Wani­ta dari desa menghampiri

Menawarkan diri untuk dibeli

Tawar menawar bak peda­gang cilok Bekasi

Di remang-remang dan himpi­tan hutang

Dijual­nya sehar­ga emas 2 centi

Aku tawar lagi seper­ti har­ga 3 bungkus roti isi

Aku tawar lagi seper­ti har­ga 3 bungkus roti isi

Ku kejar sam­pai depan rumah dan bersembunyi

Kuli­hat anaknya berdiri, menangis ser­ta bert­e­ri­ak. “Buk lapar, adik juga sudah terkapar”

Aku tak tahan dan kuhampiri

Duhai wani­ta, bolehkah aku memeli­hara anakmu ser­ta memeluk sedihmu

Duhai lela­ki muda, kau anak kiai desa, maukah kau den­gan wani­ta hina

Aku sekarang menger­ti men­ga­pa engkau men­jual diri

Menawarkan dag­ing mu untuk kunikmati

Keti­ka meli­hat anak itu, aku meli­hat masa kecilku

Engkau pur­na­ma dimataku, tak usah ragu biar mere­ka men­dak­wa keputusanku

Duhai wani­ta, engkau wujud dari cin­ta dan aku ditu­gaskan seba­gai jalan cin­ta­mu pada anak-anak itu

Biarkan aku mele­bur den­gan­mu hing­ga aku berbuah kita, hing­ga kita men­ja­di dia.

Biarkan aku mele­bur den­gan mu hing­ga aku berbuah kita, hing­ga kita men­ja­di dia.

Duhai wani­ta engkau adalah wujud doa ku dikala terluka

Kata-kata tak akan binasa kare­na ku ukir diha­timu yang penuh cinta

Mere­ka melang­sungkan pernika­han den­gan sederhana

Dihadiri kiai muda dan para pelacur tua

Berma­harkan emas 2 cen­ti dan 3 bungkus roti isi

Penulis: Fer­dian
Edi­tor: Nurul