Judul                          : The End His­to­ry and The Last Man

Penulis                      : Fran­cis Fukuyama

Pener­bi­tan                : Yogyakar­ta, Qalam, 2003

Tebal Hala­man         : 544 hlm.

Kare­na Kap­i­tal­isme berkem­bang pal­ing baik dalam masyarakat yang berg­er­ak dan egaliter

Keme­nan­gan kap­i­tal­isme dan demokrasi lib­er­al atas pesaing-pesaingnya seper­ti monar­ki, fasisme, dan yang ter­baru komu­nisme, mem­bawa Ameri­ka Serikat duduk seba­gai pun­cak pirami­da kekuasaan sek­i­tar tahun 1991. Den­gan meli­hat segala kehe­batan terse­but, seo­rang llmuwan poli­tik pop­uler – Fran­cis Fukuya­ma meny­atakan bah­wa tidak ada per­ad­a­ban lain yang mam­pu menggeser dom­i­nasi per­ad­a­ban barat. Keti­ka masa demokrasi lib­er­al men­ja­di kon­sen­sus masyarakat dunia, Fukuya­ma menye­but era itu seba­gai akhir dari sejarah (the end of his­to­ry).

Sejarah memi­li­ki beber­a­pa aspek yang begi­tu kom­pleks, kare­na begi­tu banyak jenis masyarakat dunia yang memi­li­ki par­a­dig­ma dan nor­ma yang berbe­da-beda. Melalui buku ini, Fukuya­ma bera­sum­si bah­wa evo­lusi ide­olo­gi memi­li­ki titik akhir atau ben­tuk final dari ben­tuk pemer­in­ta­han yaitu demokrasi lib­er­al. Ia juga menuliskan argu­men­nya meng­gu­nakan beber­a­pa metode seper­ti dialek­ti­ka Hegel, teori depens­den­sia, dan tymos.

Logi­ka sains alam mod­ern diyaki­ni Fukuya­ma seba­gai roda peng­ger­ak menu­ju akhir sejarah, hal ini berbe­da dari yang diyaki­ni hegel bah­wa alur dialek­ti­ka ide (ruh transenden) seba­gai peng­ger­aknya, dan yang diyaki­ni Karl Marx bah­wa ekono­mi deter­min­is­tik adalah penggeraknya.

Saya ker­ap kali men­e­mui perde­batan antar-ide­olo­gi yang terkadang men­e­mui jalan bun­tu di lingkun­gan akademisi. Seo­rang akademisi yang secara serius men­dala­mi pemiki­ran Kap­i­tal­isme dan neolib­er­al­isme akan han­cur hara­pan­nya saat mem­ba­ca Man­i­festo Komu­nis dan Das Kap­i­tal. Begi­tu pula seo­rang akademisi yang giat mem­pela­jari man­i­festo komu­nis akan seketi­ka lesu keti­ka mem­ba­ca buku The End Of His­to­ry And The Last Man – yang saya sebut seba­gai man­i­festo kapitalis.

The End Of His­to­ry And The Last Man  diter­bitkan pada  1992 di Ameri­ka Serikat, yang kemu­di­an diter­bitkan ke Indone­sia dalam edisi ter­jemah pada tahun 2004. Karya apik Fukuya­ma ini juga meru­pakan buku Inter­na­tion­al best­seller.  Dalam buku ini memi­li­ki 5 bab. Bagian  per­ta­ma men­je­laskan per­tanyaan lama yang dilayangkan kem­bali oleh  fukuya­ma  ten­tang sejarah umat manu­sia yang men­garah pada  demokrasi lib­er­al, kemu­di­an di iku­ti bab ked­ua yang berisikan pene­gasan Fukuya­ma kepuasan manu­sia atas tatanan sosial hanya bisa dije­lakan melalui trans-historis.

Selan­jut­nya pada Bab keti­ga Fukuya­ma men­je­laskan per­juan­gan men­ge­nai pen­gakuan dimana fukuya­ma meng­gu­nakan kon­sep sejarah milik Hegel dan pan­dan­gan Thomas Hobbes, hing­ga John Locke men­ge­nai sifat manu­sia. Bab 4 buku ini men­je­laskan dunia pas­ca sejarah masih akan terba­gi men­ja­di negara-negara, tetapi nasion­al­isme yang berdamai den­gan lib­er­al­isme dan manu­sia semakin mengek­spre­sikan dirinya dalam kehidu­pa sehari hari.

Selepas perbin­can­gan pan­jang men­ge­nai demokrasi lib­er­al seba­gai ben­tuk akhir sejarah, pada bab ter­akhir buku ini  Fukuya­ma men­erangkan ten­tang the last man atau manu­sia akhir. Fukuya­ma memakai isti­lah “manu­sia akhir” dari Niet­zsche yang kehidu­pan­nya berge­li­mang kenya­manan prib­a­di, kese­nan­gan mate­r­i­al, dan mem­per­cayai “moral­i­tas gerom­bolan”, ser­ta dog­ma-dog­ma poli­tik sebelum uber­men­sch ‘manu­sia ung­gul’ hadir.

Menu­rut Fukuya­ma demokrasi lib­er­al mem­bu­at manu­sia men­ja­di kelas bor­juis  sebab sokon­gan pemer­in­tah seba­gai ben­tuk tang­gung­jawab sosial. Kehidu­pan penuh keber­limpa­han materi dan kea­manan fisik men­ja­di cikal kehidu­pan manu­sia mod­ern. Predikat “manu­sia ter­akhir” den­gan kehidu­pan sedemikan  jus­tru men­e­mui kejenuhan dalam diri hing­ga berpoten­si mem­bu­at sejarah tum­buh tidak lin­ier  melainkan repetisi. Fukuya­ma mem­beri con­toh seper­ti yang ter­ja­di di Pran­cis pada masa pimp­inan Jen­dral De Gaulle, dimana saat itu Pran­cis  men­ja­di negara pal­ing bebas dan pal­ing mak­mur pun tetap men­gala­mi pem­berontakan. Dalam pan­dan­gan Fukuya­ma, hal terse­but ter­ja­di aki­bat  has­rat isothymia  yang tak lagi cukup dan bergan­ti men­ja­di mega­loth­mia.  

Sete­lah mem­ba­ca buku ini, kita akan men­gan­ton­gi penge­tahuan terkait sifat manu­sia men­dasar  dan mem­bawanya menu­ju has­rat guna mem­per­oleh pen­gakuan hing­ga men­jadikan manu­sia terse­but memil­ih sis­tem demokrasi lib­er­al seba­gai pil­i­han hidup yang pal­ing men­jamin kebe­basan  untuk men­jalani kehidu­pan. Buku den­gan kelu­asan data dan anal­i­sis ini san­gat cocok diba­ca bagi maha­siswa atau dosen yang memi­li­ki per­ha­t­ian atas isu-isu glob­al dalam bidang sejarah, poli­tik, sosial, dan ekonomi.

Penulis: Wildan Eka
Edi­tor: Vidya