Judul               : The End Game

Jenis Film        : Dokumenter

Rilis                 : 5 Juni 2021

Pro­duk­si          :Watch­doc Documentary

Sutradara         : Dand­hy Laksono

Pro­duser          : Indra Jati dan Joni Aswira

Edi­tor              : Fand­hi Bagus, Khoir­ul Umam, dan Hen­dra Permana

Durasi              : 1 jam 54 menit 52 detik

Undang-Undang Komisi Pem­ber­an­tasan Korup­si (UU KPK) telah dire­visi pada tahun 2019. UU baru ini berisi ten­tang penggeleda­han, penyada­pan, dan penye­lidikan yang harus izin Dewan Pen­gawas. Menu­rut beber­a­pa pegawai KPK, UU ini semakin rumit dan mem­buang wak­tu untuk penan­ganan kasus korupsi.

Selain itu, UU baru ini mewa­jibkan pegawai KPK berubah sta­tus men­ja­di Aparatur Sip­il Negara (ASN). Den­gan begi­tu, para anggota harus mengiku­ti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ter­lebih dahulu.

Film doku­menter The End Game meru­pakan kesak­sian atas pegawai yang diny­atakan tidak lolos TWK. Mere­ka berang­ga­pan bah­wa tes ini seba­gai upaya untuk meny­ingkirkan mere­ka dari KPK. TWK dilakukan secara ter­tulis dan wawan­cara. Namun, soal-soal dalam tes terse­but tidak meny­ing­gung sama sekali den­gan pem­ber­an­tasan korupsi.

Film yang dis­u­tradarai Dand­hy Lak­sono ini dibu­ka den­gan beber­a­pa penayan­gan kasus korup­si yang ter­ja­di di Indone­sia, teruta­ma di kalan­gan peja­bat negara hing­ga menteri. Dis­usul den­gan pema­paran Nanang Farid Syam, man­tan pegawai KPK yang telah bek­er­ja sela­ma 15 tahun sekali­gus man­tan ket­ua wadah pegawai KPK. Ia baru berhen­ti pada bulan Desem­ber 2020.

Menu­rut Fir­li Bahuri, ket­ua KPK (2019–2023), TWK ini diiku­ti oleh 1.351 pegawai. Ada 75 pegawai yang diny­atakan tidak lolos, 51 pegawai yang akan diber­hen­tikan, dan 24 pegawai lain­nya mengiku­ti pem­bi­naan. Dari 75 pegawai ini Nanang men­ge­nal mere­ka dari kasus-kasus besar yang per­nah mere­ka tan­gani, seper­ti kasus korup­si dana ban­tu­an sosial (Ban­sos), kasus sim­u­la­tor, dan kasus pener­i­maan hadi­ah dari izin ekspor benur/benih lobster.

Dalam film ini, ada 16 pegawai KPK yang tidak lolos dalam TWK, yang diwawan­car­ai per­i­hal pros­es TWK. Mere­ka adalah Rieswin, Nov­el, Tata, Nova, Ben­ny, Puput, Ros­mala, Her­bert, Naing­go, Budi, Koko, Riz­ka, Harun, Hasan, Yudi, dan Farid.

Mere­ka berang­ga­pan bah­wa tes ini hanya siasat untuk meny­ingkirkan mere­ka dari KPK. Mengin­gat soal-soal yang diberikan pada saat tes diang­gap diskrim­i­natif dan tidak ada yang meny­ing­gung soal pem­ber­an­tasan korupsi.

Soal-soal itu malah melen­ceng, seper­ti pil­ih Al Quran atau Pan­casi­la? Apakah orang Jepang itu kejam? Apakah per­nah libu­ran ke luar negeri? Libu­ran ke luar negeri ke mana saja? Kalau pacaran nga­pain saja? Apa pen­da­p­at Anda ten­tang Hizbut Tahrir Indone­sia (HTI), Organ­isasi Papua Merde­ka (OPM), Darul Islam/Tentara Islam Indone­sia (DI/TII), Front Pem­bela Islam (FPI)? Per­tanyaan itu sama sekali tidak ada hubun­gan­nya den­gan keber­lan­ju­tan per­al­i­han sta­tus men­ja­di ASN.

