Judul: Seandainya Saya Wartawan Tempo

Penulis: Goe­nawan Mohamad

Pener­bit: Tem­po Publishing

Kota ter­bit: Jakar­ta, 2014

Tebal buku: viii + 98 halaman

ISBN : 979‑8933-07–9

Per­nahkan Anda berpikir, bagaimana Tem­po dap­at meng­gaet pem­ba­ca lewat fea­ture-nya? Mulai dari menge­tahui unsur pent­ing yang dirangkai di dalam­nya hing­ga mem­bu­at pem­ba­ca merasa men­ja­di bagian dalam fea­ture. Semua ini memer­lukan teknik kepenulisan yang cer­mat agar fea­ture dap­at tetap pada posisinya.

Kata-kata adalah alat pokok dalam peker­jaan jur­nal­isme…,” ucap seo­rang Edi­tor Tempo.

Goe­nawan Mohamad menye­but Fea­ture seba­gai karya tulis yang cen­derung lebih menghibur dan mem­bu­at senang pem­ba­ca. Mes­ki demikian, fea­ture tidak ser­ta-mer­ta menghi­langkan aspek infor­masinya. Selain itu, fea­ture memi­li­ki keis­time­waan, yaitu tak lekang oleh wak­tu. Jadi, tak aneh kalau fea­ture ser­ing dise­but den­gan “tulisan awet”.

Bagi penulis, men­gubah beri­ta biasa men­ja­di beri­ta yang enak diba­ca ala fea­ture memer­lukan kre­at­i­fias. Mis­al, dibeber­a­pa fea­ture, wartawan sen­ga­ja menulis kata “aku”, den­gan tujuan men­em­patan pem­ba­ca men­ja­di tokoh. Tak jarang pula, fea­ture dijadikan seba­gai beri­ta “hibu­ran” untuk men­je­laskan suatu keja­di­an secara ekslusif.

Fea­ture juga memi­li­ki tulisan yang bervari­asi. Tidak ada patokan secara pasti seber­a­pa pan­jang fea­ture dibu­at. Namun, minat pem­ba­calah yang men­ja­di patokan uta­ma seo­rang dalam menulis fea­ture. Seper­ti yang diungkap­kan Goe­nawan Mohamad, untuk penulis fea­ture, “menulis­lah seper­ti hal­nya anda sedang bertu­tur”.

Sama hal­nya den­gan karya jur­nal­is­tik lainya, ima­ji­nasi penulis tidak diper­bolehkan mewar­nai fak­ta dalam menulis fea­ture. Wartawan ditun­tut untuk aku­rat. Den­gan ini, ejaan dalam fea­ture men­ja­di suatu keharusan.

Goe­nawan Mohamad juga men­gatakan, ada cara untuk meng­gaet minat pem­ba­ca lewat fea­ture. Ia menye­but bah­wa ter­gan­tung pada para­graf per­ta­ma atau lead. Peng­gu­naan lead bertu­juan untuk mem­bu­ka jalan bagi alur ceri­ta. Den­gan ini, pem­ba­ca dap­at menge­tahui ceri­ta secara ringkas melalui lead.

Pemil­i­han jenis lead yang digu­nakan pun ter­gan­tung Si wartawan. Ada wartawan yang memil­ih lead ringkasan keti­ka dibu­ru dead­line. Ada juga yang ter­tarik mem­bu­at lead diskrip­sif, lead kuti­pan, lead berceri­ta, dan lead bertanya. Tak jarang pula wartawan mengkom­bi­nasikan beber­a­pa jenis lead untuk meng­hasilkan karak­ter lead baru.

Sete­lah sele­sai pada lead, wartawan per­lu menyusun materi untuk memikat pem­ba­ca agar mengiku­ti alur fea­ture dari awal sam­pai akhir. Biasanya, banyak fea­ture yang meng­gu­nakan ben­tuk kerang­ka pirami­da ter­ba­lik di bagian ini. Tapi sebe­tul­nya, tak ada patokan dalam mem­bu­at fea­ture yang tegas.

