Tadah Ruah Asmara

Ada kerutan di ken­ing sujudku

Yang ter­biasa bisu menunggu

Turun­nya tangis kepa­da malam

Hilang akalku untuk rangkai kartika

Yang muncul dan berakhir merangkai kata ketika

Tia­da gelak tawa

Tak ada dekapan

Tan­pa rasa nyaman

Aku kem­bali men­ja­di ratapan

Ia kem­bali men­ja­di kehidupan

Kepa­da kasih senan­dung ini kusampaikan

Tan­gan-tan­gan menadahkan harap kerinduan

Puing asa ter­du­lang doa-doa yang panjang

Namun, pulang rasakan segala kenangan

Ter­bisu adanya malam

Dari pojok-pojok menu­ju hari tenang

Dier­atkan­nya hati dari datangnya ragu

Andai kau tahu seisi harap

Sung­guh akan kudekap selu­ruh raga

Pemer­an Fiksi

Malamku bagai klausul dalam ceri­ta fiksi

Seti­ap seri­al­nya men­cip­ta penasaran

Hidup­ku ter­letak di per­an antagonis

Kau bungkus seba­gai ceri­ta-ceri­ta semu

Pada tat­ap­mu­lah dua mata ini tak hen­ti untuk menunggu

Berharap esok, satu episode men­ca­pai akhir

Kau hadirkan alur ceri­ta yang merindu

Lalu, masa mengem­ban prosa ke dalam cerita

Bukankah, kau tahu rasa pahit­nya per­an utama?

Meredam luka untuk berjumpa asa

Din­gin dalam Bekumu

Selayaknya kepin­gan salju yang ren­dah suhu

Malam malang penuh rasa nyeri dan rasa haru

Di suara-suara tete­san tan­pa arti

Kuda­p­ati ada jan­ji yang sen­ga­ja ditebar

Din­gin mimik mukam­nya menat­ap bisu

Beku terasa berpen­dar adalah pautan

Kasih, selalu kupang­gil nama­mu di Kota Aomori

Agar nama­mu mem­beku dalam dinginku

Penulis: Siti Fatimah
Redak­tur: Natasya