Kepada yang terhormat, mereka yang mengantongi kepentingan rakyat dan seolah-olah menegakkan keadilan. Di panggung drama perebutan kekuasaan, salam hangat penonton pertunjukan untuk yang membaca. Semoga tetap sehat di tengah pergolakan kehidupan.
Sedikit cerita dan sambatan dari kami yang berada di bangku penonton. Di sebuah tempat yang tak terlalu megah, banyak kisah tentang perebutan kekuasaan. Sebuah tempat yang memaksakan kelayakan dan kenaikan popularitas. Aku salah satu dari ribuan orang yang masuk dalam pusaran kehidupan itu.
Aku yang selalu abai akan hiruk pikuk dunia ini, di mana sana-sini saling beradu kecakapan, saling beradu ketenaran. Meraka selalu beradu satu sama lain, seperti kucing bertemu anjing. Ketika daging segar bergelantungan di sana, mereka hanya saling berebut dan memamerkan kuantitas yang ada, tanpa memikirkan kualitas. Seperti orang hidup dalam hutan belantara yang tak mempunyai panca indra.
Para penonton seolah abai akan keadaan, banyak dari mereka yang memandangi telapak tangan. Aku mencoba memerhatikan, seakan banyak dari mereka yang tak acuh akan hak mereka. Tak merasa kuenya digeroti tikus berkedok perwakilan. Identitas selalu diutamakan, katanya menolong sesama makhluk hidup. Namun, apakah itu hanya sekadar berhenti di perdiskusian? Atau hanya janji di awal kepengurusan?
Tak muluk yang penonton inginkan. Kami hanya sekadar ingin hak kecil kita, hak yang sesuai dengan apa yang kita bayar. Tak butuh janji, tak butuh banyak berkoar, tapi kerja nyata yang kita harapkan. Berharap pada orang lain memang tak menjanjikan. Tapi mau bagaimana lagi, memang sistem yang mengharuskan. Jika memang bisa memilih, ya, merombak sistem yang ada sekarang.
Memang banyak yang sudah muak akan perpolitikan, tapi bukan berarti tidak menarik dan tidak penting untuk dibahas. Bendera yang saling berkibar, dan beradu ukuran. Yah, mau bagaimana lagi, itu cara mereka menunjukan keberadaan. Bukan dengan adanya kegiatan tapi dengan beradu kebesaran suatu identitas. Katanya, sih, berpandangan kritis. Tapi, kok, kadang pemerintah malah semena-mena, ya? Bahkan juga diam saja. Terkadang pula membela demi kepentingan golongan atau malah perseorangan. Mengapa?
Tak bermaksud menghakimi atau menggeneralisasikan kelompok golongan tertentu, sih. Seperti halnya berlian di dalam kakus, akan sulit terlihat meskipun berlian sangatlah terang. Ini satu dari sekian banyak sudut pandang yang ada dalam tatanan bangku penonton.
Yah, memang sedikit yang bisa dituliskan dalam lebaran ini. Bisa dikatakan sudah banyak pandangan tentang hal ini. Namun, seberapa sering kita bahas atau kita sampaikan pun, mereka tapi tetap tak berubah. Mereka seakan tuli dan lena akan janji yang dibuat sendiri. Biar bagaimana pun, salam hangat dari bangku penonton.
Penulis: Mika
Editor: Ulum