Keun­tun­gan jika meng­gu­nakan pirami­da ter­ba­lik untuk pem­ba­ca adalah mere­ka dap­at lang­sung men­e­mukan infor­masi pent­ing di bagian awal tulisan. Sedan­gkan untuk edi­tor, mere­ka dap­at mem­o­tong naskah dari bawah. Sehing­ga, memu­ngkinkan kecepatan untuk menge­tahui, apakah beri­ta itu layak untuk dimu­at atau tidak.

Kemu­di­an, fea­ture den­gan pirami­da ter­ba­lik memer­lukan end­ing yang mut­lak. Mak­sud­nya, end­ing dari fea­ture per­lu men­gagetkan pem­ba­ca. Namun, layaknya kerang­ka tubuh manu­sia, seti­ap bagian memer­lukan sam­bun­gan. Menulis fea­ture pun demikian. Penulis per­lu meng­gabungkan berma­cam-macam fak­ta dan memil­ih dik­si yang tidak mem­bu­at pem­ba­ca terasa terganggu.

Selain itu, meng­gaet minat pem­ba­ca per­lu teknik agar semua bera­da pada tem­pat­nya. Per­ta­ma, spi­ral atau seti­ap alin­ea per­lu men­gu­raikan per­soalan secara rin­ci. Ked­ua, blok atau bahan ceri­ta dis­ajikan dalam alin­ea-alin­ea yang ter­pisah secara lengkap. Keti­ga, mengiku­ti tema atau seti­ap alin­ea meng­garis­bawahi untuk mene­gaskan lead.

Tak lupa, penulis juga mem­berikan pegan­gan dasar dalam mem­bu­at tulisan men­ja­di menarik. Per­ta­ma, jan­gan mem­bu­at alin­ea pan­jang yang mem­bu­at pem­ba­ca segan. Ked­ua, jan­gan mem­bu­at alin­ea ter­lalu pen­dek yang mem­bu­at kaku tulisan. Ter­lalu fanatik pada kali­mat pen­dek yang ter­diri dari kali­mat pokok, kata ker­ja, dan objek terus-menerus hanya akan mem­bu­at pem­ba­ca men­gan­tuk sete­lah mem­ba­ca beber­a­pa alinea.

Sete­lah wartawan menge­tahui pegan­gan dasar, mari kita bahas ten­tang sen­ja­ta yang per­lu digu­nakan wartawan pro­fes­sion­al untuk menaklukan pem­ba­ca. Seper­ti hal­nya tukang yang meng­gu­nakan unt­ing-unt­ing untuk melu­ruskan tiang ban­gu­nan. Dalam menulis beri­ta fea­ture, penulis per­lu mem­fokuskan tulisan den­gan mem­bu­at pem­ba­ca seo­lah-olah men­ja­di tokoh dalam fea­ture. Caranya, penulis fea­ture per­lu mendiskrip­sikan tokoh secara keselu­ruhan, mulai dari keprib­a­di­an dan sam­pai cit­ra  tokoh tersebut.

Selain itu, untuk menaklukkan pem­ba­ca, fea­ture per­lu didukung oleh keber­adaan anek­dot atau cup­likan keja­di­an menarik untuk menghibur pem­ba­ca. Menam­bah anek­dot dalam ceri­ta mem­bu­at pem­ba­ca seo­lah men­e­mukan buti­ran “mutiara” dalam fea­ture. Gaya penguti­pan lang­sung dari anek­dot men­ja­di salah satu alat penulisan yang efek­tif. Melalui gaya kuti­pan, men­jadikan pem­ba­ca seo­lah-olah menden­gar sendiri uca­pan dalam kutipan.

Biar bagaimana pun, wartawan per­lu men­e­mukan ide ter­lebih dahu­lu untuk dap­at menulis fea­ture yang menarik. Meskipun nan­ti­nya akan ada banyak keja­di­an di medan liputan, namun wartawan hanya akan memil­ih angle yang pal­ing tajam untuk merangkap peri­s­ti­wa. Sete­lah­nya, mere­ka memer­lukan out­line supaya penulis tak tergelin­cir dari fokus.

Penulis: Gilang
Edi­tor: Ulum