Anal­i­sis teks beri­ta par­a­dig­ma kri­tis meman­dang real­i­tas kehidu­pan sosial bukan­lah real­i­tas yang netral, tapi dipen­garuhi oleh keku­atan poli­tik, ekono­mi, dan sosial. Fokus dari anal­i­sis ini adalah men­e­mukan dan mengkri­tisi bagaimana kelom­pok minori­tas dimar­ji­nalkan dalam pemberitaan.

Ada beber­a­pa karak­ter­is­tik yang per­lu dimenger­ti dalam men­ganal­i­sis teks beri­ta par­a­dig­ma kri­tis. Per­ta­ma, par­a­dig­ma kri­tis memang­dang real­i­tas seba­gai his­tor­i­cal real­ism atau real­i­tas semu yang telah ter­ben­tuk oleh pros­es sejarah dan keku­atan-keku­atan sosial, budaya, ekono­mi, dan politik.

Dalam pan­dan­gan kri­tis mis­al­nya, posisi laki-laki bera­da di atas, sedan­gkan perem­puan cen­derung di posisi mar­ji­nal. Struk­tur sosial semacam ini­lah yang mau tidak mau mem­pen­garuhi bagaimana real­i­tas itu dipa­ha­mi oleh sese­o­rang. Kare­na mere­ka sedang bera­da dalam struk­tur sosial yang patriakal.

Ked­ua, penelit­ian berpar­a­dig­ma kri­tis memi­li­ki tujuan seba­gai kri­tik sosial, trans­for­masi, eman­si­pasi, dan pen­guatan sosial. Par­a­dig­ma kri­tis ini selalu diawali den­gan “prasang­ka” ter­hadap real­i­tas yang akan diteliti.

Mis­al, peneli­ti melakukan penelit­ian men­ge­nai pem­ber­i­taan media atas para buruh. Jika penelit­ian meng­gu­nakan kat­e­gori kri­tis, penelit­ian dibu­ka den­gan per­tanyaan, menga­pa para buruh digam­barkan secara buruk oleh media?” atau bagaimana penggam­baran buruk itu dilakukan oleh media?”. Dalam penelit­ian kri­tis, per­tanyaan semacam ini sudah menim­bulkan prasang­ka bah­wa media pasti tidak adil dan cen­derung memar­ji­nalkan posisi para buruh.

Maka dari itu, per­tanyan­nya bukan lagi bagaimana penggam­baran buruh, tetapi bagaimana penggam­baran yang buruk itu dilakukan oleh media. Den­gan ini, peneli­ti dap­at meny­ingkap dan menyadark­an masyarakat bah­wa sela­ma ini buruh dipo­sisikan secara tidak adil. Sehing­ga, seba­gai peneli­ti memang sudah saat­nya mem­bu­at tran­for­masi den­gan mem­bu­at cit­ra kaum mar­ji­nal men­ja­di lebih baik.

Keti­ga, peneli­ti men­em­patkan diri seba­gai aktivis, advokat, dan trans­for­ma­tive intel­lec­tu­al. Artinya, ia harus men­em­patkan nilai, eti­ka, pil­i­han moral, bahkan keber­pi­hakan­nya men­ja­di bagian yang tidak ter­pisahkan dari anal­i­sis. Oleh kare­na itu, dalam penelit­ian den­gan par­a­dig­ma kri­tis akan beran­jak dari pan­dan­gan atau nilai ter­ten­tu yang diyaki­ni oleh peneliti.

Mis­al­nya, anal­i­sis pem­ber­i­taan atas kek­erasan ter­hadap perem­puan. Par­a­digm peneli­ti akan san­gat mem­pen­garuhi bagaimana teks itu harus dimak­nai dan ditafsirkan. Peneli­ti yang mem­pun­yai pan­dan­gan fem­i­nisme, per­caya bah­wa posisi perem­puan dan laki-laki seharus­nya seja­jar. Akan tetapi, dalam keny­ataan­nya posisi perem­puan dalam masyarakat selalu dimar­ji­nalkan dan dip­ing­girkan. Den­gan posisi ini, peneli­ti den­gan par­a­dig­ma kri­tis harus berpi­hak pada perem­puan seba­gai kor­ban kek­erasan yang acap kali terpinggirkan.

Selain itu, cara penelit­ian yang dipakai harus sub­jek­tif (penaf­sir­an sub­jek­tif peneli­ti atas teks) dan par­tisi­pasif (pen­em­patan diri seba­gai aktivis atau par­tisi­pan dalam pros­es trans­for­masi sosial). Den­gan ini, peneli­ti dap­at melakukan penaf­sir­an untuk menye­la­mi kedala­man teks dan meny­ingkap mak­na yang ada dibaliknya.

Mis­al, dalam pem­ber­i­taan men­ge­nai pele­ce­han sek­su­al ter­da­p­at foto pelaku pele­ce­han sek­su­al yang dibu­ramkan. Hal ini akan mem­bu­at kha­layak tidak dap­at meli­hat sia­pa pelakun­ya. Pada anal­i­sis teks par­a­dig­ma kri­tis, peneli­ti akan menaf­sirkan, apa mak­na yang muncul den­gan ben­tuk rep­re­sen­tasi semacam itu dalam foto?”, “menga­pa foto pelaku diblurkan?”, dan “menga­pa foto pelaku tidak dita­m­pakkan?”.

Sehing­ga, den­gan cara penelit­ian yang demikian, peneli­ti dap­at meng­hasilkan kual­i­tas penelit­ian yang his­tor­i­cal situ­ad­ness. Artinya, sejauh mana penelit­ian mem­per­hatikan kon­teks his­toris, sosial, budaya, ekono­mi, dan poli­tik dari teks berita.

Penulis: Mag­ta
Edi­tor: Ulum