Seti­ap buku kuti­pan, seti­ap rumah adalah kuti­pan, selu­ruh riba raya dan tam­bang-tam­bang dan bebat­u­an adalah kuti­pan; seti­ap manu­sia adalah kuti­pan dari semua leluhurnya” Ralph Wal­do Emerson.

Hutan meru­pakan tumpuan hidup masyarakat adat. Seba­gian besar masyarakat men­jadikan hutan seba­gai rumah dan tem­pat men­cari makan. Kini rumah mere­ka mulai digusur oleh pihak-pihak yang tidak bertang­gung jawab. Bahkan pemer­in­tah­pun ikut andil dalam peng­gusuran ini. Sehing­ga ter­ja­di perge­ser­an masyarakat adat yang biasa berbu­ru dan mer­a­mu men­ja­di masyarakat industrial.

Berku­rangnya secara sig­nifikan lahan per­hutani, mem­bu­at masyarakat adat men­ja­di kocar-kacir dalam men­cari penghidu­pan. Mere­ka harus bant­i­ng setir dari aktiv­i­tas sebelum­nya yang san­gat bergan­tung pada hasil hutan. Alih fungsi hutan juga mem­bu­at masyarakat, kelu­ar dari tanah kelahi­ran atau malah ikut ter­makan bersama hutan. Rama A Asia man­tan bupati Kutai 2000–2006 meni­lai masyarakat adat di Kali­man­tan Timur kian hari kian kri­tis. Hal ini dikare­na hutan tem­pat hidup mere­ka berubah men­ja­di lahan perke­bunan, indus­tri dan pertambangan.

Miris mem­ba­ca perny­ataan yang dikelu­arkan oleh Rama, masyarakat adat yang notabene adalah pen­duduk asli dan sudah lama men­em­patinya, sekarang ter­an­cam kelang­sun­gan kehidu­pan­nya. Pada­hal mere­ka yang sela­ma ini men­ja­ga dan mer­awat hutan, sebelum mesin-mesin berat mem­ba­bat­nya untuk digan­tikan indus­tri maupun pertambangan.

Eksploitasi Hutan Adat

Tidak dipungkiri sum­ber daya alam di Indone­sia memang kaya, hutan yang luas dan poten­si migas ser­ta di semua bidang Indone­sia pun­ya. Hal ini menarik bagi investor asing untuk menanamkan modal guna mengek­plo­rasi kekayaan bangsa kita teruta­ma hutan.

Mere­bah­nya perusa­haan asing memang didukung oleh pemer­in­tah, dimana akhir-akhir ini seba­gia­mana di kutip dari Kom­pas pemer­in­tah gen­car-gen­car­nya menarik investor untuk berin­ves­tasi di negara kita. Langkah ini dilakukan kare­na Indone­sia belum mewadahi untuk men­gelo­la dan men­datangkan alat pen­gelo­laan sum­ber daya alam sendiri. Kali­man­tan Utara con­tonya, sudah mem­per­si­ap­kan lahan 10.000 hek­tar guna menarik investor, guna mem­ban­gun perusa­haan agar sum­ber daya alam dis­ana dap­at dikelo­la den­gan baik, dis­amp­ing itu Cina mulai ter­tarik untuk kesana (Okezone,2017).

Meru­juk pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 ten­tang Per­at­u­ran Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dikelu­arkan seba­gai ben­tuk untuk pen­gelo­laan tanah yang bersi­fat komu­nal dan dikelo­la secara kolek­tif oleh masyarakat yang memi­likinya, tidak terke­cuali masyarakat hukum adat. Penyelo­motan hutan oleh pemer­in­tah ini sudah menyalahi atu­ran yang dibu­at pemer­in­tah sendiri.

Pem­bukaan pin­tu investor juga berten­tan­gan den­gan apa yang sudah dia­jarkan oleh bapak pendiri bangsa kita. Bung Hat­ta menu­turkan bah­wa lebih rela meli­hat bangsa ini tengge­lam dan ban­jir dari pada Sum­ber daya alam kita dikelo­la oleh orang asing. Diperku­at oleh argu­men Soekarno yang meng­hara­p­kan insinyur Indone­sia agar mam­pu men­gelo­la tanah ini dari­pa­da insinyur asing.

Ten­tu bapak pendiri bangsa berusa­ha melin­dun­gi apa yang sudah dim­i­li­ki oleh masyarakat Indone­sia. Kekayaan alam warisan leluhur seharus­nya bisa dinikmati den­gan sek­sama atau seti­daknya mam­pu mem­perkaya negeri den­gan di eksplo­rasi oleh anak negeri atau negara.

Ban­jirnya investor asing jelas akan mem­perkaya negara-negara asing. Investor datang untuk mem­ban­gun perusa­haan dan mengek­ploitasi kekayaan alam, laba dari hasil eksploitasi jelas akan masuk ke kan­tong para Investor.

Aki­bat Peng­gusuran Hutan Adat

Berkem­bangnya indus­tri dan tam­bang disokong oleh pro­gram trans­mi­grasi ke daer­ah-daer­ah, teruta­ma daer­ah yang sedang men­gala­mi pem­ban­gu­nan seper­ti Papua dan Kali­man­tan. Trans­mi­grasi ini menggeser masyarakat adat baik secara jum­lah dan pen­da­p­atan dalam bek­er­ja. Eli­son salah satu ket­ua adat suku Dayak di Kali­man­tan Timur menu­turkan bah­wa secara ekono­mi dan tem­pat, jum­lah masyarakat Kali­man­tan Timur didom­i­nasi oleh masyarakat pen­datang, ter­catat 50% suku Jawa, 30 % Sulawe­si, 20% cam­pu­ran dan masyarakat adat hanya men­em­pati 5% dari 20%nya (Kompas.com).

