Game sudah san­gat famil­iar bagi pemu­da sekarang. Per­mainan yang meman­faatkan media elek­tron­ik ini seakan men­ja­di can­du bagi orang yang memainkan­nya. Keti­ka sese­o­rang suka dan memainkan per­mainan ini, dia akan melu­angkan banyak wak­tun­ya guna bermain game.  Rim­bawana, dalam tulisan­nya menyam­paikan bagaimana has­rat akan bermain video game harus dipenuhi. Dia mengam­bil con­toh teman seko­lah­nya yang rela mening­galkan pela­jaran seko­lah demi bermain game (baca resen­si idi­ologame, pen­garuh video game atas budaya).

Game sekarang memang mudah diak­ses. Cukup di depan layar kaca 5 Inci kita dap­at memi­li­ki wahana per­mainan yang mem­beri sen­sasi sekali­gus tan­ta­n­gan baru.  Melalui aplikasi game yang terse­dia dan bisa di down­load pada play store, kita bisa lang­sung menikmatinya. Tidak per­lu khawatir bila kehabisan kuo­ta, cukup cari tem­pat free wifi bermain game bisa lanjut.

Beber­a­pa hari yang lalu saya sem­pat mam­pir di warung kopi belakang IAIN Tulun­ga­gung, den­gan niatan men­cari penghibur dan teman untuk ngo­b­rol. Tapi seba­liknya, adanya wifi di warkop terse­but jus­tru mem­bu­at orang yang singgah ke warkop meman­faatkan­nya untuk bermain game online. Warung kopi yang biasanya adalah tem­pat ngo­b­rol berubah men­ja­di game are­na.

Game selain men­gubah esen­si warung kopi, juga mem­bu­at pemain­nya lupa akan tang­gung­jawab. Seper­ti teman saya yang memi­li­ki kebi­asaan nge-game. Di seti­ap ger­ak dia selalu bermain game di hpnya. Siang hing­ga larut malam bemain game, serasa men­ja­di aktiv­i­tas yang tidak dap­at dihi­langkan. Pada akhirnya dia ser­ing lupa untuk kuli­ah, ban­gun kesian­gan gara-gara main game hing­ga larut malam bahkan men­je­lang pagi. Alhasil dia harus banyak men­gu­lang mata kuli­ah­nya, gara-gara bolos kare­na asyik main game.

Game bisa men­ja­di salah satu penyak­it pemu­da kita. Dilan­sir dari Metrotvnews.com yang dirilis oleh Enter­tain­ment Soft­ware Asso­ci­a­tion (ESA), usia ter­banyak yang bermain game ialah 18–35 tahun, den­gan 29% dan diiku­ti 18 tahun kebawah den­gan 27%. Angka terse­but cukup menge­jutkan, di mana jus­tru usia pro­duk­tif yang men­dom­i­nasi per­mainan game (9/5/2016). Data ini bisa men­ja­di salah satu acuan bagaimana game men­jangk­i­ti pemu­da sekarang.

Kebi­asaan pemu­da sekarang yang gan­drung akan game ini, berband­ing ter­ba­lik den­gan pemu­da pada masa sebelum 2000an. Jika kita flash­back pada era kolo­nial, pemu­da dis­i­bukkan den­gan strate­gi dan peperan­gan bahkan rela mere­gang nyawa demi kemerdekaan. Kemu­di­an era Orde Baru, pemu­da dis­i­bukkan den­gan perkumpu­lan, lingkar diskusi guna menghi­langkan kekan­gan negara dari aktiv­i­tas kre­atif mere­ka dan memikirkan perkem­ban­gan negara. Pada wak­tu itu pemu­da san­gat berper­an pent­ing dalam perkem­ban­gan negara dan bangsanya.

Mungkin efek zaman dan teknolo­gi yang berkem­bang, pemu­da kini banyak meng­habiskan aktiv­i­tas men­je­la­jahi dunia maya. Selain untuk bersosial media, tak sedik­it dari mere­ka mere­lakan wak­tun­ya untuk bermain game, baik online maupun offline.

