Tulun­ga­gung, 5 April 2021- Alian­si Badan Ekseku­tif Maha­siswa (BEM) Se-Tulun­ga­gung gelar aksi tolak kebi­jakan naiknya Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Ban­gu­nan Perko­taan dan Pedesaan (PBB-P2). Pasal­nya, kebi­jakan ini dini­lai mem­be­bani masyarakat Tulun­ga­gung. Dita­m­bah kebi­jakan dikelu­arkan saat masa pandemi.

Berdasarkan Per­at­u­ran Menteri Keuan­gan Repub­lik Indone­sia Nomor 208/PMK.07/2018 Pasal 1 ten­tang Pedo­man Peni­la­ian Pajak Bumi dan Ban­gu­nan Perde­saan dan Perko­taan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau ban­gu­nan yang dim­i­li­ki, dikua­sai, dan/atau diman­faatkan oleh orang prib­a­di atau badan, kecuali kawasan yang digu­nakan untuk kegiatan usa­ha perke­bunan, per­hutanan, dan pertambangan.

Sedan­gkan, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) adalah dasar pen­ge­naan PBB-P2. Sehing­ga saat NJOP naik, maka akan berpen­garuh pada naiknya PBB-P2. Peni­la­ian NJOP dilakukan den­gan men­er­ap­kan pen­dekatan dan per­bandin­gan har­ga, pen­dekatan biaya, dan/atau pen­dekatan kap­i­tal­isasi pendapatan.

Aksi maha­siswa alian­si BEM Se-Tulun­ga­gung ini berg­er­ak dari Seko­lah Ting­gi Aga­ma Islam (STAI) Dipone­goro (Utara Taman Aloon-Aloon Tulun­ga­gung) menu­ju ke Gedung Bupati Tulun­ga­gung yang bera­da di Jalan Ahmad Yani No. 37, Tulun­ga­gung. Setibanya di sana, masa diarahkan untuk masuk ke ruang perte­muan yang bera­da di lan­tai 2. Ter­da­p­at 4 orang yang duduk di depan, di antaranya bapak sekre­taris daer­ah (Sek­da) Tulun­ga­gung dan ibu kepala badan pen­da­p­atan daer­ah (Bapen­da) Tulun­ga­gung ser­ta ter­da­p­at 2 per­wak­i­lan camat.

Aksi ini dilatar­be­lakan­gi oleh kenaikan Surat Pem­ber­i­tahuan Pajak Ter­hutang Pajak Bumi dan Ban­gu­nan Perde­saan dan Perko­taan (SPPT PBB-P2) yang meningkat secara sig­nifikan diband­ing tahun 2020 dan adanya kenaikan jum­lah pajak yang tidak pro­por­sion­al. Ada yang men­ca­pai 400% bahkan ada yang lebih.

Belum lagi besaran stim­u­lus yang tidak mer­a­ta,  tidak adanya sosial­isasi ke masyarakat yang lebih intens terkait kenaikan SPPT PBB-P2, dan kebi­jakan kenaikan SPPT PBB-P2 dikelu­arkan pada saat masa pan­de­mi juga memicu aksi ini.

“Kenaikan­nya seharus­nya berta­hap, tidak lang­sung muncul ke atas. Kalau berta­hap oke­lah kita ter­i­ma, tapi kalau kenaikan­nya secara sig­nifikan drastis banget itu sebe­narnya yang men­ja­di per­ha­t­ian kita, ujar Mah­da selaku koor­di­na­tor aksi.

Sek­da Tulun­ga­gung, Suka­ji men­gatakan bah­wa kenaikan SPPT PBB-P2 akan men­gun­tungkan masyarakat kare­na akan meningkatkan nilai jual tanah dan kenaikan ini tidak ter­lalu mem­ber­atkan masyarakat. Suka­ji berpen­da­p­at bah­wa perekono­mi­an Tulun­ga­gung pada masa pan­de­mi ini tidak men­gala­mi penu­runan secara sig­nifikan. Tulun­ga­gung diang­gap bisa menye­suaikan den­gan kelong­garan-kelong­garan yang ada dan kemerosotan ekono­mi di Tulun­ga­gung tidak drastis jika diband­ingkan den­gan daer­ah lain.

Berdasarkan pada kajian, memang benar saat ini musim pan­de­mi. Namun tingkat perekono­mi­an di Kabu­pat­en Tulun­ga­gung berdasarkan kajian yang ada tidak begi­tu men­gala­mi penu­runan secara sig­nifikan, ujar Sukaji.

Namun dis­isi lain, AM,  salah satu perangkat desa di Tulun­ga­gung yang eng­gan dise­but namanya, berpen­da­p­at bah­wa kebi­jakan ini merugikan masyarakat. Apala­gi saat ini adalah musim pan­de­mi. Selain menyusahkan masyarakat, pihak yang men­ja­di pemu­ngut pajak juga disusahkan.

