“Hidupmu harus terlihat seperti bunga snowdrop, yang selalu bertahan dari cekikan rasa dingin di musim salju. Bunga yang terlihat rapuh, namun berusaha untuk tetap terlihat tegar. Hidup harus memiliki harapan,” ucap wanita berjilbab itu.
Pagi itu, matahari bersinar cerah. Angin berkesiur menarikan dedaunan. Suasana pagi tetap dingin seperti seharusnya. Lazimnya irama pagi dan detak jantung kehidupan bermula, seperti itulah adanya sosok perempuan menyuguhkan senyum terikhlas. Berpenampilan sederhana, namun tampak sempurna.
Dengan penuh semangat sosok perempuan yang akrab disapa Bu Azahida memimpin kegiatan Forum Lingkar Pena Salatiga. Pagi itu menjadi pagi yang berbeda bagi anggota Forum Lingkar Pena Salatiga. Rangkaian kata-katanya bagai gemericik air hujan yang tenangkan pikiranku. Suaranya seperti seruling Daud yang mengalun merdu. Kesantunan dan kedalaman ilmu darinya membuatku antusias mengikuti kegiatan.
Bagiku, perempuan yang menjadi pemimpin di Forum Lingkar Pena Salatiga adalah sosok acuan hidupku. Perempuan yang tak pernah alpa pancarkan semburat kebahagiaan, dan salurkan cinta kasih sayangnya, bagi yang beda maupun sesama.
“Dalam meraih semua impian kita harus tetap bertahan. Jangan menyerah pada keadaan. Maka semua akan bisa diraih,” tutur perempuan itu dengan nada lantang.
“Ya! aku akan berusaha sekuat tenaga. Aku tak mau menyerah,” batinku bergumam.
Semenjak pertemuanku dengan Bu Azahida di komunitas Forum Lingkar Pena Salatiga aku mulai semangat menulis. Meskipun harus kumulai dengan ketidaktahuan. Tuturannya tak pernah terlupa. Rintang dan penentang bukan sebuah halangan untuk tetap menetaskan karya-karya.
Saban hari tak pernah jemu kunukil huruf sajak-sajak dan cerita yang baru. Bu Azahida terkadang membimbingku melalui media virtual. Acap kali kutemuinya di tempat singgahnya, tentu untuk belajar bersama. Hari pertama, kutulis satu cerita pendek, berikutnya kutambah. Sampai kuputuskan setiap hari harus tercetak dua cerita pendek dari relung pikirku. Hal sulit dan pelik, akhirnya jadilah makanan sehari-hariku.
Waktu terus berjalan, hampir tiga tahun kuhabiskan untuk belajar bertutur lewat tulisan bersama perempuan itu. Di tengah persoalan dalam diriku . Hadirnya bagai oase di tengah padang pasir. Kata demi kata ia ikat menjadi makna dan ditebar ke mana-mana. Kelelahan yang ia rasa itu tak mengapa. Hanya satu yang ia harap, bulir-bulir literasi bisa dengan merata terserap.
Sejak kecil terbiasa menjadi sosok yang rendah diri. Bukan tanpa sebab. Saudara-saudaraku selalu berhasil dan berprestasi di sekolah. Juara kelas tak pernah luput, sedang aku terlampau. Bahkan kini ketika beranjak dewasa mereka mendapat pekerjaan di luar kota dengan posisi bergengsi dan gaji tinggi. Hal itu membuat aku semakin merasa malu. Ucapan orang tuaku yang senang membandingkan terkadang membuat pesimis, dan rapuh. Pernah aku dinilai tak mungkin menjadi anak yang berhasil dalam hal apapun.
Tuhan menghadirkan Bu Azahida dalam hidupku sebagai warna dan pelengkap dalam kurangku. Segala peristiwa dan kata adalah nasihat yang kuikat. Menjadi penulis memang berbeda dengan profesi yang lain. Tidak terlihat oleh orang banyak, tidak tampak populer di depan banyak orang.