Selan­jut­nya, untuk men­da­p­atkan keje­lasan men­ge­nai tes terse­but, mere­ka mela­porkan ke Komisi Nasion­al Hak Asasi Manu­sia (Kom­nas HAM) terkait den­gan keja­di­an yang diala­mi 75 orang ini. Mere­ka berharap agar Kom­nas HAM dap­at melakukan tin­dakan inves­ti­gasi untuk mem­bongkar semua hal-hal yang tidak benar dalam pros­es TWK ini. Kom­nas HAM mem­ben­tuk sebuah tim di bawah peman­tauan dan penyelidikan.

Nanang men­datan­gi teman-teman­nya dan tokoh-tokoh yang mungkin bisa mem­berikan kon­tribusi den­gan cara meng­galang sol­i­dar­i­tas kepa­da KPK, seper­ti men­datan­gi salah satu teman­nya, anggota Kom­nas HAM yang baru sele­sai men­gu­rus lapo­ran pegawai KPK atas TWK di Lem­ba­ga Ban­tu­an Hukum (LBH) Muhamadiyah.

Selain itu, Nanang juga men­datan­gi Feri, seo­rang akademisi. Mere­ka berbin­cang men­ge­nai kena­pa KPK banyak dis­erang. Para musuh KPK itu biasanya melakukan peny­eran­gan ter­hadap pimp­inan ter­lebih dahu­lu. Seper­ti Bibid Samad Rianto, Chan­dra Hamzah, Bam­bang Wid­ja­jan­to, bahkan sam­pai anaknya.

Sete­lah pimp­inan­nya, baru seran­gan kepa­da penyidiknya seper­ti den­gan dian­cam sen­ja­ta, ada yang ditabrak, ada yang disir­am air keras (Nov­el Baswedan) seba­gai sebuah peri­s­ti­wa yang san­gat sadis. Kemu­di­an sete­lah penyidiknya ada sta­tus (Pak Laode dan Pak Agus), rumah­nya dilem­par bom molo­tov seba­gai suatu aksi teror nyata.

Selain itu, saat Nov­el ikut menan­gani kasus rekla­masi, dan hen­dak melakukan penangka­pan. Jus­tru tim yang bera­da di lapan­gan ditodong sen­ja­ta, dis­ekap, dilakukan tin­dakan yang tidak semestinya, di persekusi, bahkan hen­dak dipukuli seper­ti jam­bret yang baru ter­tangkap. Naas­nya, pen­odong sen­ja­ta terse­but adalah aparat negara, sedan­gkan yang ditodong juga petu­gas negara, petu­gas KPK.

Operasi Tangkap Tan­gan (OTT) pal­ing banyak dilakukan di masa Fir­li, keti­ka ia men­ja­di deputi. OTT sem­pat bocor oleh inter­nal sendiri, pegawai yang tidak berin­tegri­tas. Orang-orang yang ingin melemahkan KPK sudah ten­tu orang yang tidak suka den­gan KPK.

Film ini diakhiri den­gan penyak­sian seti­ap dari 16 orang tadi saat meli­hat upacara pelan­tikan dan pengam­bi­lan sumpah jan­ji Pegawai Negeri Sip­il (PNS) KPK pada 1 Juni 2021 melalui YouTube.

Film ini memi­li­ki kelebi­han pada sisi edit­ing-nya, mem­berikan teks kepa­da orang-orang yang tunarun­gu. Selain itu, film ini juga men­gan­dung ungka­pan kebe­naran atas kesak­sian sela­ma TWK, men­gungkap seran­gan orang-orang ter­hadap KPK. Sehing­ga, akan banyak penon­ton yang menyukai dan menikmati film ini. 

Jika dil­i­hat dari sisi alurnya, memang ini bukan alur maju, tetapi alur cam­pu­ran. Kare­na film ini meru­pakan jenis film doku­menter. Sehing­ga, ada beber­a­pa tayan­gan di masa lam­pau kemu­di­an dikaitkan den­gan kesak­sian KPK, dikaitkan den­gan Nanang. Bisa jadi film ini akan dap­at dipa­ha­mi oleh penon­ton jika meli­hat­nya dua kali.

Penulis: Wan­da Rah­ma Aulia
Edi­tor: Ulum