Pip­il pajaknya sudah muncul, kemu­di­an jum­lah kenaikan­nya itu tidak real­is­tis. Mak­sud­nya tidak real­is­tis itu begi­ni, kalau kenaikan itu sebe­sar 20% ke 50% itu mungkin bagi masyarakat wajar. Kemu­di­an bagi pemu­ngut itu juga tidak ter­lalu berat. Tapi kalau kenaikan­nya itu ada yang sam­pai 100%, ada yang 200% ke 300% itu kan sudah melebi­hi batas. Yang jelas itu kalau hari-hari biasa mungkin tidak ter­lalu berat. Ya, berat tapi kan kalau musim pan­demik seper­ti ini itu semakin mem­ber­atkan, teruta­ma pemu­ngut, ujar AM.

Menang­gapi perny­ataan terkait pen­ingkatan har­ga tanah, AM berpen­da­p­at bah­wa masalah ini relatif, tidak semua orang ingin men­jual tanah­nya. Di sisi lain jika tanah­nya tidak pro­duk­tif, hal ini semakin mem­ber­atkan masyarakat. 

Masyarakat, kalau masalah kenikan tanah itu tidak ter­lalu dipus­ingkan untuk pem­ba­yaran itu. Karena har­ga tanah juga belum ten­tu semua orang mau jual. Karena dijualpun kalau butuh. Karena yang terasa banget itukan gini, kenaikan pajaknya itu ting­gi, kemu­di­an tanah yang yang objek pajaknya itukan tidak meng­hasilkan. Sekarang itu semua sek­tor ter­dampak semua. Sekarang har­ga gabah pun begi­ni ini biasanya 510 ribu rupi­ah, kadang-kadang 520 ribu rupi­ah, sekarang itu gabah sudah turun ke 470 ribu rupi­ah, imbuhnya.

Menang­gapi peno­lakan naiknya PBB-P2, Kepala Bapen­da Tulun­ga­gung, Endah Inawati angkat bicara. Baginya, sudah ter­hi­tung enam tahun, Tulun­ga­gung belum per­nah melakukan peni­la­ian zona tanah.

Terkait den­gan kenaikan SPPB PBB-P2 yang diang­gap sig­nifikan. Kenaikan terse­but kita dasari bah­wa sela­ma kurun wak­tu kurang lebih enam tahun sejak PBB-P2 dis­er­ahkan dari pemer­in­tah pusat ke pemer­in­tah daer­ah kita belum per­nah melak­sanakan peni­la­ian ter­hadap nilai tanah yang ada di Tulun­ga­gung. Sedan­gkan NJOP seti­daknya harus dite­tap­kan seti­ap 3 tahun, jelas­nya.

Endah meny­atakan bah­wa peni­la­ian ini berdasarkan kajian oleh kon­sul­tan inde­pen­den dari Uni­ver­si­tas Gad­jah Mada (UGM) Yogyakar­ta. “Maka dari itu, pada tahun 2020 kita melakukan peni­la­ian ter­hadap nilai jual tanah di Tulun­ga­gung den­gan meng­gan­deng pihak ke‑3. Dalam hal ini kita meng­gan­deng pihak UGM den­gan hasil bah­wa poten­si tanah di Tulun­ga­gung apa­bi­la dini­lai secara keselu­ruhan itu nilainya men­ca­pai 291 tril­i­un rupi­ah den­gan 65 ribu SPPT yang ada di Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, lanjutnya.

Fikri Iman­ul­lah, maha­siswa STAI Dipone­goro menang­gapi jika seharus­nya sejak 6 tahun lalu Bapen­da sudah harus mene­tap­kan NJOP seti­ap 3 tahun sekali. “Sela­ma 6 tahun ini pajak NJOP tidak per­nah naik atau tidak per­nah dika­ji, terus tugas­nya Bapen­da itu apa?” ujarnya dalam forum.

Pada akhir forum ini, Mah­da, Suka­ji, dan Endah Inawati dim­inta untuk menan­datan­gani kepu­tu­san bersama yang berisi 3 poin seba­gai berikut:

  1. Stim­u­lus yang diberikan tidak akan dicabut/dikurangi dalam kurun wak­tu 3 tahun.
  2. Pemer­in­tah daer­ah akan melak­sanakan sosial­isasi ke masyarakat sesegera mungkin per-kecamatan.
  3. Surat perny­ataan keber­atan akan dis­e­le­saikan mak­si­mal 7 hari.

Berikut gam­bar lem­bar kepu­tu­san bersama.

Fikri Iman­ul­lah mengutarakan bah­wa sebaiknya ada eval­u­asi ulang men­ge­nai kebi­jakan ini. “Saya rasa ya per­lu adanya eval­u­asi ulang, kajian ulang. Apakah ini memang harus dinaikkan, kemu­di­an satu sisi kalau memang ada yang keber­atan, sosial­isasi harus masuk ke bawah,” ujarnya saat dite­mui sete­lah forum usai.

Ia juga berharap agar benar akan ada sosial­isasi lebih lan­jut dari pemer­in­tah dan kasus ini bisa dikaw­al hing­ga selesai.

Penulis: Anisa’
Reporter: Annisa’, Fathoni, Fer­dian, Riza, Vidya
Redak­tur: Natasya