Judul : Erau Kota Raja
Penulis : Endik Koeswoyo
Penerbit : PING!!!
Tahun Terbit : 2015
Tebal Buku : 203 halaman
Tenggarong sebagai salah satu destinasi pariwisata nasional di Kalimantan Timur memiliki berbagai jenis daya tarik wisata terutama daya tarik wisata budaya dan buatan. Besarnya potensi warisan budaya baik dari segi keunikan maupun keragamannya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana mengembangkan warisan Kutai Kartanegara agar Tenggarong dapat menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) unggulan di Kalimantan Timur. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan Tenggarong sebagai DPN dengan daya tarik wisata budaya sehingga mampu menggerakkan perekonomian masyarakat dan menjaga pelestarian warisan budaya di destinasi wisata.
Mengenal lebih jauh budaya Indonesia memang membutuhkan waktu yang panjang, itu disebabkan karena beragamnya budaya Indonesia. Sebelum mengetahui keadaan budaya Indonesia saat ini, kita cermati apa itu budaya dan apa manfaatnya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Lalu apa fungsi budaya? fungsi budaya yang paling utama yakni untuk mempelajari warisan yang berasal dari nenek moyang kita, apa warisan itu baik untuk dipertahankan atau mesti diperbaharui atau mesti kita tinggal karena itu merusak.
Budaya di Indonesia harus dijaga dari sekarang. Melihat kemajuan teknologi, rasanya senang bisa dipermudah. Namun, untuk urusan budaya sepertinya rentan terkena dampak negatif dari kemajuan teknologi. Kita lihat saja, para penerus bangsa ini yang memainkan gedgetnya untuk mengikuti budaya luar yang tidak semestinya harus semua diikuti.
Agaknya itulah yang menjadi alasan Reza, pemuda desa yang baru saja lulus kuliah kedokteran memilih mengabdi kepada masyarakat desa, namun ditentang ibunya yang ingin melihat dirinya menjadi seorang dokter. Keteguhan Reza mengembangkan adat dan budaya tergambar saat ia mencoba mengajukan proposal kepada pihak Manajer Hotel salah satu hotel ternama yang banyak dikunjungi para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Ini jugalah yang menjadi alasan Pemimpin Redaksi Majalah Seni dan Budaya menugaskan Kirana yang seorang jurnalis perempuan untuk meliput Festival Erau di Kutai Kartanegara. Di tengah kebimbangannya menghadapi masalah percintaannya, namun dituntut untuk profesional ketika sudah melakoni pekerjaan. Apalagi dirinya seorang jurnalis yang dituntut untuk teliti, fokus, dan serius
Dalam buku ini kita diajak berselancar di seluruh penjuru Kota Raja. Pembaca seolah-olah diajak untuk menyelami setiap daerah yang terdeskripsikan dengan jelas tentang budaya dan keunikan masing-masing daerah. Membuat pembaca mengerti dan memahami betapa kayanya Kalimantan Timur dengan budayanya.
“Ini adalah salah satu sisi Sungai Mahakam, selain yang kita sebrangi kemarin. Mahakam adalah sungai terbesar yang membelah Provinsi Kalimantan Timur, yang bermuara di Selat Makassar. Perlu Nak Kirana tahu bahwa Sungai Mahakam yang kita lihat ini bagian hilirnya sampai Samarinda. Kalau bagian hulunya ada di Kutai Barat.” (halaman 71)
Selain itu, kita juga diperlihatkan bagaimana anak-anak muda begitu telaten mempertahankan Tari Jepen asli Kutai Kartanegara. Tari Jepen merupakan kesenian khas Kalimantan Timur yang dikembangkan oleh suku Kutai dan suku Banjar yang mendiami wawasan pesisir sungai Mahakam, dengan ragam gerak dipengaruhi kebudayaan Melayu dan Islam.
Tari Jepen memiliki kemiripan dengan kesenian tari dari daerah lain di Nusantara, seperti Zapin di Sumatera, tari Dana, tari Bedana, yang semua berasal dari masyarakat suku Melayu yang tinggal tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lain di Nusantara. Tari Jepen ini biasanya diringi oleh musik tradisi yang disebut Tingkilan, memiliki ciri khas ragam gerak yang tidak dimiliki oleh tari sejenis ini di daerah lain. Ragam gerak dalam tari Jepen dipengaruhi oleh kondisi dan letak geografis daerah Kutai.
“Itu tari Jepen…Asli Kutai Kartanegara..Tentu. itu salah satu tarian kebanggaan kami. Tarian Jepen dipengaruhi budaya Melayu dan Islam. Jenis Tarian pergaulan dan memang ditarikan berpasang-pasangan. Hampir di setiap desa ada kelompok tari seperti ini. Memang berharap pemuda pemudi di Kutai mau mempelajari dan melestarikan keseniannya sendiri.” (halaman 74)
Menjelang festival Erau Kutai Kartanegara dipadati penduduk baik wisatan asing maupun domestik. Erau pertama kali dilaksanakan pada upara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia lima tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama, kalau tidak salah tahun 1300–1325. Juga diadakan upacara Erau. Sejak itulah, Erau selalu diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan raja-raja Kutai Kartanegara.
Namun, Erau saat ini menjadi agenda tahunan festival terbesar di Kutai Kartanegara. Erau adalah kumpulan kesenian yang berkumpul menjadi satu dalam stadion Rondong Demang. Sehingga itulah kenapa Erau merupakan festival terbesar dan tercatat sebagai festival internasional.
Dalam buku ini menggambarkan jelas bagaimana kerajaan-kerajaan berdiri, peninggalan-peninggalan sejarah, alat musik, dan rumah adat. Seakan kita diajak untuk membuka lembaran sejarah melalui bumbu-bumbu cinta segi lima antara Kirana, Reza, Doni, Aliya, dan Amar.
Sesungguhnya, budaya itu adalah ciri khas bangsa. Ketika tidak ada yang peduli pada budaya maka hilang pula ciri khas itu. Pada dasarnya ciri khas inilah yang membedakan antara suku satu dengan yang lain, budaya satu dengan budaya yang lain, bangsa satu dengan bangsa yang lain, negara satu dengan negara yang lain. Maka selayaknyalah budaya itu harus kita jaga dan dilestarikan melalui novel ini kita diajak bagaimana menjaga dan melesatrikan budaya. []
penyuka sastra, traveling, berkhayal, penggemar puisi Aan Mansur (Tidak Ada New York Hari Ini).