Saya sem­pat bertanya kepa­da salah seo­rang pemu­da ten­tang negara, jawa­ban darinya men­gagetkan saya, kare­na dia malah bertanya, “Men­ga­pa kita kok mikirin negara, negara sudah ada yang mikir di gedung DPR sana, yang per­lu kita pikir adalah nasib­mu sendiri.” Saya ter­diam dan mere­nung menden­gar jawa­ban itu, dan bertanya dalam benak, andai saja semua pemu­da berpiki­ran seper­ti itu, bagaimana nasib bangsa ke depan?

Kemerdekaan memang sudah dap­at dinikmati dan perkem­ban­gan teknolo­gi juga makin cang­gih. Tidak dielakkan jika pemu­da sekarang cen­derung lebih asyik den­gan teknolo­gi dari pada nasib bangsanya. Namun perkem­ban­gan zaman dan teknolo­gi ini, jika tidak diman­faatkan den­gan bijak akan mem­berikan dampak yang tidak baik bagi suatu bangsa. Jika teknolo­gi dia­baikan begi­tu saja oleh pen­guasa, akan memu­nculkan sikap hedo­nis dan ego­is pada pemu­danya, akan men­ja­di penyak­it bagi negaranya,

Semestinya pemer­in­tah dan masyarakat per­lu sadar dan mem­per­tim­bangkan dampak teknolo­gi bagi bangsa dan negaranya. Jika teknolo­gi hanya diman­faatkan seba­gai pemuas bela­ka, dalam hal ini untuk bermain game, seba­gaimana banyak penelit­ian yang mem­bu­at orang mere­lakan dan mem­buang wak­tu untuk bermain. Bagaimana nasib negara dan bangsanya ke depan?

Pemer­in­tah semestinya ikut men­gaw­al perkem­ban­gan teknolo­gi dan game ini. Melalui pen­didikan, pemer­in­tah seharus­nya bisa mem­beri masukan bagaimana meman­faatkan teknolo­gi den­gan bijak. Ter­lebih pen­didikan sejak dini yang akan berpen­garuh kede­pan­nya. Kita harus ingat, masih ada 27% usia di bawah 17 tahun yang pun­ya kecen­derun­gan bermain game. Jum­lah ini ten­tu akan bertam­bah, jika tidak ada pihak yang meng­ha­lau. Apala­gi sekarang tidak hanya pemu­da yang meman­faatkan hp, orang tua juga tidak bisa lep­as dari hp. Keti­ka sedang momong sang anak, orang tua jus­tru mem­fasil­i­tasi anaknya den­gan hp, agar anak diam dan bisa ditinggal.

Selain pen­didikan, harus ada aktiv­i­tas yang meli­batkan kaum pemu­da, seper­ti dalam bidang pemer­in­ta­han atau bidang lain untuk meng­ger­akkan pemu­da. Biasanya orang tua ter­lalu menye­pelekan dan men­gang­gap pemu­da tidak bisa melakukan sesu­atu, sehing­ga pemu­da bin­gung mau melakukan apa. Pada­hal banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemu­da, ter­ma­suk bela­jar bersosial­isasi den­gan masyarakat di lingkungannya.

Mungkin bisa den­gan pen­gak­ti­fan karang taruna, yang sela­ma ini di kebanyakan wilayah hanya seba­gai kegiatan cer­e­mo­ni­al pes­ta kemerdekaan saja. Adanya karang taruna yang aktif berg­er­ak dan bero­gan­isasi ser­ta ber­jalan terus dalam kese­har­i­an, mis­al­nya dijadikan kelom­pok sadar wisa­ta, kelom­pok usa­ha atau bidang lain seper­ti seni dan sas­tra, akan mem­berikan akti­fi­tas yang berar­ti bagi pemuda.

manu­sia yang melayang diatas bayang