Rabu, 28 Februari 2024 Komunitas GUSDURian Bonorowo Tulungagung kembali menggelar acara Music For Peace dalam rangka peringatan Haul Gus Dur ke-14. Berbeda dengan tahun kemarin, tema yang diangkat dalam acara Music For Peace Jilid 2 ini adalah “Sumbang Sambung Rasa”.
Kelvin selaku ketua pelaksana menjelaskan bahwa pengangkatan tema ini dilatarbelakangi oleh semangat anggota komunitas untuk kembali menyambung rasa persaudaraan dan kekeluargaan saudara lintas iman pasca pesta kontestasi politik 2024. Ia mengaku bahwa pemilu yang digelar pada 14 Februari lalu cukup memberikan kontribusi terhadap polarisasi keberagaman.
Umami selaku Koordinator GUSDURian menambahkan bahwa melalui musik diharapkan hubungan seluruh elemen makin erat. “Kita menginisiasi kembali kerenggangan yang ada melalui Music For Peace atau musik untuk kedamaian karena masing-masing agama atau keyakinan pasti ada musik dan musik itulah yang mempererat kita semua,” ungkap Umami.
Music For Peace yang menjadi puncak peringatan Haul Gus Dur dijadikan wadah pertemuan antar umat beragama dan berbagai golongan yang dihadiri Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), Gereja Kristen Indonesia (GKI), Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW), dan penghayat kepercayaan. Selain itu juga dari kalangan mahasiswa yang meliputi Universitas Bhineka (UBHI), UIN SATU Tulungagung, Forum Mahasiswa Filsafat, dan Sekar Kusir.
Kelvin juga menjelaskan bahwa konsep acara jilid 2 ini cukup berbeda dengan gelaran acara Music For Peace jilid 1 tahun 2023. “Tahun kemarin itu konsep acaranya ada orasi ilmiah dan juga musik. Namun, didominasi oleh orasi ilmiah. Maka dari itu, untuk tahun ini dengan mengangkat tema Sumbang Sambung Rasa, untuk menyambung rasa itu maka dihadirkan konsep acaranya full kegiatan musik dan apresiasi seni.”
Musik yang menjadi sorotan di acara ini pun didukung penuh oleh salah satu guest star yang merupakan dosen filsafat UIN SATU Tulungagung dan aktif bermusik yaitu Akhol Firdaus. Ia menganggap bahwa musik atau nyanyian adalah media yang bisa digunakan untuk apa saja, seperti halnya menjadi representasi suara pembebasan serta kedamaian.
“Bagi saya musik itu pembebasan atau tepatnya nyanyian itu yang membebaskan. Ia bisa digunakan sebagai media apa saja. Media kedamaian, media pembebasan, menyoroti situasi, kritisisme masyarakat tetap diangkat. Ketika teman-teman GUSDURian diminta untuk membuat hajatan Haul Gus Dur yang reguler tiap tahun saya mesti menyarankan main musik aja daripada ceramah-ceramah sudah terlalu banyak,” tutur Akhol.
Salah satu penggerak GUSDURian Bonorowo, Erwin atau biasa dikenal Eeng menyatakan hal yang senada. Ia menganggap bahwa musik merupakan seni tanpa batas yang dianalogikan seperti air, dimana musik bisa menjadi sarana yang baik untuk menyebarkan nilai-nilai positif dan sarana komunikasi yang mudah diterima.
Eeng menjelaskan bahwa keindahan perbedaan bisa ditunjukkan melalui simponi yang ada dalam musik. “Musik itu ada berbagai macam alat. Sebenarnya itu bisa dilihat bahwa simponi yang lahir dari berbagai peralatan itu menjadi sebuah simbol bahwa keberagaman itu ketika diposisikan dengan benar akan menambah sebuah keindahan.”
Dengan terselenggaranya acara ini Umami berharap musik bisa menjaga, mempererat, dan menyambungkan kembali elemen-elemen yang sempat tercerabut apalagi pasca pemilu. Serta menyebarkan ajaran-ajaran Gus Dur tentang persaudaraan, keberagaman, dan toleransi.
Penulis: Novinda
Reporter: Novinda dan Zulfa
Redaktur: Zulfa