belajar bukan hanya membaca dan menulis tetapi belajar akan banyak hal yang belum kita ketahui, belajar menerima kenyataan serta belajar memahami kehidupan.
Pun dengan kuliah, bukan hanya sekedar lulus dengan gelar di belakang nama saja. Bukan hanya menghabiskan waktu di kampus seharian penuh atau menjadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang), melainkan belajar menyelesaikan masalah, memanajemen waktu, dan belajar mengetahui apa yang masih kurang dari diri.
Selain itu, menjadi seorang siswa dan masuk menjadi mahasiswa itu bukan suatu yang mudah. Apalagi saat pertama kali memasuki dunia kampus pasti suasananya berbeda dari mulai pakaian yang bebas tapi harus tetap sopan, jadwal yang mendadak full satu hari penuh dan tugas yang tiba-tiba menumpuk.
Dengan kuliah, tentu bukan sekadar bermanfaat untuk diri kita sendiri, tetapi perlu memberikan manfaat itu kepada orang lain. Pun ketika belajar, bukan sekedar teori semata yang dipelajari, tetapi mulai melakukan penelitian atau terjun ke lapangan.
Artinya, mahasiswa perlu mencoba berkontribusi dan memberikan sosialisasi yang sekiranya dibutuhkan oleh masyarakat. Sehingga, kita tahu apa yang sekiranya diperlukan oleh masyarakat dan ilmu apa yang bisa didapat ketika bersosialisasi bersama masyarakat itu sendiri.
Terlepas dari pandangan masyarakat awam yang menganggap kuliah itu tidak penting, dengan kuliah kita bisa lebih mengembangkan potensi dalam diri dan mengembangkan kemampuan yang kita miliki. Bisa dibilang bahwa pengetahuan bukan hanya berasal dari teori saja, tetapi bisa dari lingkungan sekitar kita.
Dari hal tersebut kita juga mulai tahu untuk apa kuliah dan apa tujuan kuliah yang sebenarnya. Selain mendapatkan ilmu dari perkuliahan kita juga mendapatkan pengalaman dan ilmu dari masyarakat pula.
Penulis: Ida Tri Utami
Redaktur: Nifa Kurnia F.