Angka ini menge­jutkan, dimana orang pen­duduk asli harus mere­lakan diri berde­sak-desakkan di tanah mere­ka. Mestinya masyarakat adat itu lebih besar jum­lah­nya di band­ing den­gan pen­datang. Pemetaan masyarakat di Kali­man­tan Timur men­ja­di pro­tet bagaimana masyarakat adat men­ja­di minori­tas. Barangkali ini juga ter­ja­di di daer­ah lain seper­ti Papua, Sulawe­si maupun Halma­hera ser­ta daer­ah lainnya.

Adanya perusa­haan biasanya untuk men­dongkrak perekono­mi­an teruta­ma bagi masyarakat pen­duduk asli dis­ek­i­tar perusa­haan. Secara ekono­mi di daer­ah-daer­ah teruta­ma daer­ah ter­pen­cil yang sedang men­gala­mi per­tum­buhan yang ter­ja­di malah seba­liknya, perusa­haan meng­ga­ji orang-orang pen­datang lebih ting­gi dari pada masyarakat adat. Ini ter­ja­di kare­na masyarkat biasanya berbu­ru dan mer­a­mu di hutan, sehing­ga mere­ka tidak masuk klasi­fikasi dan kom­pe­ten­si yang dik­lasi­fikasikan dalam perusa­haan. Akhirnya masyarakat harus mere­lakan bek­er­ja alakadarnya den­gan gaji yang murah diband­ing pendatang.

Per­tum­buhan perusa­haan di daer­ah juga men­gan­cam pro­duk kebu­dayaan masyarakat setem­pat. Pro­duk kebu­dayaan masyarakat setem­pat san­gat bergan­tung pada hutan, jika hutan­nya di babat dan digan­tikan oleh indus­tri maupun tam­bang, mau tak mau bahan untuk mem­bu­at pro­duk kebu­dayaan itu akan hilang. Sebut saja kayu, tum­buhan obat atau bahan lain yang di sedi­akan hutan semua itu ter­an­cam punah, sehing­ga men­gak­i­batkan pro­duk dari kebu­dayaan tidak bisa berkem­bang, seti­daknya itu men­ja­di keluhan bagi Eli­son yang ter­mu­at pada Kompas.com.

Kon­flik War­ga dan Perusahaan

Kedatan­gan perusa­haan men­u­ai kon­flik bersama war­ga. Awal tahun ini tirto.id mewartakan adanya kon­flik antara dua perusa­haan yaitu PT. Tunas Anu­grah Papua dan PT. Kristal­in Eka Lestari den­gan masyarakat adat di daer­ah Papua. Selain itu, kon­flik antara PT. Preefot den­gan Papua masih ter­ja­di sam­pai sekarang, tidak tahu kare­na apa sebab­nya sela­ma ini Preefort masih ter­tut­up kepa­da media (Kompas.com 2014). Selain di Papua, Kali­man­tan Timur sebelum adanya Per­at­u­ran Daer­ah (Per­da) pemenuhan hak masyarakat adat, ser­ing ter­ja­di kon­flik antara masyarakat den­gan perusahaan.

Kon­flik antara perusa­haan den­gan masyarakat adat, memi­li­ki prob­lemati­ka yang sama yaitu hak masyarakat adat tidak begi­tu diper­hatikan. Perusa­haan tetap saja den­gan seenaknya sendiri meng­in­tim­i­dasi masyarakat, den­gan beragam dal­ih, mere­ka melakukan intim­i­dasi. Tidak jarang keti­ka kon­flik ter­ja­di aparat negara ikut cam­pur dalam per­masala­han. Keiku­tan cam­pur tan­ganan aparat negara ser­ingkali mem­perkeruh suasana, bukan men­damaikan suasana. Tidak jarang mere­ka ikut meng­in­tim­i­dasi masyarkat bersama perusa­haan. Seper­ti yang dirasakan masyarakat desa Olak-Olak Kubu Kabu­pat­en Kubu Raya Kali­man­tan Barat, dimana Brimob Pol­da Kali­man­tan Barat meng­in­tim­i­dasi dan menangkap masyarakat yang dituduh men­curi kayu oleh perusa­haan di daer­ah desanya (Mogabay.co.id).

Pen­gelo­laan sum­ber daya alam memang sudah sap­atut­nya digalakkan, mengin­gat sum­ber­daya alam Indone­sia san­gat­lah melimpah. Akan tetapi dalam peman­faatan­nya jan­gan sam­pai merugikan pihak masyarakat adat. Per­lu diper­hatikan bah­wa sela­ma ini hutan yang luas ialah lahan­nya masyarakat adat untuk men­cari penghidu­pan seper­ti yang ada di Bor­neo dan Papua. Jika pemer­in­tah ingin meman­faatkan alam­nya, harus­nya mem­per­tim­bangkan masyarakat adat setem­pat. Jan­gan sam­pai masyarakat adat merasa tertin­das oleh pro­gram yang diadakan oleh pemerintah.

Sela­ma ini alih fungsi hutan men­gala­mi banyak per­masala­han yang men­gak­i­batkan kesen­gsaraan bagi masyarakat teruta­ma masyarakat adat. Barangkali mere­ka belum siap untuk mener­i­ma alih fungsi hutan, kare­na gaya hidup mere­ka bergan­tung pada hasil hutan alias masih berbu­ru dan mer­a­mu. Sebelum adanya alih fungsi lahan per­lu adanya penyu­luhan terkait peman­fa­tan lahan, agar masyarakat setem­pat tidak merasa ters­ingkirkan dan siap untuk men­gelo­la sum­ber daya alam sela­ma ini mer­a­ka rawat.

manu­sia yang melayang diatas bayang