Tuhan kemudian mencetak takdirku berproses melalui menulis. Menulis membuatku dapat mengeluarkan perasaan dan pikiran lewat tulisan. Apalagi aku digadang-gadang sebagai seorang introver, pendiam dan pemalu. Maka menulis ini adalah jalan hidupku. Jalan hidup seorang introver untuk berkarya. Meski tak harus banyak bicara. Tapi tulisan-tulisanku bisa menjadi suatu inspirasi bagi banyak orang yang membaca.
Meski hingga kini kegiatan menulisku baru bisa dibilang suatu hobi . Tapi suatu saat aku percaya bahwa menulis bisa menjadi suatu pekerjaan sampingan. Selain saat ini aku sedang fokus bekerja mengembangkan bisnis orang tuaku yang belum maju. Selama masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan aku tetap ingin berkarya di dunia kepenulisan.
Bagiku meski banyak kegagalan-kegagalan yang kualami dalam hidup. Saat aku masih sekolah. Dan ketika lulus kuliah aku masih menganggur. Aku akan tetap berusaha lebih baik. Karena kegagalan itu bagiku cambuk untuk berbuat yang lebih baik dari hari kemarin.
Pada awal bulan Desember, Bu Azahida mulai mengadakan pertemuan kedua Komunitas Forum Lingkar Pena Salatiga. Pertemuan diadakan di ruang pertemuan Perpustakaan Salatiga. Namun, aku merasakan suasana yang berbeda.
Dalam pertemuan itu, perempuan itu lebih banyak menceritakan kisah hidup orang yang menginspirasi. Semangatnya berapi-api ketika membincangkan kisah orang-orang yang menginspirasi hidupnya. Pertemuan dibuka dengan acara yang berbeda, harapannya dengan adanya menceritakan kisah hidup seseorang yang menginspirasi bisa membangkitkan semangat anggota komunitas Forum Lingkar Pena Salatiga.
“Selamat pagi!”
“Pagi Bu!”
“Pagi ini ibu ingin berbagi kisah dari buku yang pernah dibaca. Nama orang itu adalah Mbak Eni Kusuma. Mbak Eni pernah bekerja selama enam tahun sebagai pembantu rumah tangga di Hongkong. Di tengah kesibukan Mbak Eni sebagai pekerja rumah tangga ia serius menekuni bakat menulisnya dan bergaul dengan komunitas tulis menulis di Hongkong. Berkat ketekunan Mbak Eni inilah ia bisa menjadi penulis hebat yang artikelnya dimuat di berbagai media. Jika Mbak Eni bisa maka kalian juga bisa,” tutur perempuan motivatorku.
Acara pertemuan kedua Forum Lingkar Pena Salatiga hari itu membuat aku semakin bersemangat. Mendengar cerita Bu Azahida, aku terinspirasi. Bagiku hari itu pertemuan yang sangat membuat aku semakin lebih berpikir positif. Bahwa siapa pun bisa berhasil dan apapun masa lalu kita. Hari itu, sesuai perintah Bu Azahida aku mulai mencoba menulis cerita tentang kisah inspirasi. Kata-katanya selalu melekat sebagai pemacu semangat hidupku.
Penulis: Devita Andriyani
Redaktur: Natasya
- Penulis lahir di Salatiga 6 Desember 1985. Menyelesaikan studi Fakultas Psikologi UKSW pada tahun 2009. Senang membaca cerpen dan puisi. Tulisannya berupa artikel dan cerpen pernah dimuat di media . Beberapa tulisannya dimuat di Majalah hokinews, rumahlitera.com, dan penakota.id. Moto hidupnya “Jangan bandingkan hidupmu dengan orang lain. Tapi berjuanglah untuk hidupmu! Keinginannya selama hidup bahwa tulisannya dapat menginspirasi banyak orang.